tiga puluh

50 8 0
                                    

"Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku gabisa terus egois Rel buat minta kamu selalu ada di sisi aku dengan kondisi aku seperti ini. Jujur, aku gabisa ngelepasin geng aku, aku gabisa lepas dari rasa cemburu, posesif, bahkan temperamenku. Jadi aku ingin kamu lepasin aku dan carilah yang lebih baik Rel."

Kalimat yang sangat tidak kuinginkan justru terucap. Tatapanku kosong, air mataku hampir saja jatuh. Namun aku menahannya. Aku tidak ingin terlihat se rapuh itu didepannya. Sudah cukup apa yang aku lakukan selama ini kepadanya. Dan memang benar hubungan ini menyakitkan diri kami masing-masing. Tapi aku tidak mau berpisah.

"Dulu waktu kamu pertama kali nyataiin perasaan kamu, aku seneng banget Va. Aku seneng bisa kenal sama kamu, bahkan hingga pacaran. Kamu cowok pertama yang buat aku ketawa, bahagia dan merasa istimewah. Dan aku bener-bener berterima kasih sama kamu Va." ucapku tanpa menatap matanya.

"Mungkin aku juga terlalu banyak buat salah ke kamu, bahkan nyakitin kamu dan gak ngertiin kamu. Tapi dibalik itu semua aku sayang banget Va sama kamu." tambahku dengan air mata yang akhirnya jatuh begitu saja.

"Aku juga sayang banget sama kamu Rel. Aku hanya berfikir mungkin  ini satu-satunya jalan buat kita berdua Rel. Aku gamau kita berdua semakin saling menyakiti terus menerus. Dan kita bisa tetap berteman seperti biasa kan? mungkin itu lebih baik buat kita." balasnya.

"Oke, kamu bilang udah cukup kita saling menyakiti kan? Kalau gitu aku mau kita jangan bertemu dulu. Aku masih belom siap, dan semakin kamu berada di dekatku aku akan semakin sakit Va. Jadi aku mohon, biarkan aku pulang sendiri Va... Suatu hari, aku bakal beritau kamu kalau aku udah siap ketemu kamu, ngobrol sama kamu lagi sebagai seorang teman seperti yang kamu minta." ucapku terakhir dengan senyum dan air mata terakhir untuknya.

--------------

Hari itu tanggal 19 November 2016 pukul 12.42 di dalam mobil Alva, aku mengakhiri hubunganku dengannya. Kata Alva itu jalan terbaik buat kita. Aku hanya bisa berharap itu benar. Aku tidak ingin terus memikirkan hal ini. Dan benar bahwa aku banyak menyakiti hatiku sendiri. Ini sangat tidak baik tentunya.

Awalnya Alva ingin mengajakku untuk pergi bersama terakhir kalinya. Namun aku menolaknya. Aku tidak bisa pergi bersenang-senang dengan perasaan seperti ini. Terlalu kacau. Dan kami bukan lagi sepasang kekasih. Namun hanya mantan. Jadi aku memutuskan untuk pulang sendiri. Aku kembali teringat dengan kalimat terakhirku padanya.

"Va, kamu bilang udah cukup kita saling menyakiti kan? Aku mau kita jangan bertemu dulu. Aku masih belom siap, dan semakin kamu berada di dekatku aku akan semakin sakit Va. Jadi aku mohon, biarkan aku pulang sendiri Va... Suatu hari, aku bakal beritau kamu kalau aku udah siap ketemu kamu, ngobrol sama kamu lagi sebagai seorang teman seperti yang kamu bilang."

Jujur, kalimat itu sangat berat untuk diucapkan. Tapi hatiku justru akan semakin sakit bila tidak mengucapkannya. Sekitar jam 3 sore, aku baru pulang naik taksi yang kutemui di pinggir jalan tadi. Dengan tatapan kosong dan mata sembab, aku membuka pintu mobil setelah selesai membayar pengemudi taksi tersebut.

Setelah aku turun, mataku terbelalak kaget melihat seorang lelaki berbaju biru dongker berdiri di depan pagar rumahku.

"Kamu gapapa Rel?" tanyanya dengan suara berat itu. 

"Aldo?" balasku heran, mengingat tadi pagi aku membatalkan janji kami hari ini secara mendadak.

"Aku tanya, kamu gapapa?" tanyanya lagi dengan tatapan matanya yang penuh dengan keheningan.

"Oh... i... iya gapapa. btw, maaf ya tadi pagi mendadak aku..." ucapanku terpotong dengan pelukan seketikanya. Seperti mengetahui isi hatiku, dia memelukku dengan erat dan menenangkang. Tangisanku pun pecah lagi. Namun kali ini beda. Tangisan ini sangat kencang dan rasanya menyedihkan sekali.

"tampaknya kamu gak baik-baik aja." tambahnya lalu berusaha meghapus air mataku dengan tangan hangatnya itu.

Entah mengapa, setelah pelukan itu hatiku jauh lebih tenang. Dan anehnya, aku tidak menolak pelukan Aldo sama sekali. Justru aku malah membalas pelukannya. Dering ponselku menyadarkanku. Aku pun mengangkatnya.

Halo Rel? gimana udah mendingan?

Hei, oh udah kok thanks ya Do

iya gapapa, tapi kamu belum cerita kenapa kamu nangis. Apa karena Alva?

iya

Oh... jadi tadi kamu batalin kita pergi karna lagi sama Alva kan?

iya, tapi aku bener-bener ga maksut Do, tadi memang mendadak Alva kerumah dan ngajak pergi gitu terus yauda deh aku batal...

sst... iya iya bawel. udah gapapa beneran. Yang penting kan kamu udah ga sedih lagi

Makasih banyak ya Do, dan maaf justru aku nyusahin kamu.

Engga kok santai aja

Kalau gitu besok mau ga ehm... temenin aku pergi?

kita berdua?

iya, sebagai ganti hari ini

dengan senang hati Rel

------------------

AUTHOR'S SPEAKING

HALO HALO INI CHAPTER TERAKHIR LO HUHU

JADI GIMANA GIMANA?

PLIS BUTUH SARAN KALIAN

MAAF KALAU GA SESUAI HARAPAN YA

SEMOGA SUKAA 

SAMPAI BERTEMU DI EPILOG HEHE









4ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang