CHAPTER 15

1.3K 44 4
                                    

Sudah beberapa hari ini Elena tinggal di apartemen Angkasa. Entahlah, Angkasa sendiri tidak tau siapa sebenarnya Ibu gila yang bersamanya itu. Yang pasti dia sangat mirip dengan Elena, dan Angkasa yakin bahwa itu Elena. Suatu hari waktu akan menunjukkan semua kebohongan yang begitu dalam menjadi sebuah ending yang bahagia. Semoga.

"Angkasa, Ibu lapar. Kamu tolong beliin diluar ya, tapi jangan bilang sama papa kamu" ucap Elena sembri menggoyang goyangkan lengan Angkasa yang sedang duduk disampingnya.

"Bu, tenang aja. Angkasa bakal masakin spesial untuk Ibu hari ini" Angkasa melangkahkan kakinya menuju dapur kecil yang berada di apartemennya itu. Ia mulai membuka kulkas dan melihat bahan apa yang bisa ia masak hari ini. Sialnya, sayuran yang ada didalam kulkas tidak lengkap. Hanya ada dua buah wortel dan beberapa buah tomat. Ia kembali menutup pintu kulkas, lalu beranjak menuju rak tempat ia menyimpan makanan instan. Ia menghela nafas lega karena berhasil menemukan dua bungkus spageti disana. Ia coba menyiapkan panci dan mengisinya dengan air 1/2 dari kapasitas maksimal panci. Tombol kompor kini mulai diputar hingga hiduplah api berwarna biru dibawahnya. Cukup lama ia menunggu air itu mendidih, hingga akhirnya beberapa batang spageti masuk kedalamnya. Sepertinya makanan yang ia masak sudah matang. Diangkatlah panci tersebut dengan tangannya yang diperantarai dengan sehelai kain tebal. Tak lupa juga ia memberikan toping atau hiasan diatas spageti tersebut. Setelah memastikan spagetinya layak untuk dimakan, ia memberikannya kepada ibunya.

"Kamu pinter masak Angkasa! Nggak salah ibu punya anak kayak kamu! Tapi ayah kamu itu jahat. Kalo kamu ketemu sama ayahmu, hati hati ya. Nanti ibu tinggal di rumah sakit gila lagi" cetus Ibu sambil memasukkan sesendok penuh spageti dimulutnya.

Mendengar hal tadi, Angkasa semakin penasaran siapa Ibu ini sebenarnya. Apalagi waktu ia mendengar kalimat 'rumah sakit gila' yang keluar dari mulutnya. Sepertinya Angkasa perlu mengklarifikasikan hal itu. "Bu, Ibu pernah tinggal di rumah sakit gila? Kenapa? Siapa yang melakukan itu kepada Ibu?"

Ibu itu meenghentikan aktivitasnya. Bola menatap tajam ke arah Angkasa.
"Dia itu jahat. Aku nggak mau inget inget dia lagi! Dia itu iblis! Aku nggak mau inget inget dia lagi!" Teriak ibu itu hingga memecahkan beberapa barang yang ada didepannya, termasuk masakan yang baru saja ia buat. Kondisinya kini parah. Ia menangis sambil menghancurkan apa saja yang bisa ia hancurkan. Ia berdiri lalu berlari keranjang dan menengkurapkan tubuhnya diatasnya. Ia menutup kedua telingannya dengan bantal.

Jujur saja Angkasa sedih. Ia menyaksikan secara langsung keterpurukan Ibu yang entah benar ibu kandungnya atau bukan. Perlahan ia melangkah mendekati Ibu dan langsung mendekapnya. Namun, Ibu itu menghalangi tangan Angkasa yang ingin memeluknya. Ia menepisnya lalu menampar pipi Angkasa. "INI SEMUA GARA GARA KAMU! AKU NGGAK MAU LAGI INGET INGET DIA! DIA BUKAN SIAPA SIAPA LAGI DIHIDUPKU!" dengan wajah bingung dan marah yang disertai tangisan itu Ibu terus menghancurkan isi kamar Angkasa.

"IBU! MAAFKAN ANGKASA BU! ANGKASA NGGAK ADA MAKSUT BUAT NYAKITIN IBU! SEKARANG IBU DENGERIN ANGKASA, TENANG BU" instruksi Angkasa sama sekali tak membuat Ibu itu mereda. Ia tetap menangis, menjerit jerit serta membanting barang barang koleksi Angkasa.

Hingga akhirnya dua orang petugas mendatangi kamar Angkasa. Ia mencoba membantu Angkasa untuk menenangkan Ibu itu.

♤♤♤

"Mas, terimakasih ya. Nanti kerugian yang di apartemen biar saya aja yang bayar" ucap Angkasa didepan dua orang petugas apartemen.

"Oh iya mas. Tapi saya peringatkan, jika memang ibu ini seperti ini lagi, penghuni apartemen lainnya terganggu mas. Harap dikondisikan ya. Terimakasih mas, kami pamit dulu" ucap salah satu petugas itu lalu keduanya melangkah meninggalkan Angkasa sendirian di ruang tunggu rumah sakit.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang