Sougo dan Kagura sangat dekat--sebagai teman dan tetangga. Zona nyaman mereka berdua kemudian diusik dengan kehadiran tetangga baru mereka, Nobume dan Takasugi.
Tiba-tiba saja, Kagura seperti tersisih sebagai orang yang selalu menemani Sougo, digan...
Sebelum kita masuk ke cerita, terlebih dulu, aku minta ijin untuk promosi ya. Dan please, jangan diskip.
Jadi, aku udah nerbitin sebuah novel (penerbitnya Ruang Karya), judulnya DREAM'T TIME. Kalau kalian suka novel, beli ya. Ini cerita originalku, dijamin seru! (Dijual pdfnya juga)
Ini sampul depan dan belakangnya:
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kalau berminat, hubungi cp Ruang Karya ya!
08971169692
****
Kagura dan Sougo tidak bisa bergerak bebas, mata Gintoki mengawasi mereka berdua ke sudut mana pun mereka pergi. Canggung sekali, dipergoki saat sedang ingin berciuman. Terlebih, itu tidak sempat terjadi. Dan pulau luas itu, bagi Sougo dan Kagura, kita terasa seperti kotak kecil yang membatasi mereka. Gintoki menjadi sangat ketat, dia tiba-tiba saja menempatkan dirinya sebagai seorang bodyguard, mengikuti ke mana saja Kagura pergi.
Rasanya, semua keberanian dan segala tekad serta kejadian yang telah Kagura dan Sougo lalui selama ini menjadi percuma dan sia-sia. Mereka berpikir, jika perasaan itu telah diungkapkan dan diutarakan, mereka akan menjadi semakin dan dekat dan bisa lengket seperti lem pada kertas. Tapi, lihatlah yang terjadi, mereka bahkan tidak bisa saling menatap satu sama lain.
Gintoki sialan! Pikir Sougo.
“Kenapa serius sekali, Sougo?” Takasugi duduk di dekatnya, mereka berdua memperhatikan Gintoki dan Kagura yang sedang membuat istana pasir di pinggir pantai.
“Lihatlah, ada hama yang sangat susah dimusnahkan,” katanya setengah kesal.
“Siapa yang kau maksud? Kagura atau Gin-san?”
“Orang tua yang sudah bau tanah.”
“Pufff.” Takasugi tidak mampu menahan tawa. “Aku mengerti. Mau kubantu?”
