sepuluh

802 66 2
                                    

Beberapa minggu kemudian, aku sudah tidak ingin berhubungan lagi dengan Afga. Malas bertemu, menyapa bahkan bercakap-cakap. Dulu yang biasanya dianter pulang sama Afga, sekarang udah diganti sama Alva. Yah aku sekarang jadi tambah deket dengannya.

Dia nggak seburuk kata orang kok. Dia emang nakal dan sering buat masalah di sekolah. Tapi bagiku itu yang membuat dia jadi beda. Dia seru, asik, baik dan lucu. Kekonyolannya malah buat aku ketawa.

"Selamat pagi Aurel..." sapa Alva yang tiba-tiba sudah ada di sebelahku.

"Eh pagi." balasku.

Sesampainya di kelas teman-temanku pada melirikku aneh. Seakan akan ada sesuatu hal yang lucu dan menarik. Kutatap satu persatu mata Andin, Anya dan Adit. Mereka melirikku dengan tatapan yang sama.

"Kalian ngeliriknya kok gitu sih?"

"Habis akhir-akhir ini lo kok tambah deket sama Alva sih?" ucap Anya.

"Yah terserah gue." balasku lalu menaruh tas di meja.

"Tapi gue suka kok gue suka!" sahut Andin riang gembira dengan mukanya yang.. Yah kalian tau lah.

"Terus Afga gimana rel? Lo tinggal gitu aja?"

"Tau ah! Males gue." balasku tidak peduli.

Tiba-tiba Afga datang dengan muka muram dan datar. Sebenarnya aku juga merasa bersalah dengan sikapku yang cuek begini. Tapi apa boleh buat. Aku rasa aku dan Afg memang butuh waktu. Karena segala sesuatu dapat selesai karena waktu.

Sepulang sekolah, aku berjalan keluar kelas menuju depan gerbang sekolah. Berdiri menunggu Alva yang datang. Aku merapikan rambutku dan bajuku. What? Apa yang gue lakuiin? Batinku. Kenapa sekarang gue jadi endel ya? Tak lama kemudian Alva datang dengan motornya.

"Rel, nunggu lama ya?" tanya Alva tiba-tiba.

"Eh engga kok."

"Kalau mampir kemana gitu mau gak?"

"Kemana?" aku balik bertanya.

"Adalah pokoknya. Gapapa ya..."

"Yauda deh." ucapku lalu mengenakan helm dan naik ke motor.

"Pegangan yang eret ya." ucap Alva lalu melajukan motornya.

Udara sore hari ini sangat sejuk. Aku senang sekali bisa pergi bareng Alva. Yah meski aku gak tau ini mau kemana. Sekitar 20 menit kemudian kami sampai di sebuah warung di pinggir jalan. Warung ini sederhana dan tidak besar.

"Tempat apa ini?"

"Disini es campurnya paling enak Rel. Kamu belum pernah nyobaiin kan?"

"Jadi kita kesini cuma buat es campur?"

"Ya gapapa lah sekali-sekali hehehe."

Kami pun mencari bangku kosong dan duduk disana. Suasanya tentram meski warung kecil ini dipenuhi banyak pembeli. Ramai sekali. Benar-benar suasana yang baru dan beda. Nggak rugi Alva ngajak aku kesini meski untuk es campur. Tak lama kemudian setelah lama menunggu pesanan, akhirnya es campur dateng.

"Lo kok cuma satu?" tanyaku heran.

"Iya barengan aja biar keliatan romantis."

Aku dan Alva hanya bisa tertawa. Alva lucu, perhatian dan baik. Semua yang dia beri tulus. Aku segera menghabiskan es campur yang enak ini. Tak terasa hari sudah menjelang malam. Aku dan Alva segera pulang. Sesampainya di rumah, bunda keluar rumah dan menyuruh Alva untuk masuk.

"Gak usah tante saya masih banyak kerjaan." tolak Alva saat diajak bunda untuk masuk dan ikut makan malam.

"Masih SMA kok udah kerja? Emang ada kerjaan apa?" tanya bunda.

"Nyapu rumah, ngepel rumah, cuci piring, cuci baju, sama setrika tante."

"Ha ha ha bisa saja kamu." bunda tertawa karena Alva.

Ini pertama kalinya dalam sejarah. Seorang lelaki berhasil membuat bunda tertawa selain ayah. Alva memang lucu. Senangnya hari ini.

----
Haii
Maaf dikit banget ya chapter ini
Tunggu kelanjutannya yaa
Yang suka mana vote dan comment nya?

4ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang