"Ceritakan semuanya kepadaku tanpa adanya penghilangan kata di dalam ceritamu itu." ujar Max.
Saat ini, mereka berdua tengah berada di ruang tamu. Calista dan juga Vina memilih untuk shopping di sebuah mall, tidak di mall tempat James bekerja. Max telah melarang Calista untuk pergi kesana.
Sean terkekeh. "Ya, begitulah."
"Begitulah apanya?" tanya Max tidak mengerti.
"Hei, apakah aku terlambat?" tanya Patrick yang baru saja ikut bergabung bersama mereka.
"Wawancara baru saja akan dimulai. Dimana istrimu?" tanya Max.
"Ia sudah pergi ke mall bersama pasangan kalian. Mereka menjemput nya tadi." jawab Patrick.
Max mengangguk. Tatapan nya lalu kembali menatap Sean. "Bagaimana? Ayo, kau bisa mulai berargumen."
Patrick terkekeh mendengar nya. Tetapi setelah itu, keduanya siap untuk menjadi pendengar yang baik.
"Kami sudah lama tidak bertemu. Dulu, ayah kami bersahabat. Sampai waktu itu, saat ia masih duduk di bangku SMA, ayahku menjodohkan kami. Tetapi aku menolak nya karena ingin terfokus dengan pekerjaan ku saat ini. Lagi pula saat itu aku hanya mengenalnya sebagai seorang gadis kecil yang lugu. Hingga suatu ketika, aku melihatnya lagi saat acara pertemuan keluarga kami. Ia sangatlah berbeda, sampai-sampai aku tidak mengenali nya. Entah mengapa, saat itu juga, aku mulai mencari tahu keberadaan nya dan aku sangat terkejut ketika mengetahui bahwa ia adalah sahabat Calista dan juga salah satu dari mahasiswi mu." jawab Sean.
"Kau berubah pikiran, hm?" goda Patrick.
"Seperti itulah." jawab Sean seadanya.
"Lalu, mengapa kalian memilih Australia? Dan mengapa tidak mengatakan nya kepada kami?" tanya Max.
"Australia adalah negara pertama yang mempertemukan kita waktu itu." jawab Sean.
"Bernostalgia." goda Patrick kembali.
Max mengangguk. "Baiklah, informasi sudah cukup. Senang mendengarkan nya, Tuan Sean."
Mereka bertiga pun tertawa.
"Lalu, aku dengar, tiga minggu lagi adalah hari pernikahan mu?" tanya Sean.
"Benar sekali. Semuanya telah siap, hanya saja, aku sangat gugup." jawab Max.
"Itu wajar. Dulu, aku sempat menangis ketika melihat Karin berjalan menghampiriku di depan altar. Ia sangat cantik." ujar Patrick.
"Calista lebih cantik." jawab Max.
"Karin. Ia sangat cantik." ujar Patrick tidak mau kalah.
"Vina yang lebih cantik." tambah Sean.
Mereka berdua lantas menatap ke arah Sean. "Diam!"
Sean terkejut seraya menunduk. Ia pun memilih untuk terfokus dengan ponselnya.
•
•
•"Ibu sangat senang ketika mendapatkan melihat kau akan memakai gaun ini nantinya." ujar Lili ketika melihat pilihan gaun dari Calista.
Calista tersenyum. "Terima kasih, bu. Gaun ini memang sangat indah."
"Max memang sangat romantis. Sampai-sampai, ia rela menyiapkan semuanya di apartemen nya sendiri. Benar begitu?" tanya Lili kepada Max.
Max membeku. Bagaimana bisa ibunya mengetahui mengenai apartemen nya?
"Tidak usah terkejut seperti itu. Sebenarnya, ayahmu sudah mengetahui apartemen mu. Namun, ia baru memberitahu kepada ibu mengenai itu. Mengapa kau tidak mengatakan nya jika selama ini kau memiliki apartemen?" tanya Lili.
"Eeeee, itu terjadi begitu saja." jawab Max.
"Mana ada alasan seperti itu. Ayo, lebih baik kau katakan yang sejujurnya." ujar Malik.
Max lantas menatap ke atau Calista sejenak. "Aku membeli apartemen itu karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari apartemen Calista."
Mendengar hal tersebut lantas membuat kedua orang tuanya tertawa. Tetapi tidak untuk Calista. Ia sangat terkejut mendengar nya.
"Kau dengar itu, Max sangat mencintaimu." ujar Lili seraya meredakan tawa nya.
Calista mulai memperlihatkan rona merah di kedua pipinya.
"Oh, jangan memperlihatkan nya lagi. Aku tidak tahan." gumam Max dalam hati.
•
•
•Keesokan harinya, Max mengajak Calista untuk pergi ke pantai. Sudah lama sekali mereka berdua tidak menginjakkan pasir pantai karena kesibukan masing-masing.
"Kau menyukai tempat ini?" tanya Max.
Calista mengangguk seraya memejamkan kedua matanya. Membiarkan wajah cantiknya itu dihembuskan oleh angin laut. "Bahkan sangat."
"Kau tahu, sebenarnya aku takut datang ke tempat ini." ujar Max yang berhasil membuat Calista membuka kedua matanya.
"Kau takut pergi ke pantai? Ada apa?" tanya Calista.
"Aku takut jika keindahan dirimu akan mengalahkan keindahan pantai di seluruh dunia." jawab Max seraya tersenyum.
Calista terkejut. Tetapi ia pun ikut tersenyum. "Hei, sejak kapan kau pandai merayu?"
"Sejak kau menerima ku. Terima kasih." jawab Max seraya mendekatkan dirinya ke arah Calista.
Calista tersenyum. "Aku yang seharusnya berterima kasih karena kau sudah sangat bersabar untuk mengatasi rasa egoku ini."
Setelah itu, ciuman lembut pun telah mendarat di bibir Calista. Ia membalas nya dengan sangat lembut.
Sesaat kemudian, mereka melepaskan tautan itu. Pandangan mereka saling beradu. "Aku sangat mencintaimu."
Max tersenyum. "Bahkan aku sangat mencintaimu. Tidak ada batasnya."
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
My One Night Stand ✔
RomanceMax Bramasta Hallington, seorang dosen di salah satu universitas ternama di Indonesia. Pria matang yang berusia 30 tahun tersebut saat ini masih menyandang status lajang. Padahal, ia memiliki wajah yang sangat tampan sekaligus bergelimang harta. Tet...