Malam itu setelah pulang dari cafe, Dani merasa lelah fisik dan batin. Tenaganya terkuras karena mengikuti ekskul renang yang ternyata cukup berat. Dani tidak pernah olahraga, kecuali ketika pelajaran olahraga. Ditambah lagi setelah pulang latihan, Thea mengajak nongkrong Dani bersama teman-temannya. Dani tidak begitu baik dalam berbaur di lingkaran pertemanan Thea . ia seperti obat nyamuk yang tidak terlalu dianggap keberadaannya.
Sebelumnya, setelah pulang dari latihan renang, Dani berencana bermain game Resident Evil Remake yang baru saja ia beli. Dengan bermain game baru lelahnya akan hilang atau bermain dengan Rachel—kucingnya—sembari menyeruput coklat panas. Rencananya hancur begitu saja ketika Thea mengajaknya keluar. Dani tidak bisa menolak permintaan Thea. Ibaratnya Thea adalah tuan putri yang harus dituruti perminataanya.
"Beb, kamu masih ikut English club ya?" tanya Thea di sela-sela ia membenarkan bulu mata palsunya.
Dani yang okus menyetir pun menjawab singkat, "Iya."
Mereka sampai di depan rumah Thea. Namun, Thea tak kunjung keluar. "Mending kamu keluar aja dari English club dan fokus ke renang."
Dani tak menjawab. Ia hanya lelah. ia ingin segera pulang lalu istirahat. Untuk menjawab pun Dani malas.
"Kamu masih temenan sama cewek pendek yang rumahnya di depan rumah kamu itu ya?"
Dani keluar dari mobil lalu mengitarinya sampai akhirnya ia membuka pintu mobil di sebelah Thea.
"Aku lagi ngomong sama kamu lho Dan. Kok udah nyuruh aku keluar gitu aja."
Dengan wajah datarnya, Dani menghembuskan nafas panjang lalu menatap malas ke arah thea yang sedang melipat tangan dan menekuk wajah. "Theodora, kita udahan aja ya. kita enggak bakal terus-terusan begini. Kita punya jalan yang beda. Mendingan kita pisah untuk terus bergerak ke jalan masing-masing."
Thea butuh beberapa menit untuk mencerna perkataan Dani. Sedangkan Dnai masih tetap berdiri menahan pintu mobil.
Akhirnya Thea bangkit dari jok mobil lalu berdiri menatap mata Dani yang hitam kelam. "Lo bakal nyesel mutusin gue,"ucapnya. Secara reflek Thea menampar pipi kiri Dani dengan keras sampai-sampai tangannya terasa panas. Namun, ia tahan rasa sakit itu. "Itu buat sikap berengsek lo." Lantas gadis itu meninggalkan Dani tanpa melihat ke belakang.
Dani sudah menebak kalau thea akan menamparnya sehingga cowok itu sudah mengantisipasinya. Ia tak terkejut ketika The menamparnya. Pipinya terasa sakit. Ia yakin saai ini ppinya memerah. Dengan segera, Dani masuk ke dalam mobil lalu menyalakannya. Ia meninggalkan kenangan pahit maupun manis serta perasaannya yang telah menguap di tempat itu.
Dani menyadari bahwa memiliki pacar cantik tidak akan membuatnya bahagia ataupun merasa memiliki hidup bermakna apabila tak sejalan dengan hidupnya. Pada akhirnya ia memilih berpisah di persimpangan meninggalkan Theodora.
***
Dikarenakan Nabila memiliki waktu dua minggu untuk latihan, ia menikmati waktu yang di apunya dengan bersantai emakan camilan yang disediakan oleh Bu Dwita. Saat ini Nabila berada di dalam kantor guru produktif perkantoran sendiri. Ia hanya ditemani setumpuk soal LKS tingkat provinsi tahun lalu, laptop, dan camilan.
Bu Dwita sedang mengajar begitu pula dengan guru yang lain. Alih-alih mengerjakan soal latihan kas kecil. Nabila malah sibuk mengunduh drama korea. Wifi di kantor tersebut sangatlah lancar sehingga memudahkan Nabila berselancar di internet sesuka hatinya.
Keberhasilan mengalahkan kakak kelas yang rajin dan juga peserta LKS darisekolah lain patutu dirayakan. Cara merayakannya ialah mengunduh drama korea lalu menontonnya di malam hari sembari makan mie mangkuk. Selain itu, ia juga berleha-leha karena tidak masuk kelas. Tak sekali pun terpikirkan olehnya mengenai tugas maupun PR yang menumpuk saat ia tak masuk kelas.
Bu Dwita juga tidak memaksa Nabila unutuk berlatih lebih giat sepertisaat LKS provinsi. Katanya yang terpenting Nabila harus berlatih dua atau tiga tugas secara rutin. Bu Dwita yang biasanya tegas saat mengjar di kelas berubah lembut saat melatih Nabila.
Tepat pada saat bel pada siang hari berbunyi yang menandakan istirahat, Nabila keluar dari kantor untuk menunggu Aulia.
Aulia datang dengan novel di tangannya. "Beli mie mangkuk yuk," ajak Nabila kepada Aulia.
"Hm.. oke deh." Aulia jarag sekali mengeluarkan uangnya untuk jajan. Bahkan sampai bisa dihitung jari Aulia jajan dalma sebulan. Ia pikir tak ada salahnya menerima ajakan Nabila beberapa kali saja. Aulia tahu kalau ajakannya ditolak tidaklah enak.
"Itu novel bar ya." Nabila dan Aulia sekrang berada di depan perpustakaan. Di snaa terdapat taman baca yang menyediakan tempat duduk yang nyaman.
"Iya. Aku baru beli kemarin." Uang jajan yang ditabung Aulia sebagian dibelikan novel. Ia rutin membeli satu novel dalam satu bulan.
Nabila menyeruput meinya dengan lahap. Tidak sampai sepuluh menit ia sudah menghabiskan mie tersebut. Padahal kua mie tersebut sangatlah pnas. Lain halnya dengan Aulia yang tidk terlalu suka mie instant. Ia menunggu mienya tidak panas sembari membaca novel.
"Gimana latihannya?" tanya Aulia setelah memberi page markers pada salah satu halam lalu menutupnya.
"Em, enak. Santai gue latihannya."
Setelah menghidupkan data selularnya, Nabila mendapati banyak chat dari Rehan dan juga panggilan sebanyak tiga belas. Segera ia memasang earphone pada gawainya.
Secepat itu pula Rehan menelpon lawat Whatsapp. Suasana taman baca sangatlah ramai karena jam sitirahat.
"Masuk ke perpus yuk. Rehan nelpon nih," tutur Nabila menunjukkan gawainya yang menampilkan foto profil Rehan.
Aulia mengangguk menanggapi. Lantas segera membuang dua wadah bekas mie instant.
Setelah menulis namanya di buku kunjungan perpustakaan. Nabila langsung menuju rak-rak buku paling ujung agar suaranya tidak terdengar di dalam perpustakaan tesebut.
"Nab, gue sakit ni," ucap cowok di seberang telepon sana saat Nabila baru saja mengangkat panggilan.
"Sakit apa?" tanya Nabila khawatir. Seketika rasa penasarannya perihal foto Rehan dan Mesyia serta kenpa Rehan tidak menguhubginya hilang tergantikan rasa khawatir mengenai keadaan pacarnya di pulau seberang.
Terdengar batuk di ujung telepon. "Sakit demam sama batuk deh."
Dalam hati Nabila bersyukur karena Rehan tidak tertimpa penyakit serius. "Kamu udah cek ke dokter kan? Kamu udah minum obat kan?"
"Aku enggak perlu ke dokter ataupun minum obatsi."
"Lho kok gitu," tanya Nabila mengerutkan dahinya.
"Denger suara kamu gini aja suhu tubhku bisa menurun," gombal Rehan/
Terasa pipi Nabila memerah. Gadis itu tersenyum bodoh.
Obrolan mereka terus berlanjut sampai Nabila lupa waktu. Aulia sudah pamit ke ke;as arena bel sudah berbunyi. Hingga obrola mereka berakhir ketika Bu Dwita menelpon Nabila untuk segera latihan di kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Nabila
Teen FictionNabila, gadis lugu yang memandang dunia ini dengan optimisme terjebak dengan ekspetasinya sendiri. Di umurnya yang belum genap tujuh belas tahun, ia harus menelan pahitnya kegagalan hidup, mulai dari kegagalan cinta, sekolah, dan juga keluarga.