Akad

1.6K 94 1
                                    

Hari ini telah tiba. Dimana semua keluarga berkumpul untuk hal yang sakral, menjadi saksi bahwa sepasang manusia akan disatukan dalam sebuah ikatan.

Didalam kamar, Arin sudah selesai didandani. Hatinya berdebar tak karuan sejak tadi, rasa gugup menyerangnya. Entahlah dia harus siap melalui hal sakral seperti ini.

Cklek.

Pintu terbuka dan tampaklah wanita paruh baya yang masih terlihat cantik meski umurnya sudah berkepala tiga.

"Ma, Arin takut," Air mata Arin mulai bercucuran membasahi pipinya. Badannya gemetar dan hatinya terus berdegup kencang.

Lia menggenggam tangan Arin bermaksud memberi kekuatan pada putrinya.

"Jangan takut sayang, kalo gugup emang udah biasa. Mama juga dulu kayak kamu pas nikah sama papa." Lia mencoba menenangkan.

"Udah jangan nangis dong, nanti cantiknya ilang. Kalo ilangkan Gavinnya gak cinta lagi." lanjut Lia membuat keduanya terkekeh.

"Ihh mama apaan si." Jawab Arin malu-malu.

"Yaudah, mama keluar dulu. Mau nemenin yang bentar lagi jadi mantu." Lia senang sekali menggoda anaknya hari ini. Meskipun ada kesedihan dihatinya, tapi ia tetap senang.

Arin mengangguk sebagai jawaban. Bibirnya ia tarik menjadi senyuman ketika mamanya berjalan menuju pintu.

"Apa kak Gavin akan mencintaiku?" Gumam Arin miris.

'Ekhem'

Arin mendongak ketika mendengar suara deheman dari speaker. Kegugupannya kembali lagi setelah beberapa menit tadi hilang. Hatinya terus berdebar dan gelisah. Acara akadnya akan segera dimulai, dan Arin berharap Gavin bisa merapalkannya dengan lancar.

"Saya nikahkan dan kawinkan anak saya Arina Maqshurotul Filkhiya bin Herman dengan Gavin Aliansyah bin Antony dengan mas kawin 10 gram emas dan seperengkat alat solat dibayar tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Arina Maqshurotul Filkiya bin Herman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"

"Sah?"

"Saaahhh"

"Alhamdulillahirobil'alamin"

Arin kembali meneteskan air mata ketika Gavin berhasil merapalkan ijab qobul dengan satu tarikan nafas dan tanpa ada salah.

Kini dirinya sah menjadi seorang istri diusinya yang masih muda.

Tak lama Lia datang kembali kekamar dan mengajak Arin untuk turun bertemu dengan semua orang. Pernikahannya memang kecil-kecilan karena hanya para keluarga yang diundang, bahkan ijab qobul ini dilaksanakan dihotel Arin karena jika dilingkungan ruma Arin ataupun Gavin itu akan sangat tidak baik.

Semua mata tertuju pada Arin yang sedang menuruni tangga bersama Lia. Gaun syar'i yang terkesan sederhana dan riasan yang terkesan natural menambah aura Arin semakin terlihat cantik dan manis.

Gavinpun hampir tidak berkedip jika saja Ani tidak menyinggungnya.

"Kedip kali Vin, istri kamu cantik banget ya," Ucap Ani yang sontak membuat Gavin sadar.

"Apa si ma!" Jawab Gavin tak terima. Meskipun dia memang sempat terpesona, tapi Gavin tetaplah Gavin dia tidak akan berubah menjadi Nathan ataupun Alvin yang selalu jelalatan kalo liat cewek bening.

***

Setelah acaranya selesai semua, Arin masuk kedalam kamarnya terlebih dahulu. Kakinya terasa pegal karena terus berdiri sewaktu resepsi.

Karena merasa sangat lelah, Arin membaringkan tubuhnya diatas kasur tanpa mengganti pakaian. Untung saja Arin sedang datang bulan hari ini, jadi tidak khawatir akan meninggalkan solat.

Matanya mulai terpejam dan siap melampaui mimpi.

Pintu kamar terbuka, terlihat Gavin disana. Ia sedikit was-was untuk masuk, tapi bagimana lagi, hanya ada kamar ini yang disediakan keluarganya.

Gavin akhirnya masuk. Dilihatnya Arin yang sudah tertidur diatas kasur tanpa mengganti pakaiannya. Dia memandangi wanita yang sudah menjadi istri sahnya itu. Pandangannya terkunci, ada rasa menggelitik dihatinya yang diapun tidak tau entah kenapa.

Gavin mengakui, jika Arin adalah gadis yang cantik. Mata bulat ketika terbuka, bulu mata yang lentik, hidung mancung, dan bibir tipis berwarna pink meski tanpa polesan lipstik.

Gavin mendekati kasur king size yang ditempati Arin. beberapa menit matanya tak lepas dari wajah Arin, namun ego terlalu berkuasa hingga dirinya kembali terasadar.

"Sepertinya dia kelelahan." Gumam Gavin.

Ia mengganti pakaiannya menjadi baju tidur lantas berjalan kembali kearah kasur. Lantas duduk ditepi ranjang. Matanya melirik Arin yang masih tertidur dengan pulas. Dia tidak yakin untuk tidur satu ranjang dengan Arin, alhasil Gavin memutuskan untuk tidur di sofa yang tersedia disana.

Sebelum beranjak, Gavin membawa bantalnya dan sempat menyelimuti tubuh Arin dengan selimut. Entah dorongan dari mana Gavin tiba-tiba peduli.

***

Enatah karena terlalu lelah, atau karena sedang datang bulan. Arin tidur begitu nyenyak dan bangun kesiangan. Saat matanya terbuka, Arin melihat jam di handphonenya sudah menunjukan pukul setengah tujuh.

Arin terduduk sebentar untuk mengembalikan kesadaran sepenuhnya.

'Cklek'

Arin langsung menoleh pada arah suara. Terlihat disana seorang laki-laki yang hanya mengenakan kolor dengan badan telanjang dada, sedangkan tangannya sibuk mengeringkan rambut dengan handuk.

"Aaaaaaaa." Teriak Arin sambil menutup matanya.

Gavin yang mendengar teriakan cukup keraspun melihat Arin yang tengah menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

"Kenapa?" Tanya Gavin polos sambil mendekati ranjang.

"Ka-kakak kenapa ada disini? te-terus kenapa gak pake ba-baju?" Tanya Arin dengan nada terbata. Dia kaget dan mungkin lupa jika Gavin sekarang adalah suaminya.

"Karena ini kamar gue. Dan gue habis mandi." Jawab Gavin santai. Arin sulit mencerna ucapan Gavin hingga dirinya ingat jika semalam dirinya sudah sah menjadi istri dari kakak kelasnya itu.

Arin sedikit demi sedikit membuka tangannya yang menutupi wajah. Gavin tidak ada ditempatnya tadi. Arinpun bernapas lega.

Saat dia menoleh kesamping ranjang, dia kembali berteriak. Arin kaget, Gavin sudah ada disana dengan kondisi yang masih sama.

Ini pertama kalinya Arin melihat hal seperti ini. Apalagi mereka didalam kamar berdua saja dan disuguhi pemandangan tubuh yang dipenuhi roti kotak.

"Kak pake baju!" Titah Arin, dia tidak habis pikir dengan kelakuan Gavin yang tidak tau malu.

Gavinpun mengambil bajunya dari koper lantas memakainya. Setelah itu Arin kembali menurunkan tangannya dan beranjak bangun dari kasur menuju toilet. Dia harus membersihkan diri mengingat semalam dia langsur terlelap tanpa mandi.

Silent Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang