Kagura membuka matanya, menatap langit-langit kamar sambil tersenyum manis. Tidurnya sangat nyenyak, tidak bermimpi apapun tapi dia punya memori yang indah yang terjadi sebelum tidur, yang masih teringat dengan sangat jelas. Jantungnya kembali berdebar—akan kejadian biasa, tapi sangat manis.
"Bagaimana ini? Aku tidak bisa berhenti." Pikirnya, dia takut tapi juga menikmatinya. Dia turun dari kasurnya, berjalan pelan menuju jendela. Jantungnya semakin berdebar kencang, tidak sabaran, padahal yang ingin dia lakukan hanyalah membuka horden dan... sedikit mengintip ke jendela tetangganya. Apa Sougo sudah bangun? Dia hanya ingin tahu itu, dan tentu saja juga ingin melihatnya. Seseorang ketika baru saja bertemu dengan seseorang yang sangat dirindukan, berpisah beberapa saat saja akan semakin rindu. Seperti itulah Kagura saat ini.
Dia memegang pinggiran horden, berdiri diam dan tidak melakukan apa-apa dengan itu. Berpikir lagi dan tersenyum, yang dikatakan Sougo tadi malam itu sungguhan? Kenapa dia mengatakan itu? Wajah Kagura memerah ketika memikirkannya lagi dengan jelas, dia memegangi kedua pipinya, panas—dan tanpa sadar dia menarik hordennya dan membukanya.
Kelopak matanya melebar—begitu pula dengan Sougo yang bersamaan membuka jendela kamarnya—yang juga sebelumnya telah susah payah menahan diri untuk tidak terburu-buru melihat Kagura, tapi tidak mampu dia tahan. Mereka berdua beberapa detik saling bertatapan hingga Kagura dengan sigap menutup kembali hordennya dan berlari membanting dirinya di kasur.
Sougo berdiri mematung, memegangi dadanya tepat di mana letak jantungnya berada, berusaha menenangkan—pikirnya dia mungkin saja bisa mati, jantungnya berdetak melewati aliran waktu. Ini adalah pagi yang benar-benar manis, tapi juga mengkhawatirkan untuk Sougo. Tadi malam, dia tidak sengaja mengatakannya. Memang benar—tapi bagaimana jika Kagura menyadari apa yang sedang dia rasakan? Itu bagus, tapi... Sougo belum siap. Bagaimana jika Kagura marah? Meskipun kemungkinannya sangat kecil, tapi reaksinya barusan menandakan apa? Imut, tapi juga mengkhawatirkan.
***
Kagura turun untuk sarapan, dia sudah lengkap dengan pakaian sekolahnya. Gintoki dan Kamui sudah ada di meja makan. Kagura duduk dengan wajahnya yang bersemi-semi. Dia jauh lebih gembira dari hari sebelumnya.
"Hari ini hari pertamamu masuk sekolah." Kata Gintoki.
"Ya." Jawab Kagura.
"Apa karena itu kau terlihat sangat senang?"
"Ya? Ya..." Jawab Kagura gugup. Tentu saja bukan karena itu, dia bahkan sedikit pun tidak memikirkan sekolah.
"Oh ya, tadi malam aku mendengarnya." Kata Gintoki lagi—yang membuat Kagura langsung menatapnya panik.
"MENDENGARKAN APA!? BAGAIMANA KAU BISA MENDENGARNYA!?" Tanya Kagura—sangat panik.
Gintoki diam sejenak, menatap Kagura dengan teliti. "Bah...wa... aku harus ke sekolah untuk menandatangani beberapa berkas." Jawabnya kemudian.
"Ya. Tentu saja." Jawab Kagura, menghilangkan kegugupannya. Gintoki dan Kamui menatapnya curiga.
Gintoki tersenyum pelan, tampak licik dan sedikit membuat merinding, "Memangnya kau kira apa?"
Kagura menatap Gintoki merinding, "Tentu saja seperti yang kau katakan barusan. Tidak ada yang lain."
"Sougo—" Gintoki memancing.
"DIA TIDAK MENGATAKAN APAPUN!" Kagura bangkit berdiri dengan panik dan membuat meja makan sedikit bergetar, Gintoki langsung tertawa pelan menandakan dia menang—Kagura mengutuk dirinya karena sudah sangat bodoh, jika dia tidak panik, Gintoki tidak akan mengetahui apapun. Sekarang, dia telah membuka peluang bagi Gintoki untuk mencari tahunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya di Permukaan Laut (OkiKagu)
FanfictionSougo dan Kagura sangat dekat--sebagai teman dan tetangga. Zona nyaman mereka berdua kemudian diusik dengan kehadiran tetangga baru mereka, Nobume dan Takasugi. Tiba-tiba saja, Kagura seperti tersisih sebagai orang yang selalu menemani Sougo, digan...