RAHASIA GAVIN

1.6K 95 1
                                    

Seperti biasa, pulang sekolah Gavin sudah menunggu dihalte pertigaan dekat sekolah untuk menunggu Arin. Sebenarnya cape juga harus seperti ini, ya tapi mau bagaimana lagi, toh sudah tidak ada pilihan.

Tidak perlu menunggu terlalu lama, Arin sudah datang dan langsung masuk kedalam mobil. Gavin melajukan mobilnya dan membelah kepadatan kota Jakarta menuju rumahnya.

“Nanti gue ada urusan.” Gavin memecahkan keheningan yang terjadi didalam mobil.
“Urusan apa kak?”

“Pokonya ada urusan. Mungkin pulang malam.” Setealah itu hening kembali. Arin tidak ingin bertanya lebih lanjut. Karena dia yakin hasilnya akan tetap sama. Tidak ada jawaban!
Hingga akhirnya mereka sampai pekarangan rumah. Arin turun dari mobil, berbeda dengan Gavin yang tidak berniat untuk keluar.

“Kak?” Arin mengetuk kaca mobil Gavin.

Terlihat Gavin yang sedang melamun didalam sana, entah apa yang sedang dipikirkannya, yang jelas dia terlihat resah dan dilema.

“Kak!” Arin mengetuk kaca untuk kedua kalinya. Dia sangat khawatir dengan Gavin yang aa didalam sana.

“Huh,” jawab Gavin kaget. Dia segera menurunkan kaca mobilnya melihat ada Arin disana.

“Apa?” tanyanya pada Arin dengan alis yang terangkat sebelaah.

“Gak turun?”

“Gue mau langsung pergi.” Ucap Gavin yang membuat Arin mengerutkan dahi.

“Mau kemana si ka?” Arin sanagat penasaran sekali. Apa urusannya sangat penting sampai-sampai Gavin terlihat buru-buru.

“Rahasia.” Gavin kembali menaikan kaca mobil dan melenggang pergi dari halam rumah mereka.

Sebenarnya Gavin hanya akan pergi kekantornya. Tadi Niko menelponnya untuk datang kekantor karena ada beberapa berkas penting yang harus ditandatangani dan beberapa meeting dengan client. Gavin hanya belum siap membongkar rahasianya meskipn itu pada Arin, istrinya.

***

Arin sedang berkutat didalam dapur, dia sedang asyik membuat sesuatu untuk makan malam. Gavin masih belum pulang dan tidak sedikitpun memberi kabar pada Arin. Arin sebenarnya penasaran kemana sebenarnya Gavin pergi. Ada raut sedih diwajahnya. Pasalnya , hingga saat ini Gavin masih belum bisa mempercayainya. Mungkin disini memang Arin yang mencintai sendirian tanpa mendapatkan balasan. Rasanya sakit, bahkan lebih sakit daripada cubitan maut Cila.

Kadang Arin selalu merindukan mama dan papanya, kehidupannya setelah menikah membuatnya jauh dari kedua orang tuanya, Arin jadi tidak bisa bermanjaan dan curhat pada mamanya. Bahkan dia harus membuat seribu alasan ketika diajak hangout oleh sahabatnya

Arin selalu menantikan dimana Gavin bisa membalas cintanya. Setidaknya hidupnya tidak akan kesepian seperti saat ini. Dimana Gavin selalu pergi sedangkan Arin harus sendirian dirumahnya sendirian. Arin juga sering berpikir untuk membocorkan rahasinya kepada Cila dan Pika agar dia bisa mengajak sahabatnya bermain kerumah dan tidak merasa kesepian. Tapi itu adalah pemikiran yang sangat konyol. Apa kata mereka jika tau dia sudah menikah? Arin tidak ingin menjadi bahan olokan disekolah karena kemungkinan berita itu akan tersebar.

Makanan sudah selesai dibuat, dan Arin menatanya di meja makan. Lantas dia melirik  jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul 7 malam. Tapi belum ada tanda-tanda Gavin pulang. Arin tidak berniat untuk mekan sendiri, dia akan menunggu hingga Gavin pulang dan makan bersama. Siapa tau Gavin sebentar lagi pulang. Itu yang Arin yakinkan dihatinya.

Arin berjalan keruangan depan dan duduk disofa yang ada disana untuk menunggu Gavin. Sebelumnya Arin sudah membawa novel yang beberapa hari lalu ia beli dan belum sempat ia baca. Rasanya waktu berjalan begitu cepat, Arin masih saja bersikeras menunggu kakak kelasnya itu meskipun rasa kantuk sudah menyerangnya. Mungkin makan dimeja makan sudah dingin sekarang. Bahkan novel yang sedang dibacanya sudah hampir tamat dibaca. Hingga akhirnya Arin sudah tidak bisa menahan kantuk yang menyerangnya dan terlelap disana.

Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, dan Gavin baru saja sampai dirumahnya. Gavin tidak perlu susah-susah emngetuk pintu karena dia memiliki kunci cadangan untuk berjaga-jaga. Begitupun dengan Arin.

Cklek!

Gavin terkejut kala apa yang dilihat dihadapanya. Tepat ia membuka pintu, terlihat Arin yang sedang terlelap disana. Meringkuk diatas sofa dengan mendekap sebuah novel yang tadi dibacanya.

Gavin berjalan mendekat, dia mengambil novel didekapan Arin lalu menggendongnya ala bridal style untuk dibawanya kekamar. Gavin tidak menyangka jika Arin akan menunggunya sampai ketiduran seperti itu. Senyum tipis mengembang wajah tampannya, mungkin jika Arin melihatnya akan terpana. Tangga demi tangga Gavin lewati karena kamarnya dan kamar arin ada diatas sana. Tentunya hanya bersebelahan tidak sampai satu kamar. Gavin membaringkan Arin diatas kasur, tentu saja ini pertama kalinya Gavin masuk kedalam kamar adik kelas yang telah menadi istrinya. Gavin kembali mengembangkan senyumnya ketika melihat kamr arin yang begitu rapih dan bersih. Lalu tatapannya kembali terarah pada wajh Arin yang terlelap. Wajah putih mulus, mata hazel dengan bulu mata lentik, hidung mungil tidak terlalu mancung, serta bibir tipis berwarna pink meski tidak dipoles lipstik sedikitpun.

“Cantik.” Kata itu sepontan terucap dari bibir Gavin.

Saking terpesonanya, Gavin tidak sadar jika kini wajahnya dan wajah Arin hampir tak berjarak, mungkin hanya sejengkal tanyang saja. Tiba-tiba mata Arin terbuka. Gavin terbelalak dan tubuhnya terasa kaku hingga rasanaya  ia sulit bergerak.

“Ka..kak Gavin?” Arin kaget ketika melihat wajah Gavin begitu dekat ketika matanya terbuka.

“Ehh,”

Setelah kesadarannya kembali, Gavin segera menegakkan tubuhnya dan memggaruk tengkuknya yang tidak gatal salah tingkah. Apakah Gavin tercyduk barusan?

“Apa kakak baru pulang?” Tanya Arin memecahkan kecanggungan.

Gavin hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Udah makan?” tanyanya lagi.

Entah kenapa perutnya kembali merasa lapar padahal tadi dia sudah makan sebelum pulang dari kantornya.

“Belum, lo?” Gavin tidah sepenuhnya bohong, karena meskipun sudah makan toh dia masih lapar bukan?

“Yaudah kita makan dulu. Tadi aku udah masak.” Ucap Arin turun dari kasurnya.

Sekarang Arin baru sadar dia sedang berada dikamarnya. Bukannya tadi dia sedang berbaring disofa? Apa berarti tadi Gavin menggendongnya sampai kamar? Begitu banyak pertanyaan yang ada di pikiran Arin sekarang hingga semburat merah menghiasi pipi mulusnya saking salah tingkahnya.
Gavin yang melihat gelagat Arin merasa gemas. Padahal dia tidak tau apa yang sedang dipikirkan Arin sekarang sampai bertingkah aneh seperti itu. Melihatnya membuat Gavin mati-matian menahan tawa.

“Lo baik-baik aja kan?” pertanyaan Gvin sontak menyadarkan Arin dari khayalannya.

“Ehh, gakpapa kak hehe. Yaudah yuk makan.” Ucap Arin salah tingkah dan berjalan mendahului Gavin.

***

“Harusnya lo gak usah nungguin gue.” Kata Gavin disela-sela mengunyahnya.

“Tapi…”

“Pokonya besok-besok jangan gitu lagi. Kalo gue bilang pulang malem, lo tidur duluan aja.”

“Sebenernya kakak dari mana?” Tanya Arin dengan wajah menunduk.

Gavin hanya bingung, apa dia harus memberi tahu Arin tentang rahasia-rahasianya?

***

TBC.

Silent Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang