21). Birthday

1.2K 39 0
                                    

"Happy birthday Kenzie
Happy birthday Kenzie
Happy Birthday happy birthday
Happy birthday Kenzie" Athala tersenyum kepada tubuh Angkasa yang sudah 2 bulan ini terbaring lemah di atas banker rumah sakit. Ini adalah hari yang paling ditunggu tunggunya, namun mata lelaki tersebut masih belum terbuka.

Dirga yang sedari tadi melihat perbuatan Athala tak kuasa menahan tangis. Sedangkan Yoga yang ada disebelah Dirgantara tersenyum sengit atas kemenangannya sementara ini. "Happy birthday, Angkasa. Semoga kamu cepat sadar dari masa kritis mu"

"Happy birthday Sa" ucap Yoga singkat.

"Om, Yoga, bolehkah saya ngomong berdua sendiri sama Angkasa" Athala yang dari kemarin menemani Angkasa mengucapkan permintaan itu dengan penuh harapan.

Dirgantara menganggukkan kepalanya. Ia mendorong tubuh Yoga agar ikut keluar bersamanya. Sempat Yoga meneluarkan umpatan lirih dari mulutnya. "Dasar gila. Orang sekarat diajak ngobrol"

Athala tak mempedulikan hal itu. Ia masih menatap Angkasa dengan air mata yang sudah tak bisa ia hentikan dari kemarin. "Angkasa, gue mohon jangan tinggalin gue"

"...Maafin Gue karena penyebab pertengkaran lo sama saudara kandung lo itu adalah gue. Tante Elena juga sebenernya masih hidup Sa. Lo cepet bangun ya" lirih Athala.

"...Bentar lagi kita bakalan UN kelulusan. Gue harap lo bisa ngerjain UN sama sama. Kapan lo bangun. Sa, Gue bakalan terus jagain lo disini. Liat kalung yang waktu itu lo berikan sama gue, Sa. Gue bakal pake kalung ini setiap hari kemanapun gue pergi. Walaupun ini cuma mainan gue nggak peduli"

Tak ada respon dari Angkasa. Matanya masih saja tertutup. Hal itu membuat Athala semakin menangis tanpa henti. Perlahan ia mulai mendekatkan bibirnya pada kening Angkasa. Athala membalikkan badannya dan keluar dari ruangan itu.

Dirga dan Yoga tidak terlihat diruang tunggu. Yang ia lihat hanyalah Galen disana. Ia pun memutuskan untuk duduk disebelah Galen. Mereka saling menatap ke depan dengan pandangan kosong. Tak ada suara yang menyertai mereka.

Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya Galen membuka suara dengan lembut. "Apa lo beneran sayang sama Angkasa?"

Deg

Athala sendiri tak tau bagaimana perasaannya terhadap Angkasa. Yang pasti ia sangat tak mau kehilangan Angkasa dihidupnya. Apa ini artinya cinta? Atau bahkan ini hanya sekedar perasaan sementara.

"Kenapa diem?" Tanya Galen sekali lagi.

"Apa lo mau denger cerita tentang Angkasa? Yang jelas saat lo denger ini lo bakal kira gue itu jahat dan lain sebagainya"

"Cerita ap--" belum selesai Athala menjawab Galen sudah memotongnya. "Jangan banyak tanya, ayo ikut gue"

Galen menarik tangan Athala untum mengikutinya. Tak ada pilihan lain. Athala hanya bisa menuruti mau Galen tanpa mengetahui tujuannya. Ia terus berjalan bersebelahan dengan Galen di lorong rumah sakit.

"Athala. Lo laper?" Tanyanya.

Dari pada Athala boong tapi nanti ia malah jadi sakit, Athala menginginkan mengatakan jujur kepada Galen. Ia cukup membalas pertanyaan Galen dengan anggukkan kepala. Alhasil, Galen mempercepat langkahnya dengan tangan yang tetap menggandeng tangan gue. Langkah kakinya sekarang semakin cepat.

"Yaudah kita ke kantin rumah sakit ya!" Ujarnya sambil tetap berjalan.

Mendengar kantin rumah sakit, dengan seketika kaki Athala terhenti. "Len tunggu"

Langkah Galen ikut terhenti. Ia membalikkan badannya menghadap Athala yang masih tertinggal dibelakangnya. "Kenapa La? Lo nggak mau makan?"

Athala menggelengkan kepalanya.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang