Kaki Athala telah lama tergantung dari sebuah kursi tinggi yang ia duduki. Sudah beberapa jam, Athala dan Angkasa terdiam sembari menunggu orang tua mereka.
Sebuah rasa sesal dan bersalah kian menggebu pada benak Angkasa. Ruang BK kini terlihat sepi dan terdengar sunyi. Berkali kali, Angkasa mengucap maaf kepada Athala, tapi semua itu tak mampu membuat Athala mengeluarkan sedikitpun suaranya untuk Angkasa. Kepala Angkasa yang masih saja terasa nyeri, seakan menekankan pikirannya untuk kembali ke masa lalunya. Namun, dimensi pikirnya tak mampu menandingi gelapnya semesta dipikirannya.
Tak lama, knop pintu terbuka lebar. Athala berdiri lalu menyalami tangan Dirga dan Elena yang baru saja masuk. Nayyara, juga masuk kedalam ruang tersebut dengan wajah cemas. Ketiga wali itu dipersilahkan duduk ditempat tamu ruangan berbentuk balok yang memiliki ukuran cukup luas.
Dengan wajah marahnya, Bu Yeni menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Angkasa dan Athala. "Begini, bapak, ibu. Anak anda telah melakukan perbuatan yang memang dilarang dalam peraturan sekolah. Memang untuk usia remaja, itu masa pubertas. Tapi hubungan yang diumbar didepan teman temannya akan membuat temannya itu ikut ikutan seperti mereka. Itu juga akan menyebabkan konsentrasi belajar siswa menurun"
"Bu, berapa kali Angkasa bilang. Angkasa yang salah, Athala nggak salah. Jangan coba coba ibu salahin Athala bu" tegas Angkasa dengan penuh amarah.
Dirga pun membuka mulutnya untuk mengetajmhui apa yang sebenarnya terjadi pada Angkasa dan juga Athala secara jelas. "Memangnya, Kenapa bisa Angkasa ngelakuin semua itu didepan siswa dan siswi lain?"
Beberapa detik, ruang bernuansa putih ity disertai kesunyian. Hingga Athala memberanikan dirinya untuk berkata apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. "Tadi, Angkasa seperti memaksa untuk mengingat masa lalunya, Om. Athala khawatir. Athala udah bilang ke Angkasa supaya nggak maksain ingatannya pulih. Tapi Angkasa nggak mau menghentikannya. Akhirnya, Athala pelut tubuh Angkasa karena takut ada apa apa sama Angkasa, Om"
"Bu, apa penjelasan Athala kurang jelas? Kami itu nggak sengaja bu!" bela Angkasa sambil menatap tajam wanita berambut putih didepannya.
"Bu, kami benar benar minta maaf atas kesalahan anak kami. Ini bukan sepenuhnya salah mereka. Mereka sama sama tidak sengaja. Jika Athala tidak memeluk Angkasa, pasti Angkasa juga akan jatuh pingsan. Jika begitu, pasti akan merepotkan pihak sekolah nantinya. Toh, Angkasa juga baru sembuh dari sakitnya" jelas Nayya.
"Pemecahan masalahnya bagaimana bu? apa anak kami akan menerima hukuman?" lanjutnya.
"Untuk menghindari hal hal yang negatif, saya berniat untuk memindaakan Athala dikelas IPS" jelas Bu Yeni.
Mendengar itu, Angkasa sama sekali tidak setuju. Dengan emosi yang menmbakar, Angkasa membantah hukuman yang diberikan. "Bu, ya nggak bisa gitu dong! Athala nggak salah! Kenapa harus Athala yang dipindahin ke kelas IPS? Angkasa aja bu, Angkasa yang salah kan"
"Nggak Sa, ini juga salah gue. Gue ikhlas kok pindah ke IPS" ucap Athala yang dipenuhi air mata di pipinya.
"Em, Bu. Kenapa harus dipindahin ke kelas IPS? Bukankah jurusan yang telah dipilih anak kami itu menentukan masa depan mereka. Tanpa maksut melawan, kami tidak setuju, Bu" jelas Dirga.
"Oke, jika memang ada tidak setuju, Athala dan Angkasa harus kami skors 3 hari. Pernyataan ini tidak bisa diganggu gugat. Ini sudah menjadi konsekuensi perilaku Athala dan Angkasa"
"Bu, kami memang benar benar tudak sengaja bu! sekolah macam apa ini! Hanya ketidak sengajaan, menjadikan sebuah hukuman skors. Kalo begitu, Angkasa rela bu keluar dari sekolah ini, asal Athala nggak di skors!" bantah Angkasa yang lalu keluar dari ruangan itu.
"Jika memang begini, saya akan memutuskan hukumannya setelah berdiskusi dengan guru yang lain"
♤♤♤
"Sa, lo gimana? Denger denger dipindah kelas ya? Athala juga?" tanya Arka saat melihat Angkasa yang baru saja duduk disebelahnya dengan wajah yang murung.
Angkasa menggelengkan kepalanya beberapa kali. Tiba tiba saja muncul sebuah ide dipijiran Angkasa untuk membuat hukuman Angkasa dan Athala ditiadakan. "Hei, kalian semua! Mau bantuin gue nggak?"
"Bantu apa?" tanya Galen yang masih saja mengunyah permen karetnya.
Angkasa seakan memberi kode kepada teman temnnya untuk mendekatkan telinga mereka. Entah apa yang Angkasa katakan pada Jovan, Arka, dan Galen, tapi ide ini memang ide yang sangat konyol.
"Hah? apa!! Demo?! Astaga Sa!!! Lo mau bunuh kita secara perlahan itu namanya! Ya kalo pihak sekolah mau hapusin hukuman lo! kalo nggak, yang ada kita juga senasib kayak lo!" celetuk Jovan.
"Yakin deh sama gue, kali ini rencana gue bakalan berhasil kok! Gue nggak juga bakal ngelibatib semua yang ada disini, nggak lo doang kok!" Ucap Angkasa yang penuh dengan permohonan.
Mau tak mereka itu menhetujui permintaan Angkasa. Galen, Jovan, dan Arka memberitahu semua siswa dan siswi yang ada dikelas IPA maupun IPS membuat sebuah poster untuk membebaskan hukuman Angkasa dan Athala. Mereka kini telah menyebar ke seluruh ruang jelas yang ada. Sedangkan Angkasa menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Saat tengah menikmati kesaiannya di sekolah, tiba tiba saja pukulan keras mendarat di pipinya. Angkasa memegangi pipinya yang masih terasa panas.
"MAKSUT LO APA NYERET ATHALA SAMPAI KE BK GITU! LO MAU NGELUARIN ATHALA DARI SINI?!" Tegas Arga dengan wajah yang merah dan tangan yang mengepal. Athala yang ada dibelakang Arga memegangi kedua tangan Arga dengan isakan tangis yang menyertai.
"Ga, cukup Ga. Ini bukan salah Angkasa" suara Athala terdengar melengking di telinga Arga.
"APA YANG LO BANGGAIN DARI ANGKASA LA! LAKI LAKI BANGSAT KAYAK DIA ITU HARUS DI MUSNAHIN DIMUKA BUMI INI! LO ITU CUMA DIBIKIN TARUHAN SAMA ANGKASA DAN TEMAN TEMANNYA! APA LO BAKAL TERUS NGEBELAIN ANGKASA?" tegas Arga dengan suara meninggi.
Athala mengusap air matanya. Ia membalikkan tubuh Arga hingga menghadap ke arahnya. Angkasa meneguk ludah tanpa mengalihkan tatapannya. "Apa lo bilang? taruhan? Lo nggak usah nuduh sembarangan, Ga! Angkasa itu sahabat gue dari kecil, nggak mungkin dia ngelajuin hal itu!"
Tawa Arga terdebgar kencang ditelinga Athala dan Angkasa. Untung aja ruang ini masih kosong karena siswa dan siswinya tengah mengganti baju olahraga, pasti masalah ini tak akan terdengar ke jalur hukum sekolah. Arga mengeluarkan handphone dari sakunnya.
Audio on: "Parah Len, lo nggak mau rebutin Athala lagi Len?"
"Iya, kita itu pernah bikin taruhan Sa, siapa yang bisa deketin Athala bakal jadi ketua geng motor kita! Lagian, Lo nggak ada capek capeknya jadi ketua, kita juga mau kali, Sa!"
Deg.
Baru saja Athala merasakan nyaman didekat Angkasa. Tapi sekarang,harapannya kini telah hancur. Hatinya seakan tersayat sembilu. Air mata mengalir sangat deras dari mata Athala. Ia menatap Angkasa dengan tajam.
"La, gue bisa jelasin La. Waktu itu gue cuma--" ucap Angkasa mencoba untuk menjelaskan apa yang dulu ia lakukan pada taruhan itu.
Athala menggelengkan kepalanya seakan tak percaya apa yang telah Angkasa lakukan padanya. Athala menghentakkan kakinya keluar dari ruang kelasnya.
♤♤♤
Halo halo!
Semangat ya membacanya:)
Semoga terhibur:*penasaran kan apa yang bakalan terjadi selanjutnya sama Angkasa dan Athala?
Tunggu kelanjutan ceritanya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
MizahMencoba berteman dengan masa lalu itu susah dan rumit -Angkasa Angkasa Kenzie Dirgama, badboy sekolah yang sering dipuji ketampanannya. Karismtik wajah yang ia miliki memang tak ada yang mampu mengunggulinya. Namun, siapa sangka bahwa Angkasa memil...