27). Masa lalu

1.1K 37 5
                                    

Perlahan, langit yang memancarkan cahaya merahnya, mulai meredup. Angin yang sedari tadi berhembus, seakan berbisik tentang apa yang akan terjadi selanjutnya dikehidupannya. Ini memang benar benar sulit. Semesta seakan berdiskusi dengan Sang Pencipta. Sesak rasanya jika pilu kembali menyelimuti tubuh, seakan mencekik kebahagiaan. Angkasa yang biasanya diterangi oleh beberapa benda langit yang terang, kini kian meredup. Sulit, namanya saja Angkasa kenapa dia tak sesuai dengan ekspetasi sang pemberi nama. Jika begitu, malam akan menjadi asing merambas dimesi berdinding keras di pikiran Angkasa.

Belaian tangan lembut, kini dapat Angkasa rasakan di tubuhnya. Belaian lembut itu seakan memberi kekuatan pada Angkasa agar tidak menyerah dan dapat memperbaiki kesalahannya di masa lalu. "Angkasa, kamu kenapa? Apa kamu baik baik saja? Bicaralah sama Ibu"

Tak ada jawaban. Mulutnya kian membisu karena pasung duri yang menghiasi seluruh hatinya sekarang ini. Namun, wanita yabg sudah mulai menua itu tetap berusaha membelai lembut tubuh Angkasa yang masih saja terbelenggu kegalauan. "Kenapa? Kamu ada masalah dengan Athala? Cerita dong sama ibu"

"Angkasa nggak mau Athala keluar dari sekolah gara gara Angkasa bu, Angkasa udah melakukan kesalahan besar yang membuat Athala tersakiti bu. Angkasa sama temen temen taruhan buat dapetin Athala bu" jelas Angkasa.

Elena mengernyitkan dahinya. Ia mendaratkan bokongnya disebelah Angkasa. "Ibarat buah, perempuan itu seperti Anggur. Berkulit tipis dan mudah tergores. Didalam buah Anggur terdapat beberapa butiran bijinya yang begitu keras. Sama seperti perempuan. Jika kita berbuat sesuatu yang mampu melukai kulitnya saja, lama lama dalemnya akan membusuk. Kalo udah busuk, udah nggak bisa lagi dimakan. Perempuan ada kalanya merasa keras kepala, sama seeperti bijinya. Minta maaflah kepada Athala. Athala gadis yang baik, pasti dia mau maafin kamu"

"Iya bu, Angkasa bakalan coba minta maaf ke Athala sekarang juga. Angkasa pamit ya bu" pamit Angkasa yang lalu berlalu meninggalkan Elena.

Ia mulai memakai helm dan melajukan motornya ke rumah Athala. Beberapa menit berkendara, Angkasa sampai didepan rumah Athala. Tapi, rumah yang terbilang cukup besar itu gelap dan juga sepi. Seorang bapak bapak berbaju satpam melintas didepannya. Tak salah lagi, itu pasti satpam kompleks yang tengah beronda. Angkasa menghentikan bapak itu. "Pak, Tante Nayya sedang pergi ya? kemana?"

"Kamu saudaranya ya? Tadi Bu Nayya bilang mau pergi, tapi nggak tau pergi kemana" jawab satpam itu dengan sopannya.

Angkasa mengucapkan terimakasih kepada satpam itu. Ia kembali melajukan motornya dengan kecepatan maximum. Ia pun menghentikan laju motornya disebuah taman yang tak jauh dari kompleks rumah Athala. Angkasa menghela nafasnya dengan panjang, dan menghembuskannya dengan sesak. "Gue harus cari lo kemana, la. Gue sama sekali nggak hafal jalan di kota Jakarta yang sebesar ini"

Betapa terkejutnya Angkasa melihat Galen tengah jalan bersama seorang gadis. Dan sepertinya, gadis itu familiar di pikiran Angkasa. Angkasa mendekati Galen yang tengah menyantap somay bersama gadis itu. "Galen, Sa...sha. Kalian ngapain disini? oh gue tau, jangan jangan kalian,,, pacaran ya? Udah lama ya? kok gue nggak tau"

"Emm-- Angkasa! Kita nggak ngapa ngapin kok, cuma makan somay ni. Kita pacaran udah..." belum saja Galen menyelesaikan ucapannya, Sasha menyahut perkataannya.

"Udah lama, lo mau makan somay Sa?" tawar Sasha yang masih saja mengunyah makanannya.

"Sayang, kalo ngomong jangan sambil ngomong, ntar kesell--" Galen refleks mengucapkan kalimat itu didepan Angkasa. Semoga saja ini tidak akan membuat ingatan Angkasa pulih. Jika dilihat dari wajahnya, Angkasa memang benar benar tidak mengingatnya. Angkas terlihat bahagia ketika melihatnya dengan Sasha.

"Yaudah, gue cabut dulu ya" pamit Angkasa yang lalu pergi meninggalakab Sasha dan Galen ditaman itu. Angkasa melajukan motornya kembali ke rumah.

Dengan langkahnya yang lesu, Angkasa memasuki rumahnya. Kini rumah yang berdiri megah itu terhias mewah oleh aksesoris dan sebagainya. Dirga tersenyum melihat kepulangan Angkasa. "Hai, Sa. Gimana kamu suka? Besok malam acara ulang tahun kalian ke 18 bakal dirayain sebesar besarnya"

Angkasa sama sekali tak mengubah raut wajahnya yang lesu. "Yah, kayaknya nggak usah deh pake ulang tahun segala. Tanpa Athala hidup Angkasa jadi sepi, ayah"

Dirga tertawa melihat tingkah laku Angkasa. Cinta itu memang buta dan tuli. Semewah apapun, tanpa cinta semua tidak akan berarti. "Kamu iti bisa aja, Sa. Kan Athala pasti hadir di ulang tahun kalian. Kenapa harus dibatalin? Semua pengusaha besar di Indonesia bakalan hadir untuk menawarkan kerjasama dengan kamu"

"Tapi, Angkasa itu belum lulus sekoalah, yah" tanpa mau mendengarkan ucapan apapun lagi dari Dirga, Angkasa melajukan langkahnya menuju ruang kamarnya. Ia mendapati Yoga yang tengah sibuk memainkan game online di laptop Angkasa. "Ngapain disini? Laptop lo sendiri kemana?"

Yoga menoleh ke arah sumber suara. Yoga mengernyitkan dahinya dan kembali menatap layar laptop Angkasa. "Wifii disini lebih kuat"

Angkasa membanting tubuhnya di atas ranjangnya. Wajahnya menatap ke langit langit kamarnya, tapi dalam hatinya tetap saja memikirkan Athala. Tiba tiba saja, ia teringat dengan Arga. Mungkin aaja Athala tengah dirumah Arga sekarang. Jika besok Athala tak berangkat sekolah, Angkasa berjanji akan menjemput Athala di rumah Arga.

"Kenapa? Ada masalah apa sama Athala?" tanya Yoga yang tiba tiba saja berhenti memainkan game online nya. "Kali aja gue bisa bantu"

"Lo mana tau urusan hati? Setau apa lo tentang Athala?" gertak Angkasa.

Yoga bangkit dari tempat duduknya. Ia menutup laptop dan berjalan ke arah jendela kamar Angkasa. Perlahan, Yoga membuka jendela kamar. Kemudian, tangan tangannya merogoh saku celananya, alhasil dia menemukan sebatang rokok dan korek api. Yoga mulai membakar ujung rokok dengan api kecil yang muncul dari korek api itu. Asap mulai muncul setelah Yoga menghisapnya. Yoga terkekeh memandangi lingkungan gelap diluar kamar Angkasa. "Hahah, gue nggak hanya tau tentang Athala. Athala itu separuh hidup gue"

"Tapi sebelum ada lo" lanjut Yoga dengan melirik sengit ke arah Angkasa.

Mendengarnya, Angkasa seperti bersemangat ingin menggali lebih dalam tentang Athala. Dengan cepat, Angkasa berjalan dan duduk di sebuah kursi didekat Yoga. Angkasa sendiru juga bingung kenapa Yoga bisa bisanya bicara seperti itu didepan Athala. "Apa maksut lo? Kenapa lo yakin bisa tau semua tentang Athala?"

Sekali lagi, Yoga terkekeh mendengar pertanyaan dari Angkasa. Yoga menganggap Angkasa itu hanya bocah ingusan yang kehilangan ingatan, bodoh, dan egois. "Gue pernah menjadi yang pertama didalam hati Athala. Sedangkan lo, hanya manusia pengrusak yang datang untuk menghancurkan semuanya"

"Ha? Bisa nggak sih ngomong yang jelas" tegas Angkasa yang penuh dengan rasa ingin tahunya.

"Iya, gue mantannya Athala. Kenapa? Tapi, udahlah. Toh cuma masa lalu. Lagi pula gue sadar, Athala sukanya sama lo! Athala itu cewek yang beda. Gue tau kok, Sasha mantan pacar lo itu pacaran lo cuma dia mau pansos aja. Beda sama Athala, dia itu tulus. Sekali lo sakitin hatinya, buat ngungkapin maaf saja susah. Besok lo cari aja Athala di apartemen deket sini dikamar no. 087. Itu adalah apartemen yang Papa Athala beli untuknya ketika sudah bekerja kelak. Gue bisa menjamin kalo Athala dan Tante Nayya pasti ada disana" jelas Yoga yang membalikkan tubuhnya 180 derajat hingga dia menatap Angkasa dengan tajam. "Lo beruntung bro, bisa deket sama Athala. Kalo Athala nggak mau maafin lo, ya itu urusan lo! Gue bakal ngelakuin seribu cara buat ngerebut hati Athala---lagi"

Angkasa terdiam beberapa detik. Ia menghela nafas panjang yang entah sedari kapan ia tahan. "Apa? Sasha mantan gue? Bukankah Sasha itu pacarnya Galen?"

Yoga terkekeh setelah mendengar pertanyaan dari Angkasa barusan. "Saran gue, lo jangan terlalu bodoh. Dan lo juga jangan terlalu lemah. Kalo lo mau sembuh, semua tergantung sama niat dan usaha lo"

Yoga berniat untuk meninggalkan kamar Angkasa. Namun,tangan Angkasa memegang erat pergelangan tangan Yoga yang menyebabkan Yoga berbalik badan dan menatap wajah Angkasa. Angkasa menepuk pundak Yoga dan memasang senyum di wajahnya. "Makasih bro, lo udah beri petunjuk sama gue"

Tak ada jawaban dari Yoga. Lelaki berwajah datar itu membalikkan badan dan keluar dari kamar Angkasa. Angkasa memandangi wajahnya yang terpantul dari kaca. Ia merasa ada yang aneh dari hidupnya. Tapi mungkin ini hanya efek dari rasa penasarannya saja. Angkasa tidak bisa terus terusan seperti ini. Ia merasa dirinya itu adalah manusia yang tidak pernah merasakan masa yang pernah dilalui orang biasanya. Ia merasa ia tiba tiba hidup langsung menjadi dewasa tanpa sebuah proses.

♤♤♤

Halo halo!!
Bagaimana nih cerita kali ini?
Semoga saja ingatan Angkasa cepet balik ya
Nggak tega liat cowok tampan tersakiti wkwk

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang