26 - Hamil

264 39 50
                                    

Inka sedang berjalan kaki di trotoar depan kompleknya. Ia kesal, karena pengapus legend miliknya dihilangkan oleh Kenzo yang tadi meminjamnya setelah dari cafe.

Inka berjalan sembari menghentak-hentakkan kakinya kesal. Bagaimana tidak kesal, dua minggu lagi bertepatan dengan berakhirnya ujian kenaikan kelas. Yang berarti, penghapus Inka berumur tiga tahun. Ya, pengapus itu sudah ada sejak Inka duduk di bangku kelas delapan.

Inka memasuki toko alat tulis di samping apotek. Ia segera memilih penghapus yang diinginkannya. Setelah selesai membeli penghapus, Inka mampir ke apotek untuk membeli masker medis.

Tak sengaja pandangan Inka terfokus ke seorang gadis yang berlari ke arah pintu keluar apotek dengan tergesa-gesa. Inka memicingkan matanya, ia seperti pernah melihat orang itu, rasanya tak asing.

Tetapi penampilan gadis itu membuat Inka sulit untuk mengenalinya. Gadis itu mengenakan jaket, topi yang menutupi kepala, masker, dan tak lupa dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya.

Keadaan apotek saat ini sedang sepi. Hal itu membuat Inka memberanikan diri untuk menghampiri kasir dan bertanya kepadanya.

"Permisi mbak, mau tanya. Cewe tadi kenapa ya lari-larian gitu?"

"Oh gini, tadi adek itu beli test pack. Tapi pas saya nanya umur sama kenapa beli test pack, adek itu malah kabur. Saya cuma prihatin, kalo diliat itu masih anak SMA dek."

Setelah mendengar penjelasan kasir itu, entah kenapa naluri Inka memerintah untuk mencari gadis itu. Setelah membeli masker, Inka segera keluar dari apotek. Tak sengaja matanya menangkap sosok gadis tadi yang sedang duduk menunduk di trotoar.

Inka bergegas menghampiri gadis itu. Gadis itu tersentak kaget saat Inka menepuk pelan bahunya. Betapa terkejutnya Inka, bahwa gadis itu adalah Bianca. Bianca calon tunangan Cakra. Tanpa aba-aba, Bianca lantas memeluk Inka dengan erat dan menangis sejadi-jadinya.

"Bianca, lo kenapa?" Inka membalas pelukan itu sembari menepuk-nepuk pelan punggung Bianca untuk menenangkan gadis itu. Bianca melerai pelukannya, lalu menatap Inka dengan sendu.

"Hiks, Inka gue takut kalau gue hamil hiks. Gue gak mau hamil Ka. Gak mau hiks hiks, tolongin gue."

Hamil?!

Inka lagi-lagi dibuat terkejut, tetapi ia berusaha menormalkan mimik wajahnya. "Kenapa lo bisa nyangka diri lo hamil?" tanya Inka.

"Minggu terakhir ini gue ngalamin semua gejalanya, tadinya gue mau beli test pack. Tapi gue takut Ka, gue takut hasilnya positif."

Inka yang tidak tega dengan Bianca lantas membelikan gadis itu air mineral di warung terdekat. Setelah Bianca tenang, Inka memutuskan untuk masuk ke dalam apotek tersebut dan membeli test pack untuk Bianca.

Ya, keputusan Inka sudah bulat. Bagaimana pun Bianca perempuan, Inka juga perempuan. Inka bisa merasakan betapa takutnya menjadi Bianca, belum lagi wajah sayu Bianca yang membuat dirinya prihatin.

Sialnya, saat memasuki ruangan penjual obat-obatan ini, keadaan cukup ramai. Ini adalah hal yang tidak Inka inginkan. Tapi ia harus tetap melakukannya demi Bianca. Inka berusaha menenangkan dirinya, segera mencari barang tersebut. Saat menemukannya, ia menyempatkan diri menoleh kearah sekitar, dan untungnya di lorong tersebut tidak ada orang.

Saat mengantri untuk ke kasir, banyak yang menatap Inka tak suka. Ia berusaha menyembunyikan benda tersebut dalam telapak tangannya. Wajar saja Bianca langsung kabur tadi, dalam keadaan sepi saja dia sudah kabur bagaimana seramai ini? Inka yakin gadis itu makin merasa terintimidasi.

Saat giliran Inka, kasir apotek sedikit kaget dengan apa yang dibeli oleh gadis ini. " Loh dek, kok kamu beli test pack?" tanya kasir itu sembari mentotal belanjaan Inka.

CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang