Berakhirnya Sebuah Hubungan

437 49 16
                                    


Kamui memperhatikan perubahan yang tiba-tiba terjadi pada adiknya—yang sebelumnya tenang kini menjadi seperti sangat gelisah. Kamui mencolek Kagura, "Kau ingin BAB?"

Kagura menatap Kamui kesal. Kegelisahan dan sebagainya karena baru saja melihat Sougo tanpa terduga, hilang begitu saja tergantikan oleh rasa kesal. Terlebih lagi ketika Kamui berteriak: "Pak, hentikan bus nya. Adikku mau BAB."

Seisi bus tertawa dan melihat kearah Kagura yang menutup kedua mukanya dengan tas karena malu. Bus nya memang berhenti, dikarenakan dia.

***

Gintoki sedang bermalasan menonton televisi di ruang tamu, ketika pada dini hari itu, suara ketukan pintu terdengar. Semula Gintoki mengabaikannya, mengira dia salah dengar. Tapi sekali lagi suara itu terdengar, bulu kuduk Gintoki berdiri dan menaikan volume televisi agar suara itu bisa hilang. Tapi suara lainnya malah muncul, suara seorang gadis yang cukup akrab di telinganya. "GIN-SAN!".

*Baiklah, ini hanya perasaanku.* Pikir Gintoki, tapi karena suara itu datang lagi, dia beranjak membukakan pintu untuk memastikan. *Jika benar-benar dia, aku akan...* Gintoki membuka pintunya pelan dan menemukan sosok Kagura yang berdiri di depan pintu dengan tatapan mata berkaca-kaca.

"Memang hantu!"—PAK! Gintoki menutup kembali pintunya.

"YAAAAAAAAAA!" Teriak Kagura kesal. "BUKA PINTUNYA ATAU AKU AKAN MENGHANCURKANNYA."

Tidak ada sahutan dari dalam. Kagura menggedor-gedornya, tapi tidak berhasil. "GIN-SAAAAN. WOOOIII. LAKI-LAKI TUA BERUBAN YANG BERBAU OM-OM."

Lama Kagura berteriak-teriak, tapi tidak ada hasil. Dia menatap kesal ke arah Kamui yang hanya duduk diam memperhatikan. "BANTU AKU!" Teriak Kagura, suaranya semakin meninggi saja. Dengan pelan Kamui menggelengkan kepalanya. "Apa maksudmu tidak mau? Kau ingin kita sampai pagi di luar seperti ini?" Kata Kagura kesal.

"Tidak. Bukan begitu." Jawab Kamui dengan suara lemah.

"Lalu apa?"

"Bukannya tidak mau, tapi tidak bisa."

"Apa?"

"Aku... ingin ke toilet. Jika bergerak sedikit saja, ini akan keluar." Jawab Kamui tidak berdaya.

"APAAAA? Dasar jorok. GIN-SAAAAAN. Buka pintunya, jika tidak... si bodoh ini akan mengotori halaman kita dengan kotorannya."

"Jangan bicara sembarangan, kau pikir aku ini apa?" Kata Kamui.

"Kau diam saja. Tadi saat busnya berhenti, kenapa tidak turun?"

"Karena belum mau."

"Sial. GIN-SAAAAN."

.

.

.

Satu jam kemudian. Sunyi.

.

.

.

.

"Kakak..." Panggil Kagura dengan suara serak. Dia sudah sangat kelelahan.

"O?" Jawab Kamui dengan wajah pucat.

"Gali saja lubang."

"................................................................" Kamui tidak mengatakan apapun dan memilih bertahan.

Pagi pun tiba.

Kagura dengan wajah pucatnya duduk bersandar tidak berdaya di depan pintu, tangan kanannya sambil mencoret-coret pintu dan mulutnya telah mengucapkan lusinan paragragraf yang berisi penyesalan dan permintaan maaf—sebagian besarnya adalah pengakuan dosa, semua kesalahannya pada Gintoki diungkapkan semuanya oleh Kagura, kesalahan yang dia lakukan dari sejak dia mampu mengingat sampai sekarang tidak terlewatkan sedikitpun.

Cahaya di Permukaan Laut (OkiKagu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang