23 - Kembali

206 51 23
                                    

"Lo kasar banget Cak. Gue udah gak kuatt--"

Bruuakk!

Bertepatan dengan pintu yang terdobrak, perkataan Inka terhenti. Mereka semua membulatkan matanya saat melihat pemandangan tak terduga di depan mereka. Sedangkan sang tersangka hanya melongo memandangi mereka.

"YAAMMPUUNN," pekik Boncel, Adit, Bian, dan Osa bersamaan.

***

"Inka lo diapain sama Cakra sampe kesakitan gitu tadi?" Pertanyaan Bian berhasil membuat Cakra melempar kotak P3K didekatnya.

"Tadi lo bilang gak kuat, gak kuat apaan?" tanya Adit.

"Inka lo kenapa nangis? Cakra ga ngapa-ngapain lo kan?" tanya Osa khawatir.

"Lo gak dikasarin sama Cakra kan?" tanya Boncel dengan watadosnya.

Pletak!

"Sialan lo Cel. Gue udah tobat yaa!" desis Cakra sambil memberikan tatapan tajamnya.

Rentetan pertanyaan tanpa jeda yang dilontarkan dari keempat sahabatnya membuat Cakra benar-benar ingin menenggelamkan wajah mereka satu persatu. Terutama pertanyaan yang di lontarkan Boncel. Tanpa pikir panjang langsung saja Cakra menyentil kasar dahi jenong cowok itu.

"Terkutuk sama pertanyaan lo semua hiks. Cakra gak ngapa-ngapain gue hiks. KALIAN HARUS TANGGUNG JAWAB GARA-GARA KALIAN ROK GUE KENA OBAT MERAH!!! KALIAN TAHU KAN NODA OBAT MERAH ITU SUSAH HILANGGG HUAAA." ujar Inka menangis sesenggukan. Beginilah Inka jika sedang menstruasi, ia akan menjadi super sensitive, dan sangat cengeng.

Maksud dari 'pemandangan tak terduga' itu adalah Cakra yang sedang mengobati lutut Inka yang berdarah. Terkutuklah dengan pikiran negatif mereka semua. Inka meringis kesakitan karena Cakra yang mengobatinya dengan kasar apalagi saat membersihkan lukanya dengan alkohol. Cowok itu dengan tidak berperasaannya menekan-nekan luka Inka sembarangan dan itu membuat Inka menangis dan meringis sejadi-sejadinya. Bukan karena Cakra melakukan kekerasan terhadap Inka.

Karena keempat teman laknatnya ini, Cakra yang kaget tiba-tiba pintu didobrak, ia sampai meleset meneteskan obat merah dan obat tersebut justru mengenai ujung rok Inka. Noda itu lumayan besar hingga membuat sang empunya kesal.

"Emang kalian pikir gue sama Inka lagi ngapain huh?" Cakra yang sedari tadi diam, sekarang membuka mulutnya.

"Gue pikir lo lagi melakukan penganiyaan." jawab Boncel tanpa di saring.

Pletak!

"Gue emang kasar, tapi gue masih punya otak buat mikir! Gue sama Inka mau pulang. Gue minta tolong sama lo semua buat ijinin kita ke guru piket." Cakra langsung mengambil alih Inka yang sedang di dekap oleh Osa. Cowok itu lantas menggendong Inka ala bridal style dan meninggalkan mereka semua.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang menatap sendu ke arah mereka. Satu sisi, hatinya merasa lega karena yang ia pikirkan tidak terjadi pada Inka. Tapi sisi hatinya yang lain, ia merasa sedih sebab tak akan ada ruang di hati Inka untuk dirinya. Mengingat Cakra yang selalu menjadi pahlawan dan selalu dekat dengan Inka walaupun status mereka sudah menjadi mantan.

Siapa lagi kalau bukan Marcellino Neandro a.k.a Boncel

***

CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang