19 - Hampir Saja

270 75 15
                                    

"Ma, Inka pulang ya. Udah jam setengah enam. Maaf Inka ga bisa lama-lama," pamit Inka kepada Devani.

Setelah dari makam tadi, mereka bertiga memutuskan untuk langsung pulang ke rumah keluarga Bragasta. Lalu Devani memutuskan mengajak Inka membuat bolu untuk menghilangkan rasa sedih dan pikiran-pikiran yang menghantui benak Inka. Ditambah dengan sedikit godaan tentang Cakra, wanita itu mampu membuat Inka tertawa malu-malu.

"Bener kamu gak mau dianter pulang sama Cakra?" tanya Devani cemas.

"Kegedean gengsi lo. Sok-sokan nolak!" cibir Cakra yang berada disamping Devani.

Devani sudah terlalu emosi kepada anak semata wayangnya ini. Habisnya, Cakra sedari tadi asal berbicara saja, tidak tahu situasi. Langsung saja kaki Cakra diinjak oleh Devani yang sedang mengenakan wedges. Tidak terbayang bukan sakitnya seperti apa.

"Awhhh mama!!"

"Banyak omong banget lo dari tadi. Lo juga sama! Gengsi lo gede! Kalo gak gede, ajak balikan dong Inkanya. Dasar cowo letoy! Kalau ngomong ngaca mas!" cibir Devani balik.

Cakra mendengus sebal sembari menatap tajam Devani. Tidak tahu saja ibunya ini, bahwa Inka yang belum ingin menjalin hubungan dengan dirinya kembali. Jika mengajak Inka untuk balikan, Cakra rasa ia sudah terlalu sering melontarkannya. Resiko memiliki ibu gaul ya begini, jika diajak debat, ia lah yang kata-katanya lebih tajam.

Inka yang menonton percecokan antara Devani dan Cakra hanya bisa terkekeh kecil. Tidak ada habisnya perdebatan diantara mereka berdua, ada saja yang diributkan. Inka sudah sering sekali menonton kejadian seperti ini, jadi ia sudah terbiasa.

"Kenapa mata lo itu huh? Ngajak berantem? Ayo sini gue ladenin." Cakra melongo tak percaya, kenapa mamanya bisa jadi sehoror ini?

"Yaampun ma, kenapa sampe segininya sih! Jahat banget anak sendiri!"

"Gimana gue gak kesel. Mantan lo ini lagi sedih, dari tadi lo ngomong asal jeplak aja. Otak lo dimana?"

"Auu ah gelap!"

Inka sungguh tak tahan, ia melepaskan tawanya. "Bwahaha haha. Udah ma, stop Inka gak kuat. Udah gapapa Inka pulang sendiri aja. Bye ma, bye Cak,"

"Kamu hati-hati ya sayang," ujar Devani sembari mengecup kedua pipi Inka. Gadis itu menjawabnya dengan tersenyum sembari menyalimi punggung tangan Devani.

Saat melewati pembatas rumah, teriakan Cakra membuat Inka kembali menyembulkan kepalanya ke dalam pembatas rumah.

"Kalau ada apa-apa telfon gue ya. Jangan sungkan, lo tetep tanggung jawab gue." Inka bisa melihat senyum meyakinkan dari Cakra.

Ia mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi, "okeyyy, makasi Cak."

Setelah Inka menghilang dibalik pembatas rumah kediaman Cakra. Devani pun kembali memulai aksinya, yaitu menggoda anak semata wayangnya ini.

"Ekhemm aduhh uhuk uhuk, aduh.... gue keselek. Roman-romannya ada yang masih sayang nih."

Cakra hanya memutar bola matanya malas, "ya kan emang!"

"Kok gue bisa ya dapet nyokap kek gini?" gumam Cakra yang dibalas kekehan oleh Devani.

"Hahaha, gue denger ya Cak!"

***

19.00

Inka sedang berada di taman depan komplek rumahnya. Ia sedang merenung dan mengenang Allana sembari menatap langit yang bertabur banyak bintang. Semilir angin yang menyeruak masuk ke celah tubuh Inka, membuat gadis ini tersenyum untuk menikmati kesejukkannya.

CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang