17 - Tunangan?

318 100 37
                                    

23.00

Inka memasuki rumah bersama Kenzo. Acara baru saja selesai. Inka tidak pulang bersama Cakra karena takut merepotkan cowok itu. Untung saja Kenzo membawa mobil, jadi lebih baik Inka menebeng dengan kakaknya saja.

Inka sedang memasukkan mobil Kenzo ke dalam garasi karena Kenzo sedang mabuk. Inka pun memerintahkan Kenzo untuk memasuki rumah terlebih dahulu. Walaupun mabuk ringan, Inka tidak ingin mengambil resiko. Setelah mobil terparkir rapi, Inka bergegas masuk ke dalam rumah. Untung besok hari minggu, jadi ia bisa menghabiskan waktu untuk istirahat.

Sebelum pergi ke kamar, Inka membelokkan langkahnya menuju dapur karena kerongkongannya yang tiba-tiba terasa kering. Tapi ia mengurungkan niatnya, saat melihat Genta yang sedang menahan emosi sembari mendetingkan sendok pengaduk kopi. Bukannya Inka berniat menguping, tapi ia penasaran siapa orang yang Genta telepon sampai bisa membuatnya semarah itu.

"Apa-apaan kamu itu! Saya sudah bekerja keras untuk mendapatkan posisi itu, dan kamu malah menyuruh saya untuk mundur!"

Mendengar itu, Inka yakin jika yang ditelepon adalah rekan bisnis Genta. Begini lah resiko jika menjadi orang sukses, banyak yang iri dan tidak terima. Inka kembali menajamkan pendengarannya.

"Tetap tidak bisa, kebahagiaan Inka nomor satu! Kamu jangan sampai mengusik anakku! Dan saya tidak ada merebut apa yang menjadi milikmu!"

"Kamu tidak terima kalau Kenzo telah kembali ke pelukan saya?!"

"Loh-loh kok nama gue di bawa-bawa. Aduh bahaya." Inka kembali menajamkan pendengarannya, ia semakin penasaran tentang hal ini. Apalagi mendengar namanya yang ikut di sebut-sebut

"Kamu yang mengambil Kenzo, Kenzo darah daging saya!"

"Kenapa kamu licik begini! Kamu sahabat saya. Saya tidak akan merelakan kerja keras saya dan orang yang saya sayangi"

"Sahabat? Setahu gue sahabat papa cuman om Devan, bokapnya Cakra," ucap Inka bermonolog.

"Lakukan saja sesukamu saya tidak akan menyerah. Selagi niat saya benar saya akan menang. Ingat jangan ganggu ketenangan keluarga saya. Dan hilangkan sifat iri dan tidak terimamu itu."

Melihat Genta yang berjalan meninggalkan dapur, Inka dengan segera berlari menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, ia mengatur nafasnya yang agak tersengal dan memutuskan untuk mandi.

Untung gak ketahuan. Gue harus cari tahu, batin Inka.

***

Matahari belum memunculkan wujudnya secara sempurna. Tetapi dua insan ini sudah berlari menyurusi taman komplek, hingga tak hentinya peluh menetes di pelipis keduanya.

Pagi ini Inka sedang berada di taman kompleknya dengan Cakra. Tadi pagi, Cakra menjemputnya untuk mengajak lari pagi. Inka tidak bisa menolak. Genta sedang menghadiri rapat pagi, sedangkan Mirna sedang pergi ke swalayan untuk membeli kebutuhan dapur, lalu pergi ke butik yang ada di daerah Jakarta Selatan.

"Stop dulu!" Inka menghentikan langkahnya dan duduk di salah satu kursi taman. Inka dan Cakra sudah berlari sebanyak lima putaran non stop.

Inka mengelap bulir-bulir keringat yang bercucuran di pelipis dan lehernya. Bodohnya, ia lupa membawa handuk kecil. Cakra yang menyadari hal itu langsung melempar sapu tangannya dan tepat mengenai wajah Inka. Gadis itu menggeram kesal, lalu membalas Cakra dengan menyambit cowok itu.

"Cara lo gak elit banget sih!" cibir Inka sambil mengelap keringatnya.

"Bacot lo, udah gue kasi pinjem juga." Inka memutar bola matanya malas.

CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang