2

200 12 0
                                    



Keesokan harinya Nabila berjalan menuju ke sekolah pukul enam lewat lima belas menit. Jarak rumahnya dengan SMK Nusa Bangsa memang dekat.

Ia melewati lapangan olahraga kota kecil itu yang biasa dipakai oleh sekolah-sekolah yang berada di dekatnya. Tempat itu memang tempat berkumpulnya beberapa sekolah dan universitas. Tidak heran kota ini disebut dengan kota pendidikan. Namun universitas yang berada di kota ini adalah universitas swasta yang tidak terlalu terkenal di luar daerah. Yang kebanyakan sekolah di sana berasal dari luar kota itu dan biasanya berasal dari daerah yang jauh dari peradaban. Rata-rata mata pencaharian orang tuanya adalah pemilik ladang di daerah-daerah Lampung. Nabila mengetahuinya karena Bapaknya bekerja di sana sebagai cleaning service. Selain bekerja di sana, Bapaknya juga memiliki sawah di pinggiran kota yang tidak luas. Cukup untuk memberi makan sekeluarga. Keluarganya tidak pernah membeli beras karena memang menanam sendiri.

Beberapa orang berlari kecil di tepi jalan. Salah satunya Nabila mengenalinya dari kacamata yang dipakai cowok itu. siapa lagi kalau bukan Dani. Cowok itu tersenyum tipis ketika mereka berpapasan. Nabila membalas sekenanya. Namun setelah melewatinya cowok itu menghampiri Nabila.

"Hai lo masih kenal gue kan?" tanya cowok berkaca mata itu.

"Iya," jawab Nabila tidak tahu lagi mau menjawab apa. Siapa yang tidak kenal dia. Pastinya satu angkatan dulu kenal dia.

"Gue juga kenal lo kok. Dulu lo selalu rangking 2 umum setelah gue kan. Oh ya dari dulu rambut lo juga pendek sebahu. Sampai sekarang juga masih ya," tambahnya. Cowok itu tersenyum miring lalu berlari berlawanan arah dengan Nabila. Mungkin pulang ke rumahnya.

Setahu Nabila cowok itu dulu berkelakuan dingin dengan siapa pun. Walaupun mereka tidak pernah mengobrol secara langsung namun Nabila sering memperhatikannya. Raut wajahnya yang sering tidak berekspresi juga menambahkan kesannya yang tertutup.

Selama tiga tahun Dani selalu ranking satu umum sedangkan Nabila selalu berada di posisi kedua. Selama tiga tahun itu ketika mereka berdiri bersampingan ketika dipanggil ke depan untuk menerima hadiah karena rangking umum, mereka tidak pernah berbicara. Pernah sekali itu ketika mereka kelas satu semester pertama Nabila mengucapkan selamat ke Dani dengan mengulurkan tangan. Namun orang yang diberi selamat itu tidak menggubrisnya sama sekali. Sejak saat itu Nabila tidak berusaha mengbrol dengan cowok itu ataupun hanya mengucapkan selamat.

Dengan ajaibnya pagi ini cowok dingin itu mengajak Nabila berbicara atau mungkin ingin mengejek gaya rambut Nabila yang tidak berubah sedari SMP.

Gaya rambut sebahu memang sudah menjadi gaya andalan Nabila. Ia tidak mau ribet dengan rambut panjang. Untungnya ia terlahir dengan rambut lurus yang gampang diatur sehingga ia tidak memperdulikan gaya rambutnya dan juga selama ini dia tidak ingin memiliki rambut panjang ataupun gaya rambut yang lain.

Pagar sekolah SMK Nusa Bangsa sudah terlihat yang menandakan sebentar lagi Nabila sampai.

"Selamat pagi," ucap seorang cowok di belakangnya. Nabila pernah mendengar suara cowok itu.

Rehan mengurangi kecepatan motor matic-nya untuk menyeimbangi langkah kaki Nabila.

"Yuk naik ke motor bareng saya."

"Ah enggak deh Kak."

Mereka berdua sudah dekat dengan gerbang sekolah sehingga percuma juga bareng dengan cowok di sampingnya. Mereka juga belum terlalu dekat. Nabila tidak mau menjadi pusat perhatian.

Kalau bisa selama di SMK ia menghindari masalah atau drama-drama lainnya seperti yang ia lakukan di SMP. Ia tidak mau melakukan kesalahan seperti yang terjadi saat SMP hingga nilai ujiannya kecil. Dekat-dekat dengan cowok saat sekolah akan membuyarkan konsentrasinya nanti untuk belajar dan juga menghalanginya untuk mencapai tujuan.

"Kenapa?"

"Bentar lagi nyampe kok Kak."

"Yaudah saya matiin motor ya. Biar bisa jalan bareng kamu."

"Janganlah Kak," ucap Nabila. Ia tidak enak dengan Rehan dengan bertindak seperti itu. Untungnya saat itu masih pagi sehingga tidak banyak yang berangkat sekolah dan jalanan masih sepi.

"Jangan panggil Kakak dong. Panggil Rehan aja."

"Engga sopan lah."

"Saya engga maksa kalau kamu enggak mau naik motor bareng saya ataupun jalan bareng sama saya. Saya tahu kamu enggak enak dan merasa enggak nyaman juga. Jadi saya duluan aja." Kali ini ia menaiki motornya lalu menghidupakan mesinnya. Sebelum motor itu berjalan, Rehan mengatakan, "Suatu hari pasti kamu mau naik motor bareng saya."

Nabila memandangi Rehan lalu berusaha mengabaikan kejadian ini. Ia tidak mau memikirkan tingkah Rehan. Ia akan mengganggap kejadian ini hanyalah angin lalu saja.

***

Pelajaran pertama pada hari selasa adalah pengantar ekonomi dan bisnis. Setelah perkenalan yang singkat, Bu Santi langsung mengajar.

Dikarenakan SMK Nusa Bangsa memakai kurikulum 2013, siswa dituntut aktif dengan membagi beberapa kelompok untuk diskusi mengenai materi yang telah dibagi. Setelah itu presentasi di depan kelas.

Nabila satu kelompok dengan Erika, Anwar, dan Desi. Untungnya karena belum seberapa kenal dan belum tahu dengan sifatnya masing-masing. Mereka mau diajak diskusi dan semua orang kebagian untuk menulis.

Sebenarnya Nabila tidak menyukai Kurikulum 2013 ini. Dia lebih suka duduk dengan mendengarkan guru. Toh dengan kurikulum seperti apa pun, ia akan tetap sama dalam menerima pelajaran. Ia lebih suka pasif daripada aktif.

Tidak seperti saat SMP, Nabila tidak akan terlalu ambisius ataupun rajin. Dia sudah memiliki rencana ke depannya. Sehingga tidak masalah apakah nilai raportnya buruk ataupun tidak.

Dalam presentasi di kelas X OTKP 2 berjalan dengan lancar. Bahkan Bu Santi memuji kelompoknya Aulia karena mereka mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik dan benar.

Setelah pelajaran Pengantar Ekonomi dan Bisnis selesai, guru kearsipan langsung masuk tanpa memberi jeda untuk mereka.

Pelajaran Kearsipan berjalan begitu membosankan. Bahkan beberapa kali Nabila menguap dan bertopang dagu. Sedangkan Aulia mendengarkan begitu baik dan tertarik dengan pelajaran kearsipan. Ia mengacungkan tangan dengan cepat apabila Bu Retno memberikan pertanyaan. Aulia memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Ia tidak ragu untuk menjawab walaupun salah. Namun di luar pelajaran, Aulia hanyalah cewek yang pemalu.

"Eh tadi Kak Rehan ngasih aku tmpangan lho," ucap Nabila ketika istirahat. Entah kenapa ia harus memberitahu kepada Aulia.

"Terus." Aulia tampak tertarik.

"Ya gue tolak lah."

"Bagus deh. Kak Rehan waktu SMP playboy tahu. Bahkan lebih parahnya lagi dia suka ngasih harapan tanpa maksud apa-apa. Jadi mendingan engga usah digubris kelakuan dia." Saat itu mereka berada di kelas karena memang Aulia yang membawa bekal dan Nabila yang tidak selera makan.

"Gue juga niatnya mau gitu. Gue juga mau fokus sekolah aja sambil mikirin rencana gue ke depan."

"Emang rencana lo apa?" tanyanya di sela-sela mengunyah makanan.

"Kuliah tapi dengan biaya sendiri. Emak bapak gua keknya enggak mau gue kuliah yaa walaupun belum gue tanya si."

"Owh. Kalo gue kerja."

Tentang NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang