17. Ngambek

65.9K 2.3K 165
                                    

Qeyla menatap sebuah nisan didepannya, nisan yang bertuliskan nama seorang gadis yang telah mengorbankan nyawanya untuknya dan kembarannya.

Nisa, gadis yang penuh dengan senyuman di wajahnya. Gadis yang masih lugu dan gampang terjerat dalam pergaulan.

Qeyla melihat foto masa kecil Nisa bersama Devan. Seorang anak kecil yang manis memiliki rambut panjang bergelombang duduk bersama seorang anak laki-laki yang tak lain tak bukan adalah Devan.

Qeyla berfikir, jika saja Nisa masih ada. Ia akan memberikan segalanya untuk membuat gadis itu bahagia. Tapi, takdir berkata lain. Qeyla sama sekali tidak sempat melihat Nisa untuk terakhir kalinya.

Tangan Qeyla terangkat menyentuh nisan tersebut. "Hai Nisa, gue dateng buat jengukin makam lo. Terimakasih dan maaf. Terimakasih telah mengorbankan nyawa lo demi kesembuhan gue dan Qila. Maaf gue nggak bisa nemuin lo untuk terakhir kali nya dan maaf karna gue lo nikmatin sisa hidup lo di penjara."

"Andai lo masih hidup, gue akan nganggap lo jadi adik gue. Karna, kata Devan lo nggak nerima kasih sayang dari orang tua lo kan? dan hanya memiliki Devan yang lo anggap jadi kakak lo sendiri. Tapi, takdir berkata lain. Gue cuma bisa ucapin kata terimakasih buat lo dan selalu doain lo agar tenang disana."

"Mungkin ini belum cukup untuk nebus nyawa yang lo korbanin. Maaf in gue, gue tau lo orang baik." Ujar Qeyla lirih "Lo pasti tanya-tanya kan? Kenapa kembaran gue nggak jengukin lo? Karena dia belum tau yang sebenarnya. Nanti gue pasti kesini lagi buat bawa Qila. Gue janji." Ujar Qeyla tersenyum tipis.

"Dan maaf sekali lagi, gue udah rebut Devan dari lo. Thanks Nisa, gue pamit dulu."

Sebelum meninggalkan makam Nisa, tak lupa Qeyla memberikan sebuket bunga disana. Lalu ia berdiri dan meninggalkan makam Nisa bersama Devan.

Qeyla menghela nafasnya setelah keluar dari TPU, semilir angin sore membuat rambutnya beterbangan. Qeyla menoleh "Van?" Panggil nya.

"Gimana?"

Qeyla memegang perutnya dan berkata "Laper." ujarnya

Devan menghela nafasnya pelan "Pulang dulu, mandi terus makan."

🐇🐇🐇

Qila menuruni tangga dengan perlahan, serta menatap sekeliling apartemennya. Terlihat sangat sepi. "Bi, bibii... Ohh bibi." Teriak Qila

"Eh, iya Non. Mau di buatin makanan apa?" Tanya Bi Surti.

Qila menjatuhkan bokongnya di sofa "Nggak usah bi nanti aja, Alvaro belum pulang?" Tanya Qila, pasalnya pria itu ada rapat osis sepulang sekolah yang mengharuskan ia pulang sendirian dan ini sudah pukul 17.19.

"Belum Non." Jawab Bi Surti.

Qila menghembuskan nafasnya pelan, "Kebiasaan" Gerutunya "Bi, tolong buatin mie instan yang pedes ya."

"Non Qila kan belum boleh makan mie instan. Bibi nggak mau ah nanti Non Qila dimarahin Den Alvaro lagi." Jawab Bi Surti.

"Ih.. Bi. Qila lagi pengen makan mie instan yang pedes. Udah lama banget nggak makan."

"Tapi Non-."

"Bibi yang buatin apa aku buat sendiri?" Ancam Qila.

Dengan terpaksa Bi Surti pun membuatkan mie instan untuk Qila. "Ya udah Non, tunggu sebentar ya."

Qila mengangguk dan tersenyum, ia sudah lama tidak makan mie instan setelah keluar dari rumah sakit kemarin. Apalagi Alvaro, yang masih menjaga makanan yang dimakan Qila.

Qila menyendokkan satu sesendok mie instannya ke dalam mulutnya, bersamaan dengan Alvaro yang tiba-tiba datang.

"Gini ya, kalau nggak ada aku."

LOVE ACTUALLY Part 2 (Proses Penerbitan + Perkembangan Part)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang