2). BERUBAHNYA ANGKASA

3.4K 110 2
                                    


9 tahun kemudian...

Dirga menghembuskan nafas yang entah sedari kapan dia tahan. Ia memasuki rumahnya dengan merangkul seorang perempuan cantik nan molek. "Assalamualaikum"

Sesosok pembantu rumah tangga, Bi Titin keluar dari balik pintu. "Mari masuk Tuan, Nyonya"

"Angkasa mana Bi?" Tanya Dirga kepada Titin sambil masuk kedalam ruamhnya.

Titin bingung harus mengatakan apa sama Dirga. Sebelumnya ia pernah berjanji kepada Angkasa untuk tidak mengatakan kemana ia pergi.

"Kenapa diam Bi?" Dirga memecah pikiran Titin. Ia terpaksa harus jujur kepada Dirga.

"Den Angkasa, barusan keluar Tuan" kata Bi Titin dengan logat jawanya.

"Bawa motor?"

Bi Titin mengangguk pelan kepada Dirga. Sedangkan Dirga menggeleng gelengkan kepalanya karena tingkah Angkasa yang menurutnya sudah melewati batas.

"Pasti dia balap motor lagi sama temen temennya. Sebentar lagi ulang tahun yang ke 18 akan dimeriahkan. Tapi tetap saja Angkasa tidak ada perubahan" eluh Dirga sambil mendaratkan pantatnya diatas sofa ruang tamu.

Perempuan yang sedari tadi menemaninya, mengelus elus punggung Dirga dengan lembut. Ia juga ikut duduk disamping Dirga. "Ya, kamu sabar aja mas. Maklum masih ABG" tenangnya.

Dirga menoleh ke arah Yunita. "Tapi Yun, anak itu memang sudah susah banget diatur. Aku juga nggak tau apa yang almarhumah Elena ajarkan kepada Angkasa"

"Jangan suka jelek jelekin orang yang sudah meninggal, nggak baik tau mas" ucap Yunita.

Beberapa jam berlalu. Kini jam sudah menunjukkan pukul 1 am. Namun Angkasa tak juga menunjukkan ujung hidungnya. Dirga mendecak sambil menggaruk garuk kepala belakangnya yang sama sekali tidak terasa gatal itu. "Kemana anak itu. Kenapa nggak pulang pulang"

Yunita yang sedari tadi masih menemani Dirga mencoba menenangnkannya. "Sabar mas, bentar lagi juga pulang. Mas tidur dulu biar aku yang tunggu Angkasa pulang"

Tak lama kemudian lelaki bernama Angkasa berlalu dengan santai didepan Dirga dan Yunita.

"Angkasa!" Tegur Dirga.

Angkasa menghentikan langkah kakinya. Ia sama sekali tak menolehkan wajahnya kepada Dirga.

"Habis dari mana kamu?!" Lanjut Dirga mengintrogasi Angkasa.

Angkasa membuka jaket yang ia kenakan dan menaruhnya diantara tekukan lengannya. "Kemanapun saya pergi, itu bukan urusan anda"

"Kamu itu udah besar Angkasa! Angkasa Kenzie Dirgama, kamu itu penerus perusahaan restoran terbesar di Indonesia. Sebentar lagi ayah bakal buka cabang sampai luar negeri. Kamu harus belajar bisa memimpin perusahaan Ayah!" Dirga melangkah mendekati Angkasa.

Yunita ikut membela Dirga dan menepuk punggung Angkasa dengan lembut. "Apa yang dikatakan Ayah mu itu benar nak, Ibu juga bakalan support kamu buat pimpin perusahaan Ayah mu"

Angkasa memasang wajah datarnya. "Anda bukan Ibu saya, jadi jangan coba coba ikut campur urusan saya"

Angkasa melangkah menuju kamarnya. Yunita dan Dirga hanya terdiam ditempat sambil menggeleng gelengkan kepala atas sikap anak semata wayangnya itu.

Suara tutupan pintu yang keras terdengar nyaring dari seluruh penjuru ruangan.

Dibalik pintu kamarnya, Angkasa mengepalkan tangannya. Ia melapiaskan tembok rumahnya, sebuah tinjuan terlempar tepat di permukaan tembok tersebut.

"Kenapa takdir jahat sama gue!"

Ditengah amarah Angkasa, ponsel yang ia kantungi berdering hingga mengusik kemarahan Angkasa. Ia membaca motif yang masuk dilayar ponselnya.

Sasha. Pacar Angkasa. Mereka pacaran sama sekali tak menggunakan perasaan. Sasha memaksa Angkasa menjadi pacarnya hanya untuk menambah pangkat Sasha sebagai pacar cowok terkeren disekolah.

Angkasa berdecak, tak ada pilihan lain selain menjawab panggilan itu. Angkasa terdiam dan tak berani memulai panggilan itu. Dan akhirnya Sasha mengeluarkan suara.

"Hallo beibs, kita nonton yuk. Ada film bagus hari ini" ucap Sasha dengan manja.

Angkasa kembali berdecak. Ia mengacak acak rambutnya yang memang sudah berantakan. "Tengah malam buta kayak gini lo mau ajak gue nonton?! Gile lo ya! Gue lagi sibuk. Jangan ganggu gue. Bye"

Angkasa ingin mematikan panggilan teleponnya. Namun, suara Sasha yang terdengar jelas membuat Angkasa tidak jadi mematikan panggilan telepon tersebut.

"Apa lagi" bentak Angkasa.

"Ya nggak malam ini Sa, besok jam 10 pagi. Gimana?"

Tak merespon ajakan Sasha. Angkasa mematikan panggilan teleponnya. Ia membanting tubuhnya diatas ranjang kasur miliknya. Ia memandangi langit langit kamarnya yang bernuansa serba hitam dan putih itu.

Ia memilih untuk memutar sebuah lagu di ponselnya. Angkasa memasangkan earphone ditelingannya. Ia mulai menikmati alunan musik yang ia putar.Tak terasa, rasa kantuk kini menghampirinya. Angkasa tertidur.

Saat itu, knop pintu berputar, dan pintu pun terbuka. Yunita masuk kedalam kamar Angkasa tanpa permisi. Yunita duduk di pinggiran ranjang tidur Angkasa. Perlahan ia mulai membelai rambut Angkasa dengan lembut. Seperti tak ada yang terjadi kepada Angkasa. Ia tetap tidur dengan lelap diatas kasurnya.

"Ibu berjanji. Ibu akan merawatmu dengan sabar Angkasa. Ibu akan merawatmu seperti anak kandung Ibu sendiri"

Yunita tersenyun lebar kepada Angkasa yang masih tertidur. Kemudian, ia melepas earphone yang masih terpasang ditelinga Angkasa. Ia menyimpan earphone Angkasa diatas meja. Yunita berdiri dari tempat tidur dan melangkah keluar dari kamar Angkasa. Sebelum keluar, Yunita mematikan lampu diruangan Angkasa.

♤♤♤

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang