Rehan selalu percaya bahwa hidupnya akan sempurna apabila ia bertemu dengan gadis pujaannya. Hidupnya akan penuh dengan canda tawa apabila ia memiliki kekasih. Dan ia pun akan selalu merasa bahagia.
Hal itu terjadi bukan tanpa sebab. Keyakinan tersebut dipengaruhi oleh keluarganya, terutama oleh Ayah.
Ayahnya sangat mencintai Ibu, begitu pula sebaliknya. Sedari kecil Ayah maupun Ibu menceritakan bagaimana mereka bertemu hingga akhirnya Rehan ada.
Bermula ketika SMA, sang Ayah adalah anggota geng motor dan selalu mengikuti tawuran. Nilainya selalu hancur sampai-sampai Pak Sudarno yang merupakan guru matematikanya pada saat itu meminta sang Ibu untuk menjadi tutor sebaya Sang Ayah. Ajaibnya dalam jangka waktu satu bulan, Nilai Ayah membaik bahkan sempurna. Tidak hanya pelajaran matematika saja, tetapi diikuti oleh pelajaran lain.
Sang Ayah merasakan perubahan yang sangat besar ketika dekat dengan Ibu. Perubahan itu membawanya kepada potensi dirinya yang sebelumnya bahkan belum ia ketahui. Sedangkan sang Ayah merasakan hal-hal baru yang tidak akan pernah ia lakukan apabila ia dekat dengan sang Ayah. Hubungan mereka adalah hubungan simbiosis mutualisme hingga pada akhirnya menjadi hubungan suami istri ketika mereka sudah dewasa dan siap dalam segalanya.
"Yah, aku naksir ama cewek. Tapi dia belum naksir sama aku. Nah, anehnya cewek ini ngomong ke aku kalo dia butuh waktu. Katany adia belum tahu dengan perasaannya," ucap Rehan ketika dia dan Ayah duduk di teras sambil menceritakan harinya di kantor atau pun di sekolah. Kecuali saat hujan turun mereka tidak melakukannya. Sementara itu,ibu menyiapkan kudapan dan mempersiapkan makan malam.
Sebelum berbicara, Ayah menyeruput kopi hitamnya tanpa gula. "Perasaan memang tidak bisa dipaksakan, Nak. Beri dia waktu semaunya. Dia kasih kamu waktu berarti kasih kamu kesempatan. Gunakan kesempatanmu dengan sebaik-baiknya. Kasih dia perhatian dan buat dia senang,"ucap Ayah lalu mengambil pisang goreng yang masih hangat di sebelah kopinya.
"Kamu sama si Sherly itu udah putus?" Ayah mengingat perempuan cantik yang Rehan simpan fotonya di dompet. Pernah beberapa kali Rehan menceriakan mengenai Sherly, namun tidak termasuk bagaimana ia putus dengannya.
"Udah putus satu setengah bulan yang lalu." Wajahna masam menyiratkan kenangan pahit. Lalu moodnya menjadi buruk hanya karena Ayah menyebut nama cewek itu.
Suara adzan magrib menggema dari masjid di dekat rumah Rehan. Ayah dan anak pun memasuki rumah. Tak lupa membawa cangkir kopi yang sudah tak berisi beserta piring yang hanya menyisakan satu buah pisang goreng. Sisanya dimakan oleh Ayah. Rehan tidak mau memakannya, karena apabila ia memakanna pasti akan tumbuh jerawat yang akan menjadi ceng-cengan teman sekelas dan juga guru perhotelan. Maklum, anak perhotelan harus tetap bersih dan rupawan.
Dengan langkah gontai, Rehan memasuki kamar. Lalu meraih gitar yang berada di pojok ruang. Ia memetik gitar asal sehingga menghasilkan nada sumbang yang tidak enak didengar. Untungnya dinding kamar Rehan kdap suara sehingga tidak mengganggu orang lain.
Sembari memainkan senar gitar, tiba-tiba Rehan mendapatkan ide yang brilian. Dengan semangat ia berlatih gitar dan berlatih menyanyi secara bersamaan.
Ualang semester tidak ia pedulikan sama sekali. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah bagaimana ia menggunakan kesempatan yang Nabila berikan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
Hingga jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam, Rehan belum selesai merekam suaranya berserta permainan gitar. Hingga akhirnya tertidur di kasur ketika pukul dua pagi dengan senyuman yang bertengger di wajahnya.
***
Setelah pulang sekolah Rehan segera memasukkan rekannya tadi malam ke flashdisk.
"Lo suka Nabila dari mananya si, Bro? Dia memang cantik tapi menurut gue lebih cantik Sherly dan dia juga bukan selebgram." Rayner menelusuri karakter mini Avengers miliki Rehan yang tersusun rapi di samping meja komputer dimana Rehan sedang memindahkan file.
Rehan berhenti sejenak dari kegiatannya tersebut lalu menatap Rayner was-was. Pasalnya Winner—yang merupakan kembaran Rayner—beberapa bulan yang lalu mematahkan karakter mainan Deadpool. Padahal Deadpool adalah karakter favoritnya.
"Gue suka senyumnya. Gue suka poni tipisnya. Gue suka warna rambutnya yang hampir kecoklatan alami. Gue suka ketika Nabila menautkan rambut di kupingnya. Gue suka ketika dia merona. Gue suka mata almondnya. Gue suka cara dia menyebutkan huruf R yang enggak sempurna karena dia cadel. Gue suka..." sebelum selesai melanjutkan kalimatnya. Rayner segera memotong kalimat itu, "Oke oke Stop. Gue ngerti. Tapi lo emang udah gila deh karena si Nabila ini." Cowok itu duduk di ranjang setelah bosan melihat koleksi mainan Avengers. Menggeleng-gelengkan kepalanya melihat temannya itu sembari tak lupa berdecak.
"Makanya ada lagu yang berjudul crazy in love." Setelah selesai memindahkan file, Rehan keluar dari kamarnya yang diikuti oleh Rayner di belakang mengekori Rehan.
Setelah pulang sekolah Rayner langsung ditarik paksa untuk menemaninya membeli balon dan coklat. Pasalnya Rayner adalah pakar dalam mencari kado atau pun memilih barang. Sedangkan Winner adalah pakar mencari informasi orang lain. Maklum, hobinya adalah stalking mulai dari mantan sampai-sampia orang belum ia kenal di jalan. Tapi tentu saja Rayner meminta imbalan traktiran yang langsung diiyakan oleh Rehan.
****
Setiba di rumah, Nabila langsung membuka kardus kecil berpita yang diberikan oleh Rehan. Ia mendapati coklat batang dengan aneka rasa dan juga sebuah fashdisk dengan gantungan berbentuk kumbang. Lantas ia ambil flashdisk tersebut lalu mencoloknya ke USB yang tersambung ke ponsel bututnya.
Di dalam flashdisk tersebut hanya terdapat satu folder yang berjudul sound of my heart. Maka dibukanya folder tersebut. Ia menemukan sepuluh rekaman suara yang ia putar yang berjudul by my side yang dicover dari Rendy Pandugo.
Alunan gitar dan juga suara maskulin memenuhi indra pendengaran Nabila. Lalu karena terbuai dengan iringan lagu, ia pun ikut menyanyikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Nabila
Teen FictionNabila, gadis lugu yang memandang dunia ini dengan optimisme terjebak dengan ekspetasinya sendiri. Di umurnya yang belum genap tujuh belas tahun, ia harus menelan pahitnya kegagalan hidup, mulai dari kegagalan cinta, sekolah, dan juga keluarga.