"Jawab Ka jawab, gue butuh penjelasan." Cakra sangat penasaran siapa orang yang telah menyakiti gadisnya itu. Atau mungkin Cakra tak sadar, bahwa ia juga sempat menyakiti gadisnya.
"Oke kalo lo gak mau jawab sekarang gue mau tanya, apa lo masih cinta sama gue?" Pertanyaan spontan yang terlontar dari bibir Cakra membuat Inka mengernyitkan dahinya bingung.
Tumben dia mau bahas hal-hal yang kayak gini, batin Inka
"Iya dan seharusnya gak perlu ditanya lagi."
"Lo masih sayang sama gue?"
"Iya Cakra."
"Kalau lo sayang sama gue, kenapa lo sampe sedeket itu sama bang Kenzo. Walaupun dia sekarang udah jadi abang lo, tapi lo tetep perempuan. Sampe tidur berduaan di satu kamar?" Inka makin mengernyitkan dahinya, setelahnya ia malah tersenyum jahil.
"Lo cemburu?"
"Enggak lahh!"
"Ehh kok lo tau aktivitas gue di kamar?" tanya Inka dengan tampang polosnya yang membuat amarah Cakra meledak.
"JADI BENER!!" sentak Cakra. Inka yang kaget langsung menundukkan kepalanya. Cakra yang melihat itu, lagi-lagi merasa bersalah telah membuat Inka ketakutan. Tanpa aba-aba, Cakra langsung menarik Inka ke dalam dekapannya. Dapat dirasakan bahwa Inka menegang, namun setelahnya langsung membalas dekapan Cakra.
Inka yang merasa nyaman di dekapan Cakra, mulai berani untuk mencurahkan keluh kesanya selama ini.
"Cak, lo harus inget bang Kenzo itu kakak kandung gue. Dia juga dulunya abang lo walaupun abang angkat, gak baik lo pandang jelek dia. Kalau bang Kenzo abang tiri gue, baru lo berhak khawatir. Gue cuma pengen punya kasih sayang seorang kakak. Cuma dia pelindung gue. Gue tahu lo sedih ditinggal dia, kesannya emang keluarga gue ambil abang lo.
"Lo tanya kenapa pipi gue merah? Lebam? Itu bukan kepentok spion Cak. Itu karena gue ditampar. Gue kadang sedih, disaat gue butuh lo buat jadi sandaran, lo malah bersikap kayak gitu ke gue. Lo nambah beban gue Cak.
"Lo emang beda Cak dari cowok lain yang romantis. Sedangkan lo, lo possesif banget, pemarah, tempramental, labil, gegabah. Disaat orang pacaran lainnya pake aku-kamuan tapi lo nyuruh gue pake lo-gue. Bahkan lo secara gak langsung sering nyakitin gue. Bahkan lo terlalu susah buat bilang maaf, tapi gue tetep bertahan. Lo juga gengsian Cak. Kalo aja gue mau, gue bisa nyerah dan akhirin semuanya. Tapi gue gak mau Cak," jelas Inka dengan tatapan sendunya. Ia sedikit lega karena sudah mengeluarkan unek-uneknya selama ini.
"Makasi udah bertahan buat cowo gak tau diri kek gue. Nangis aja Ka, jangan ditahan." Bertepatan dengan Cakra menyelesaikan kalimatnya, detik itu juga Inka menangis dalam dekapan Cakra.
Sepertinya Cakra harus mengubur niat awalnya untuk mengajak Inka bertemu di taman ini. Niat Cakra adalah ingin memperingati Inka secara tegas, agar bisa menjaga batasan kepada Kenzo.
Cakra tidak tahu harus berbuat apa. Yang ada dipikirannya adalah kemana saja ia selama ini sampai tidak tahu bahwa Inka sangat membutuhkannya.
Cakra yang tengah mengelus rambut Inka kaget melihat beberapa helai rambut lolos di genggamannya. Cakra menunduk untuk melihat Inka yang masih menangis. Cakra harus mempertanyakan ini. Ia mengurai pelukanya secara perlahan.
"Ka, ini rambut lo kenapa rontok? Jangan lo bilang kalo lo salah shampo lagi? Please, jangan bohong lagi." tanya Cakra sambil memperlihatkan rambut Inka yang rontok.
"Iya, itu bukan karena salah shampo, tapi dijambak," jawab Inka sembari memberikan senyuman tipisnya.
"Siapa sih yang ngelakuin ini Ka, siapa? Kalau lo gak mau ngasih tau yang jelas, kasi gue clue," desak Cakra. Inka hanya tersenyum lalu mengangguk. Cakra benci senyum itu, senyum yang menyimpan sejuta rahasia.
"Di keluarga gue Cak."
Cakra mengangguk, lalu kembali memeluk Inka, tapi kali ini lebih erat. Seakan tidak akan pernah merasakan pelukan hangat itu lagi.
"Maafin semua perlakuan gue selama ini ya. Lo tau kan kalau gue gampang tersulut emosi. Yang nyebarin video lo dilapangan udah gue suruh hapus kok, jadi lo tenang aja ya. Gue cuma gak mau kehilangan lo. Dan ga rela kalo Kenzo juga bisa sedeket itu sama lo."
Akhirnya nih bocah, batin Inka.
Inka mengangguk dalam pelukan Cakra lalu berkata, "Maaf diterima. Cak lo jangan tinggalin gue ya. Gue udah cukup sakit saat lo kecewa sama gue. Maaf Cak maaf, jangan tinggalin gue. Maaf kalau perlakuan gue ke bang Kenzo kelewatan, tapi lo pasti ngerti gimana gue yang sepuluh tahun rindu dan pengen ngerasain kasih sayang seorang kakak." Cakra mengurai pelukannya ia tersenyum manis, membelai rambut Inka dengan sayang.
"Iya gue bakal usaha ngertiin lo dan berusaha tetep ada di sisi lo. Tapi inget ya gue gak cemburu! Tapi lo harus lebih terbuka masalah luka-luka lo itu, karena itu harus diobatin Inka. Kalo lo masih belum percaya sama gue untuk bilang siapa pelaku dari luka yang lo dapetin, apa setahun itu kurang buat lo?" Lagi-lagi Cakra mengelak, lantas jika tidak cemburu apa namanya? Cembukur? Satu sisi Cakra juga sangat khawatir dengan Inka yang selalu saja mendapat luka.
"Iya deh yang gak cemburu. Nanti kalo gue udah siap, gue bakal cerita. Berarti kita baikan?" tanya Inka dengan senyum lebarnya.
"Iya baikan. Yaudah lo tunggu disini dulu ya gue beli minum biar lo tenang." Inka mengangguk seraya memberikan senyum lebarnya. Akhirnya masalah mereka selesai. Seketika kesedihannya meluap, tergantikan dengan kebahagiaan yang tak tahu hanya dapat ia rasakan selamanya atau sementara.
***
"Bener dugaan lo Dit, Inka sama Cakra pacaran! Setahun woyyy setahun," ujar Bian dengan hebohnya.
Adit yang tebakannya benar sungguh senang. Semua senang karena Cakra yang notabenenya cowo keras ternyata sudah memiliki seorang kekasih dan sifat kerasnya itu berubah seratus delapan puluh derajat saat bersama Inka, kecuali saat sedang marah.
Mereka bertiga berpelukan sambil melompat-lompat ala teletubis. Tapi tidak dengan Boncel menampilakan raut wajah murung. Osa yang melihatnya langsung bertanya.
"Heh cacing alaska! Kenapa muka lo jadi kusut gitu. Bukannya seneng juga?" tanya Osa kepada Boncel.
"Huhuuu Boncel diselingkuhin sama babang Cakra, sedih hayati. Gakuku ganana." Mendengar jawaban Boncel yang sungguh alay itu membuat tiga orang ini langsung menoyor kepala Boncel dengan masal, alhasil Boncel jatuh tersungkur dengan posisi mencium tanah.
"Dasar homo lo remahan biskuit kongguan," ejek Bian.
"Dasar ya kalian juahaddd, dedek ngambek dan sebagai gantinya kalian harus cium bibir seksih gueh yang sudah ternodai oleh si tanah. Cepettt!"
Boncel sudah memonyongkan bibirnya siap menerima ciuman dari ketiga orang ini. Namun yang dirasakannya adalah sebuah benda datar, kasar dan bau. Saat Boncel membuka mata, ia kaget. Ternyata mulutnya ditempeli sepatu Bian yang bau busuknya sampai ke tulang rusuk.
Osa, Bian, dan Adit yang melihat Boncel dalam ngamuk mode on pun memutuskan untuk kabur.
"KABURRR."
"AWASS YA KALIAAANN GUE SUMPAHIN KALIAN JONESS SAMPE AKHIR HAYATTT." Boncel ikut menyusul mereka bertiga dengan gaya lari spongebob yang alay. Kalau tidak alay bukan Boncel namanya.
(itu lo yang lari yang tangannya diangkat ke atas tinggi-tinggi, terus badannya dileok2in. Gitu dah pokoknya)
***
Ternyata ya wkwkw. Btw kalo Boncel modelnya kayak gitu, ada yang mau gak sama dia?
Jangan lupa voment ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala
Teen Fiction(On Going) Follow akun ini sebelum membaca. ⚠ Terdapat banyak kata-kata kasar! ---------------- Kata orang, masa putih abu-abu adalah masa yang paling indah. Tetapi tidak untuk Inka dan Cakra. Kisah mereka memang manis di awal, tetapi pahit di perja...