Dua hari ini Nabila tidak mengangkat telepon maupun menanggapi pesan dari Rehan. Ia tak habis pikir dengan kelakuan Rehan yang masih seperti anak kecil. Setelah menguploade foto dirinya di akun instagram Nabila tanpa seizinnya, gadis itu langsung menghapus semua foto yang ada di instagram. Tak lain dan tak bukan karena ulah Rehan. Ia paling benci apabila mengumbar kehidupan pribadi di sosial media, termasuk foto pacar. Toh selama ini ia memiliki akun instagram karena tugas bahasa inggrs pada semester yang lalu.
Untungnya Rehan tidak meneror Nabila ketika ia bilang ingin fokus untuk menghadapi LKS. Padahal apabila sudah sampai di rumah, Nabila hanya berselonjoran di kasur sembari menonton video kucing yang bertingkah lucu atau menonton tingkah bayi yang menggemaskan. Ia memiliki paket kouta unlimited sehingga tidak akan khawatir kehabisan kouta.
Berbeda dari hari yang lain. Malam ini Nabila tidak lagi merasa terhibur menonton video di youtube. Ia sudah sampai di titik jenuh berada di kamar. Akhirnya ia keluar rumah sekedar berjalan di trotoar menikmati udara malam yang dingin.
"Lo liat Rachel ga?"
"Ha?"
"Kucing gue."
Seketika Nabila seperti merasakan deja vu ketika Dani mencari kucing di bawah semak-semak dekat pohon palem.
"Kucing lo kok selalu kabur si?" Dani hanya merespon menaikkan kedua bahunya yang berarti tidak tahu.
Nabila mengekori Dani yang berjalan perlahan sembari celingak-celinguk melihat ke setiap sudut tempat.
Terdapat gundukan kecil berwarna orange yang tak lain dan tak bukan adalah kucing yang sedang duduk di atas pagar. Hal itu tertangkap oleh penglihatan Nabila yang cukup awas.
"Itu Rachel bukan?" tanya Nabila seraya menunjuk hewan berbulu tersebut.
"Eh iya." Kucing itu memakai kalung pita berwarna meraj dengan gandul yang bertuliskan Rachel dengan ukuran huruf yang sangat kecil.
Dengan mudah Dani meraih kucing yang berada di atas pagar. Pagar itu hanya setinggi pundaknya.
"Kucing lo suntuk kali di rumah mulu. Enggak pernah lo ajak jalan-jalan si."
Dani menatap cewek yang berada di sebelahnya itu dengan heran. "Ck, emangnya Rachel anjing gitu. Emangnya lo pernah liat kucing yang dirantai terus diajak jalan-jalan di taman?"
"Belum si," jawab Rachel sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Ketika menyesap teh yang disediakan ART milik keluarga Dani, tiba-tiba terpikirkan ide gila. Nabila sedanh duduk di teras rumah mewah keluarga Gultom. Merasakan sebentar menjadi orang kaya.
Dani telah mengembalikkan Rachel ke kandangnya dan memastikan sudah menguncinya. Lalu cowok itu menghampiri Nabila yang duduk di depan rumah.
"Lo punya pilok nggak?" tanya Nabila ketika Dani baru saja mendaratkan dirinya di kursi jati ukiran tepat di samping Nabila.
"Punya."
Nabila lalu membisikkan idenya kepada Dani. Ia tidak mau rencananya didengar oleh ART yang Nabila belum tahu namanya.
Dani mengangguk-anggukkan kepalanya persis seperti soviner anjing di dashbor setelah mencerna ucapan Nabila . "Boleh," ujarnya setuju.
Tepat pada pukul sepuluh malam Dani keluar menggunakan motor maticnya. Sedangkan Nabila ia bonceng. Papa dan Mama sedang tidak berada di rumah sehingga ia bisa bebas keluar masuk rumah jam berapa pun. Sedangkan orangtua Nabila tidak memusingkan keberadaaan Nabila karena yakin anaknya selalu pulang.
Mereka sampai di simpang kampus di mana terdapat tembok di sepanjang trotoar. Suasana jalan pada saat itu tidaklah ramai. Bahkan tidak ada pedagang maupun pejalan kaki di trotoar.
Dani mengeluarkan pilok dengan berbagai macam warna dari kantong plastik. Ia memilih warna biru laut lalu menyemprotnya asal di tembok samping trotoar yang catnya mulai mengelupas dan kusam. Ia sempotkan asal di sepanang tembok tanpa ada gambaran di kepalanya akan membuat apa. Ia hanya menumpahkan pikirna dan perasaan yang kacau setelah memutuskan Thea melalui coretan asal tak bermakna.
Lain halnya dengan Nabila, ia mecoret-coret tembok umum murni karena ingin melakukannya saja. perasaan takut tertangkap karena melakukan kejahatan kecil serta perasaan tertantang bercampur menjadi satu menimbulkan sensasi baru bagi Nabila. Yang pasti cewek itu menyedari bahwa melanggar peraturan kecil ternyata semenyenangkan ini.
***
Menjelang hari-H Sindy terkena demam. Daya tahan tubuhnya lemah ketika dalam seminggu terkurung di ruangan ber-AC dan terpapar radiasi sinar komputer. Sehingga ketika besok adalah hari perlombaan, cewek itu istirahat di rumahnya. Menyisakan Nabila yang berlatih sendriri. Gadis itu belum seratus persen siap menghadapi LKS. Masih terdapat dua materi presentasi yang belum ia hafalkan.
Bu Dwita dan Bu Norma serta Nabila memutuskan untuk mengunjungi Sindy yang sedang terbujur sakit di rumahnya. Nabila harap-harap cemas kakak kelasnya itu bisa mengikuti lomba atau idak. Apabila tidak, itu akan menjadi maslah bagi Nabila. Sekolahnya akan memiliki sedikit peluang untuk menang. Dan apabila tidak menang, akan banyak orang yang kecewa, terutama kepala sekolah yang memiliki ekspetasi tinggi terhadap anak-anak yang mengikuti lomba, ekspetasi tersebut akan menambah beban bagi Nabila yang mewakili sekolahnya sendirian.
Tidak sampai lima belas menit menggunakan mobil, mereka sampai di rumah yang berada di ujung gang. Rumah sederhana seperti umumnya. Tidak sampai menunggu lama mereka disambut oleh seornag wanita bertubuh mungil yang kemudian diketahui merupakan ibunya Sindy.
"Sindynya lagi di kamar. Saya panggilkan sebentar," ucap wanita tersebut setelah mempersilahkan duduk para tamu. Lalu muncullah Sindy dengan baju tidurnya. Kulitnya yang putih terlihat pucat, matanya sayu.
"Jadi, kamu besok bisa ikut Lomba kan Nak?" tanya Bu Dwita memastika setelah bertanya mengenai keadaannya.
"Bisa Bu, saya hari ini Cuma butuh istirahat. Suhu tubuh saya juga sudah menurun." Jawaban tersebut membuat kega tiga ornag yang berada di ruang tamu, terutama Nabila. Setidaknya beban di pundaknya berkurang sedikit. Setidaknya ia tidak berjuang sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Nabila
Teen FictionNabila, gadis lugu yang memandang dunia ini dengan optimisme terjebak dengan ekspetasinya sendiri. Di umurnya yang belum genap tujuh belas tahun, ia harus menelan pahitnya kegagalan hidup, mulai dari kegagalan cinta, sekolah, dan juga keluarga.