5

113 11 0
                                    


Pada pagi harinya Nabila mengingat telah menyimpan nomor Whatsapp cowok yang mau mendengarkan curhatannya di game. Setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumahnya-dengan ogah-ogahan-gadis itu membuka aplikasi whatsapp namun muncul pesan dari operator kalau koutanya habis.

Salah satu momok terbesar bagi para milenial yang tidak memiliki wi-fi di rumahnya adalah pemberitahuan dari operator kalau koutanya sudah habis. Tidak memiliki kouta rasanya seperti tinggal di hutan yang tidak akan tahu informasi di luar sana. Itulah yang dirasakan Nabila apabila tidak memiliki kouta.

Kalau Nabila tidak memiliki kouta, dia tidak bisa membuka sosial medianya ataupun internet. Kalau dia tidak bisa membuka sosial medianya, dia akan ketinggalan berita. Siapa tahu kan ada pengumuman penting di Whatsapp misalnya sekolahnya besok libur atau besok harus memakai batik.

Jadi mau tidak mau Nabila mengambil uang jatahnya di laci belajar selama seminggu untuk membeli kouta. Sebenarnya gadis itu tidak ikhlas. Namun dia tidak memiliki pilihan.

"Bila...piring kotornya udah numpuk itu." terdengar suara ibunya mengode Nabila untuk mencuci piring. Nabila memang memiliki kewajiban yang harus dikerjakannya sejak kelas enam SD yaitu mecuci piring.

"Iya Bu. Nanti abis beli kouta." Nabila pun cepat-cepat kelua r dari rumah agar ia tidak mendengar omelan ibunya.

Sembari berjalan kaki, Nabila menghidupkan wi-fi. Siapa tahu kan ada wi-fi nyangkut yang tidak memakai kata sandi.

Sayangnya semua wi-fi yang menyangkut di ponselnya menggunakan kata sandi. Sehingga tentu saja Nabila tidak bisa menyambungkan ke ponselnya. Gadis itu mengerutkan keningnya ketika membaca nama-nama wi-fi yang unik, misalnya "Miskin Beli Kouta Sono" , "No Life Ya" , dan "Lo Gembel Amat" .

Nabila pun mematikan handphone lalu memasukkan ke kantong celananya. Ia tidak mau menabrak sesuatu karena keasyikan memainkan ponsel.

Pernah suatu kali Nabila menabrak tiang listrik di tepi jalan karena terlalu keasyikan chattingan-an. Untungnya tidak ada orang yang melihatnya.

Salah satu hal yang patutu Nabila syukuri dalam hidupnya yaitu letaknya rumahnya yang menguntungkan sehingga ia tidak membutuhkan motor. Rumahnya dekat dengan sekolah dari jenjang TK sampai universitas. Selain itu, toko-toko yang menjual kebutuhannya juga tidak jauh dan berdekatan. Seperti halnya konter yang tidak jauh dari rumahnya ; berjarak hanya dua ratus meter saja.

Setelah membeli kouta, dia memutuskan membeli minuman soda di Indomart. Kemudian duduk di kursi depan Indomart yang sudah disediakan.

Sebelumnya Nabila melihat orang yang duduk di seberang meja. Orang itu memakai jaket hitam bertudung yang berhasil membuat menyembunyikan wajahnya. Selain itu, ia juga menunduk memainkan ponselnya.

Sialnya Nabila tidak cukup kuat untuk membuka botol sodanya. Padahal ia sudah haus sekai.

"Siniin botolnya. Gue bukain," pinta Dani kepada Nabila. Lantas ia pun menyerahkan botolnya.

"Thank," ucap Nabila ketika Dani menyerahkan botol sodanya. Cowok itu tidak mengatakan apa-apa lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

Begitu pula Nabila yang kembali membuka Whatsapp. Ia langsung mengchat orang yang ia beri nama Adil FF. Ia pun langsung memulainya.

Nabila : Hei. Kau Nabila, cewek yang curhat ke kamu lewat Free Fire. Save wa ku ya. Btw nama kamu siapa?

Tidak lama kemudian cowok itu membalas.

Adil FF : Kepanjangan Nama lo Nabila siapa?

Tanpa menjawab pertanyaan Nabila, cowok itu malah ganti bertanya. Sedangkan cowok yang berada di seberang meja sana menatap Nabila. Yang ditatap itu pun melihat ke arah Dani yang sedari tadi menatapnya. Nabila menaikkan kedua alisnya ketika cowok itu tetap menatapnya. Lantas Dani tidak menanggapi lalu kembali sibuk dengan ponselnya. Nabila langsung membalas chat tersebut.

Nabila : Nama panjangku Nabila Shafa Kamila.

Dani kembali melihat ke arah Nabila.

"Kenapa sih?" tanya Nabila risih ketika Dani kembali menatapnya. Sedangkan cowok itu diam lalu kembali memainkan ponselnya seperti semula.

Adil FF : Lo enggak nanya gua ada dimana?

Nabila : Lha, lo emang di mana?

Adil FF : Gue di depan Indomart

Nabila : Lha kok sama.

Adil FF : Lebih tepatnya gue ada di samping lo.

Tentu saja yang di depan Indomart hanya Nabila dan Dani. Nabila kembali membaca pesan itu beberapa kali. Ia belum berani melihat ke arah Dani.

"Oh, jadi lo enggak pernah booyah ya," tanya Nabila retoris ketika Dani sedari tadi menatapnya tanpa mengucapkan kata pun.

"Oh sekarang enggak pake aku kamu lagi ya." Dani meniru gaya ucapan Nabila.

"Santai aja kali. Lo curhat ke gue karena lebih nyaman kan curhat sama orang asing daripada orang yang kita kenal." Telak, Dani memahami alasannya curhat ke orang asing. Dan masalahnya sekrang orang asing itu bukan orang asing lagi.

"Gue kagum lho sama keteguhan lo untuk enggak make kunci jawaban. Padahalnya hampir semuanya anak-anak di kota ini make KJ. Jadi lo merasa lebih baik enggak waktu udah curhat ke gue lewat game?" tanya Dani dengan intonasi santai yang berhasil membuat Nabila mencarikan rasa canggungnya. Sepertinya Dani adalah orang yang tepat untuk diajak bicara tanpa menghakimi dirinya.

"Lumayan si," ucap Nabila jujur.

"Ternyata lo enggak sedingin yang ada di pikiran gue ya. Lo dulu sombong banget," tambah Nabila menyadari perubahan sikap Dani yang terakhir kali ia ingat saat SMP.

"Gue dulu emang selalu merasa superior daripada yang lain. Gue akui kalo dulu gue picky banget perihal teman bahkan yang gue ajak ngobrol. Tapi baru-baru ini gue sadar, kalo gue tu bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Jadi gue mulai membuka diri dan belajar jadi ornag yagng ramah." Pandangan Dani mengarah ke jalanan seolah-olah sedang mengingat kilasan-kilasan masa lalunya yang buruk.

"Iya. Gue pernah kok kayak lo yang merasa superior di antara yang lain. Percuma aja gue dapet nilai sempurna di pelajaran IPA. Tapi masih merasa kalau dunia mengelilingi gue. Padahal gue Cuma salah satu dari tujuh milliar manusia di dunia. Bahkan gue Cuma debu yang enggak berarti dia alam semesta." Tatapan Nabila juga mengarah ke jalan raya. Namun pikiranya mengawang ke black hole.

"Tapi gue iri sama lo. Orang tua lo kaya dan lo punya banyak prestasi sehingga lo bisa masuk SMA mana aja. Lo juga bisa milih masuk universitas mana aja tanpa pusing mikirin biaya." Tentu saja siapa yang tidak iri dengan Dani. Kehidupannya terlihat sempurna tanpa cela.

"Dari luar aja gue keliatan baik-baik aja dan kelihatan bahagia. Gue akui bahwa orang tua gue kaya jadi gue nggak pernah mikirin masalah uang. Tapi bukan berarti hidup gue sempurna. Gue Cuma berpura-pura aja kalau gue baik-baik aja buat nyenengin Papi sama Mami. Padahal gua juga banyak masalah Cuma gua simpen aja buat diri sendiri." Nabila menatap cowok berkacamata itu untuk mencari kebenaran dari pernyataannya. Namun dengan raut wajah datarnya Dani, Nabila tidak bisa mengetahui kebenarannya.

Dani mengecek ponselnya sebentar. "Guru les gue udah dateng ke rumah. Jadi gua harus pulang." Tanpa meminta izin Nabila, cowok itu segera beranjak dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan Nabila yang masih termenung.

Tentang NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang