Angkasa, Jovan, Arka, dan Gibran kini sedang berdiri didepan rumah megah nan mewah. Ya, tak salah lagi, rumah yang dahulu pernah harmonis sesaat. Saat ibu dan ayah Angkasa masih terpaut ikatan cinta. Melihat keadaannya kini, Angkasa mengetahui bahwa cinta itu kejam. Ia terbentuk dengan harmonis, namun bila gagal apapun hal diluar pikiran sudah mampu diperbuat. Terlebih dengan keadaan ekonomi yang mencukupi.
Oke, back to topic. Satpam rumah Angkasa, memperbolehkan mereka masuk. Rumah ini terlihat kotor. Seperti sudah beberapa hari tidak ditinggali. Padahal, ada 7 asisten rumah tangga didalam rumah ini dulunya. Angkasa dan teman temannya itu mendaratkan pantatnya di sofa empuk dan berbahan mahal itu. Pandangan Angkasa tertuju pada sebuah gitar elektrik dan keyboard disampingnya. 'sejak kapan rumah ini ada keyboard dan gitar. Bukankah setiap kali gue ajak ayah bermin gitar dia selalu mengelak dengan alasan sibuk' pikir Angkasa.
"Woi Sa!" Gibran yang duduk disebelah Angksa, menepuk bahu Angksa dan mampu membuyarkan lamunannya. "Apaan sih nyed, ngagetin gue aja!" Seru Angkasa.
"Lagian lo ngelamun mulu! Ntar kalo kesambet gimana?!" Cetusnya.
"Lagi mikirin Athala yang pulang bareng sam Galen tadi!" Celetuk Jovan sambil disusul oleh tawaan.
Angksa menjitak kepala Jovan dengan kasar. Jovan meringis kesakitan. Angkasa menunjukkan kepalan tangannya kearah Jovan, "berani bilang kayak gitu lagi, gue botakin 'pala Lo!" Ancam Angkasa.
"Angkasa marah gaes!" Ejek teman temannya. Kini mereka tawa mereka menggema diruang tamu yang bertampilan mewah itu. Hingga seorang lelaki dengan mengenakan celana kolor dan tidak berbaju yang memperlihatkan perut sixpack nya itu menghampiri ruang tamu sambil mengacak acak rambutnya.
Angkasa mengaga melihat siapa yang dilihatnya. Rahangnya mengeras dan tak mampu berucap apa apa. 'Wajahnya mirip banget sama gue. Siapa dia sebenernya'
"WOI BERISIK BANGET SIH! KALO MU CARI SUMBANGAN, BESOK LAGI JANGAN KESINI" Ucapnya.
"Gila!! Sa, wajah Lo mirip banget sama dia. Angkasa yang mana ini?" Celetuk Jovan yang langsung menganga mengikuti posisi Angkasa.
Lelaki tersebut juga heran. Ia menunjukkan jari telunjuknya kepada Angkasa "lo s-siapa?" Ungkapnya gugup.
"Angkasa yang asli yang mana njay"ucap Arka.
"Mau apa kalian kesini?! Berani beraninya masuk tanpa ijin!" Bentak lelaki itu.
Galen mencoba menengahi agar diantara mereka tidak ada yang berantem lalu ada yang terluka. "Woi, santuy bray. Kita kesini buat nemuin Ayahnya Angkasa. Ini anaknya pak Dirga. Nah sekarang yang hadi pertanyaan gue, lo itu siapa!"
"Gue, Prayoga! Anaknya ayah gue. Gue yang punya rumah ini. Jadi, silahkan kalian pergi dari rumah gue yang megah ini, sekarang!!"
Angkasa merundukkan kepalanya. Sepertinya ia pernah mendengar nama Yoga. Tapi, dimana? "Apa lo itu kenal Athala Fauzea?" Ucap Angkasa yang sudah berhasil mengingatnya kembali.
"Tau apa lo soal Athala?! Lo siapa?! Jangan bilang lo nirukan wajah gue buat ngedeketin Athala!" Bentak Yoga.
Angkasa mengulas senyum tipis dibibirnya. "Haha. Gue Angkasa! Gak mungkin gue ngelakuin hal sereceh itu!"
"Lalu apa?! Jangan jangan lo itu orang yang mau rebut Athala dari gue kan! Bilang aja lo!" Ucap Yoga yang lalu memegangi kerah baju Angkasa dengan kasar. "Mau lo apa!"
Angkasa masih diam dan tak memberontak. Sekali lagi, ulasan senyum tipis terbentuk dibibir Angkasa. "Nggak pantes aja Athala ngira kalo lo itu psikopat. Athala salah, harusnya lo itu dikatain lebih dari seorang psikopat!" Bentak Angkasa kembali.
"Kurang ajar lo!" Sebuah pukulan mendarat dengan kasar dipipi Angkasa. Angkasapun tak tinggal diam. Dan suasana kini menjadi rusuh. Teman teman angkasa sangat kualahan untuk memisahkan mereka. Angkasa berlutut dan berlumur darah di wajahnya. Angkasa terjatuh, dan seketika itu teman temannya panik. Tak tau lagi apa yang haru mereka lakukan.
"Angkasa!!" Pandangan mereka tertuju pada seorang lelaki yanf berlari ke arah Angkasa. "Apa yang terjadi sama Angkasa?!" Panik Dirga.
"Sebaiknya, kita bawa Angkasa ke rumah sakit dulu, om. Kita takut jika terjadi apa apa" Arka memberikan saran kepada Dirga.
Dirga menganggukan kepalanya. Ia dan teman teman Angkasa mengangkat tubuh Angkasa yang lemas tak bertenaga itu ke mobil Dirga yang terparkir di garasi.
♤♤♤
"Apa yang kamu lakukan kepada Angkasa, Yoga!" Ketus Dirga.
"Ayah, dia itu siapa? Nggak penting juga peduli sama dia" jawab Yoga dengan memalingkan wajahnya dari tatapan Dirga.
Dan kini pandangan mereka tertuju pada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang inap Angkasa. Dan itu tandanya, Angkasa sudah selesai diperiksa. Teman teman Angkasa dan juga Dirga berlari mengerumuni dojter tersebut.
"Dok gimana keadaan Angkasa dok?"
"Apakah doa baik baik saja?"
"Bagaimana keadaan anak saya, Ndre?"
Dokter Andre menghela nafasnya. Ia mencoba harua mengatakan apa yang sebenarnya terjadi kepada lelaki berhidung mancung dan berlesung pipi yang kini masih terbaring diatas ranjang rumah sakit. "Kondisi Angkasa sangat buruk. Dimungkinkan, dia akan mengalami amnesia karena terlalu kerasnya pukulan yang mengenai kepalanya"
Dirga menggelengkan kepalanya. Ia tak mungkin percaya jika Angkasa terkena amnesia. Angkasa anak yang kuat. "Nggak mungkin, Ndre. Kamu tau sendiri kalo anak saya, Angkasa itu kuat"
"Berdo'alah agar tidak terhadi apa apa dengan Angkasa. Tunggu sampai ia terbangun dari masa kritisnya" ucap Dojter Andre.
"Kalau begitu saya pamit dulu, Dirga. Banyaklah berdo'a untuk kesembuhan Angkasa. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk kesembuhannya" lanjutnya sambil pergi meninggalkan teras ruangan Angkasa.
"Kalian kalau mau jenguk Angkasa, nanti sore aja ya. Biar saya dulu yang jenguk. Oh iya, makasih karena tadi udah mau tolongin Angkasa" Dirga berucap dengan manis. Lalu ia masuk kedalam ruang inap Angkasa.
Yoga yang sedari tadi duduk di kursi tunggu rumah sakit, kini ia bangkit lalu melaju didepan teman teman Angkasa dengan menatap sengit mereka. Ia melanjutkan langkahnya memasuki ruangan Angkasa.
"Bangsat lo, Nyed" cibir Arkana yang sudah larut dalam emosinya.
Gibran menghentikan langkah Arka. "Udah lah, Ka. Biarin aja. Ini rumah sakit. Kalo lo mau ngehajar dia, yang ada lo bakal berurusan sama rumah sakit ini"
"Angkasa kritis bro. Gara gara si anjing sialan itu. Kalo sampe Angkasa beneran terkena amnesia, Angkasa nggak bakalan inget lagi sama kita" cetus Arka.
"Amnesia bisa disembuhin kan. Kita berdo'a aja yang terbaik untuk Angkasa. Gue yakin Angkasa akan secepatnya bangun dari kritisnya" ucap Gibran mencoba menenangkan Arka.
"Sekarang kita pulang" lanjut Gibran sambil merangkul Arka pergi dari rumah sakit ini.
♤♤♤

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
HumorMencoba berteman dengan masa lalu itu susah dan rumit -Angkasa Angkasa Kenzie Dirgama, badboy sekolah yang sering dipuji ketampanannya. Karismtik wajah yang ia miliki memang tak ada yang mampu mengunggulinya. Namun, siapa sangka bahwa Angkasa memil...