16.30
Cakra sudah siap dengan kaos putih polos dengan lapisan kemeja flanel yang ia tarik hingga siku, celana panjang levis berwarna hitam dan sepatu compass cream highnya. Membuat penampilan Cakra telihat casual. Acara dimulai pukul setengah enam. Cakra berjanji menjemput Inka pukul lima kurang lima belas menit.
"Sip, udah gans."
Setelah siap, Cakra pun turun kebawah untuk berpamitan kepada Devan dan Devani. Kini, sepasang suami istri itu sedang duduk bersantai di taman belakang rumah mereka.
"Ma, pa Cakra pamit ya," pamit Cakra sambil menyalimi punggung tangan Devan dan Devani. Baru beberapa langkah Cakra berjalan, suara Devan membuatnya kembali memutar tubuh.
"Cakra."
"Iya?"
"Hmm papa tidak mau menunda kabar ini kembali. Kamu sudah papa jodohkan dengan Bianca anaknya temen bisnis papa. Kamu mau kan?" tanya Devan kepada Cakra yang terlihat sangat keberatan.
Deg
"Papa, kan mama sudah bilang besok saja bilangnya jangan sekarang!" bisik Devani kepada Devan. Devan hanya mengangguk sambil tersenyum seakan ia berkata 'semua akan baik-baik saja ma.'
"Gak, Cakra gak mau dijodohin!" bantah Cakra tegas kepada Devan.
"Kenapa? Lagian kamu sudah putus dengan Inka kan? Jadi gak ada masalah"
"Tapi Cakra masih punya rasa sama dia!" Cakra makin meninggikan suaranya. Devani hanya diam sambil membatin, inilah yang aku takutkan jika menikah dengan pengusaha. Ia akan memanfaatkan anaknya demi uang dan harta. Kamu yang kuat ya Cakra.
"Heii tenang. Gadis ini baik, kamu pasti akan terbiasa dengannya. Papa tidak terima penolakan. Lagian apa yang kau harapkan dari gadis lemah seperti Inka huh?" Devani dan Cakra melebarkan matanya, mendengar penuturan Devan yang kelewat batas.
"Apa alasan papa menjodohkan Cakra? Karena uang? Dan satu lagi jangan pernah menjelekkan Inka di depan Cakra! Dia enggak lemah!"
"Itu kamu tau alasannya. Papa lakukan itu untuk biaya kehidupan kita. Kalau kamu menolak, papa akan melakukan apapun untuk membuatmu menerima perjodohan ini. Termasuk melukai mantan gadismu itu." Devan menatap Cakra dengan pandangan meremehkan. Devani ingin sekali rasanya menjambak rambut suaminya yang sudah sangat-sangat keterlaluan. Sedangkan Cakra ia tengah menahan emosinya mati-matian.
"Cakra gak akan biarin itu terjadi. Kalau bisa, Cakra akan melawan bersama teman-teman. Cakra gak peduli dengan papa yang memiliki banyak anak buah. Persetan dengan semua itu. Cakra berangkat, Cakra gak pulang!"
Melihat kepergian Cakra, Devani segera bangkit dari duduknya, lalu mengejar Cakra yang memasuki rumah.
"Cakra, tungguin mama!"
Cakra yang dipanggil pun dengan terpaksa memberhentikan langkahnya, lalu berbalik badan dan terlihatlah wajah Devani yang benar-benar merasa bersalah. "Apa lagi ma? Cakra mau sendiri dulu. Lagian Cakra udah telat jemput Inka." Tanpa aba-aba Devani langsung memeluk Cakra sambil mengutarakan beribu-ribu maaf.
"Maafkan papamu yang egois ya. Nanti bakal mama bujuk. Intinya lo harus bisa buat Inka balikan sama lo. Gue ngeship lo sama Inka kok, tenang aja. Mama tunggu kabarnya. Ayo cepet jemput dia." Cakra tersenyum lebar, ia mengecup pipi Devani lalu bergegas ke rumah Inka.
***
"Dasar upil anoa! Janjinya jam berapa coba, ini udah lewat tiga puluh menit. Dasar Cakra jelek, babi, babon, sapi, anj-." umpatan Inka terpotong oleh suara berat milik Genta-ayah Inka. Inka kini sedang duduk di pos satpam rumahnya untuk menunggu kedatangan Cakra.
"Hehh mulutnya!" tegur Genta kepada Inka. Yang ditegur hanya menampilkan senyum konyolnya. Inka merentangkan tangannya, tanda jika ia ingin dipeluk.
Genta baru saja pulang tadi siang. Tepat setelah Inka sampai di rumah, Genta juga pulang. Tak sia-sia Genta ke luar negeri demi bisnisnya. Perusahaan milik Genta berhasil memasuki tiga besar dengan urutan ke tiga sebagai perusahaan termaju di Indonesia. Tentunya Inka sangat bangga karena memiliki ayah yang pekerja keras tetapi tidak lupa dengan keluarga.
"Hehe maaf pa. Lagian Cakra lama banget datengnya," adu Inka sambil mengerucutkan bibirnya.
Hubungan Inka dan Cakra memang diketahui oleh Genta dan Kenzo. Jangan lupa bahwa Cakra adalah anak dari sahabat Genta, Devan. Tapi Inka menutupinya dari Mirna. Jika saat berpacaran dulu, Inka selalu menyuruh Cakra menurunkan atau menjemput Inka di depan pagar saja. Jangan sampai masuk rumah apalagi ke teras. Karena itu memicu amarah Mirna.
Fyi, jika kalian mengira Genta ini adalah seorang ayah dengan perut buncitnya, kalian salah. Genta mungkin dapat dijuluki hot daddy, walaupun sudah berkepala lima tapi abs Genta masih terbentuk rapi, wajah awet mudanya selalu berseri dan tampak bersemangat selalu.
"Ya sabar dong mungkin macet atau gimana. Kan sekarang jam pulang kerja. Naa itu datang." Saat mendengar klakson motor, Inka langsung melerai pelukannya dengan Genta. Lalu membuka pagar besarnya untuk menghampiri Cakra dan memukul kepala cowo itu yang masih terlapisi helm dengan sling bagnya.
"Aww aduh, aduh. Udah stop!" Genta yang melihat itu terkekeh geli. Inka puas karena mampu membuat Cakra mengaduh kesakitan.
"Kemana aja lo? Lo telat tiga puluh lima menit dua puluh enam detik!" Cakra melepaskan helmnya lalu mencubit pipi Inka dengan gemas.
"Sorry. Biasa kan jam pulang kerja, macet Ka. Bang Kenzo udah berangkat?" tanya Cakra.
"Udah dari tadi banget! Tau gitu gue ikut dia!" jawab Inka dengan nada ketus. Bagaimana tidak kesal? Inka telah menunggu Cakra sekitar empat puluh menit. Duduk di pos satpam rumahnya seperti satpam sungguhan. Cakra hanya terkekeh melihat tingkah lucu Inka. Setidaknya ini bisa menghilangkan amarah Cakra akibat kabar perjodohan tadi.
"Ekhem. Aduh disini ada orang tua loh." Cakra yang tersadar akan kehadiran Genta langsung turun dari motornya, masuk ke halaman dan menyalimi tangan Genta.
"Ehh om. Kapan pulang?"
"Baru tadi siang. Om liat kamu kok tadi. Pasti abis antar Inka ya? Ngomong-ngomong beneran udah putus?"
"Ehehe iya om abis nganter Inka. Iya udah putus, tapi tenang bentar lagi bakal jadi pacar lagi kok, kalau bisa istri om," ucap Cakra dengan percaya diri yang tinggi.
"Kepedean lo!" teriak Inka dari luar pagar.
"Ditunggu kabarnya. Yasudah kalian berangkat gih. Titip salam sama Devan ya." Genta menepuk pundak Cakra secara gentleman.
"Oke siap om. Duluan." Cakra kembali mengampiri Inka yang duduk di motor customnya. Ia menyodorkan helm dan paper bag berisi speaker box berukuran kecil. Inka menerimanya dengan tidak ikhlas. Bukannya apa-apa, Inka jadi tidak bisa memeluk Cakra dengan nyaman.
***
Bau-bau konflik sudah tercium wkwkwwk.
Gimana sama part kali ini? Kalo ada typo tolong dikasi tau yaa. Jangan lupa vomentnya guys, biar aku tambah semangat buat nulis <3
Mau nanya dong, kalian para readers Cakrawala pada kelas berapa nih?
Udah deh segitu dulu cuap-cuapnyaa. See yaa🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala
Teen Fiction(On Going) Follow akun ini sebelum membaca. ⚠ Terdapat banyak kata-kata kasar! ---------------- Kata orang, masa putih abu-abu adalah masa yang paling indah. Tetapi tidak untuk Inka dan Cakra. Kisah mereka memang manis di awal, tetapi pahit di perja...