Setelah kejadian di koridor tadi, Inka menyerah. Apapun yang akan Cakra lakukan padanya, ia memilih diam. Biarlah cowok itu lelah sendiri dan berhenti bersikap seperti ini.
Jam istirahat kedua Inka dan Osa memutuskan untuk pergi ke kantin. Karena pada saat istirahat pertama, mereka menghabiskan waktu untuk menunggu Cakra.
"Ka, lo mau pesen apa? Biar gue yang pesenin," tanya Osa.
"Samain aja Sa, gue cari tempat duduk dulu ya." Osa mengangguk. Inka mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Sialnya bangku kosong hanya ada di depan bangku si most wanted itu, pastinya disana ada Cakra.
Tadi saat Cakra ingin bolos, niatnya harus terkubur dalam-dalam. Karena melihat Bu Peni yang sudah berdiri memergokinya. Alhasil guru itu kembali mengomelinya dan mengantarkan Cakra sampai ke kelasnya. Guru yang baik memang, sampai mau mengantarkan muridnya ke kelas.
"Anjay gurinjay. Akhirnya gaes makannn kiteee." Ingin rasanya Bian mencapit mulut Boncel dengan capitan gorengan mbak Inem.
"Boncel yang ganteng, lo kalo makan bisa kalem gak?" tanya Adit dengan intonasi yang sengaja dilembut-lembutkan.
Boncel menggeleng, seraya memasukan tiga potong siomay ke dalam mulutnya. "Enggak hehehe."
Bian yang sedari tadi hanya diam, akhirnya membuka suara. "Sekolah fullday, tugas everyday, kapan kita holiday."
Cakra langsung saja menoyor kepala Bian. "Sok-sokan bahasa inggris lo, najis! Besok kita liburan."
"Ciuss?" tanya ketiga sahabat Cakra dengan kompak.
"Ya boong lah."
***
Setelah sekian lama bergulat dengan pikirannya, Inka memutuskan untuk duduk di depan bangku most wanted itu. Beberapa menit kemudian Osa datang membawakan pesanan mereka, dua mangkuk bakso.
"Eh Sa, lo belom beli minum ya? Gantian ya, gue yang beliin lo minum. Lo mau apa?" tanya Inka yang sudah bersiap untuk membeli minuman. Inka tak sadar bahwa ada sepasang mata yang terus mengamati gerak-geriknya.
"Jus alpukat aja." Inka mengangguk, ia pun menuju pedagang jus dan memesan pesanannya. Saat kembali ke mejanya, Inka tak sengaja menabrak seseorang. Minuman yang Inka bawa tumpah ke baju seseorang yang ditabraknya. Saat hendak meminta maaf, betapa terkejutnya Inka. Cakra lah orang yang ditabraknya.
"Maaf," cicit Inka sambil menunduk. Kini mereka berdua lagi-lagi menjadi tontonan siswa dan siswi. Inka bukan takut, melainkan ia malu!
"Maaf lo bilang!" Cakra mengambil minuman yang ada di meja terdekat, entah milik siapa dan menumpahkannya ke kepala Inka. Inka merasakan kepalanya yang seketika dingin. Satu kata yang diperuntukkannya untuk Cakra.
Tega.
Inka yang diperlakukan seperti itu hanya bisa pasrah. Karena jika ia melawan, masalah antara mereka berdua tidak akan pernah selesai.
Cakra memajukan tubuhnya sambil memegang kedua lengan Inka. Lalu ia mendekatkan bibirnya pada telinga Inka. "Pulang sekolah kita selesain semuanya di taman deket komplek lo. Gue tunggu, jangan sampe telat."
Setelah mengucapkan itu Cakra menyempatkan mengelus singkat kepala Inka, lalu melenggang pergi meninggalkan kantin dengan puluhan murid yang menatap mereka berdua dengan tatapan bertanya.
Jelas perbuatan Cakra membuat satu kantin melongo tak percaya.
Osa yang melihat sahabatnya lagi dan lagi menjadi tontonan pun geram, ia naik ke atas kursi dan mengeluarkan suara toanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala
Teen Fiction(On Going) Follow akun ini sebelum membaca. ⚠ Terdapat banyak kata-kata kasar! ---------------- Kata orang, masa putih abu-abu adalah masa yang paling indah. Tetapi tidak untuk Inka dan Cakra. Kisah mereka memang manis di awal, tetapi pahit di perja...