Biarlah segumpal rasa menjadi binasa. Mungkin hanya waktu yang akan merubah dari melupa, kembali merajut asa.
-Aksa-~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Hp papa ketinggalan di mobil!" sahut gadis itu sambil menyodorkan ponsel pada Abar.
"Makasih, sayang!" kata Abar. "Ayo duduk di sini!" Abar menepuk tempat duduk yang ada di sebelahnya dan membiarkan anaknya itu untuk duduk.
Semua orang menyadari sesuatu. Cila, Hans, maupun Abar menatap kearah Aksa yang duduk mengamati gadis yang baru datang itu tanpa berkedip sedikitpun. Cila menepuk punggung Aksa, berusaha menyadarkan Aksa dari lamunannya.
"Aksa.." panggilnya membuat Aksa tersentak.
"Eh.. Iy.. Iya Mah? Ada apa?"
"Are you okay?" tanya Cila membuat Aksa mengangguk.
"Hmm, it's okay. I'm fine!" Aksa menunggingkan senyumnya tipis membuat Cila ikut tersenyum.
"Oh iya, Aksa. Kenalkan, anak saya. Ara, saudara kembarnya Adel!" sahut Abar memperkenalkan membuat tangan gadis itu terulur.
"Ara!"
"A.. Aksa!" sahutnya menjabat tangan gadis itu.
Beberapa lama ia saling berjabat tangan, akhirnya keduanya saling melepaskan. Mereka berdua canggung, tidak terkecuali Aksa yang jantungnya sudah memompa sangat cepat sekali.
"Saya mau ke kamar sebentar!" pamitnya pada semua orang sambil tersenyum singkat. Tidak peduli apa jawaban mereka setelahnya, Aksa segera bangkit dan berjalan dengan cepat menaiki anak tangga.
Sedangkan semua orang mengerti apa yang dirasakan Aksa. Semua orang tahu bagaimana kisah antara Adel dan Aksa. Terlebih kehadiran Ara membuat semua orang berspekulasi jika Aksa melihat Adel di tubuh Ara. Memang, mereka berdua sangat mirip sekali.
"Jangan tersinggung, Ara. Aksa hanya sedikit shok!" sahut Cila pada Ara yang kelihatan sedikit bingung.
Ara mengangguk dan tersenyum penuh arti pada Cila, "tidak apa-apa tante. Ara paham kok!"
*****
Aksa berdiri di balkon kamarnya sambil mengamati pemandangan kota Jakarta dari tempat ini. Mata Aksa menyorot jauh dengan pikiran yang terpaku pada sosok yang ia temui setengah jam yang lalu.
"Kenapa dia mirip banget sama lo sih, Del!" gumamnya sedikit frustasi. Aksa mengeratkan pegangannya pada pagar pembatas itu dan sesekali mendengus kasar.
"Aksa.." panggil seseorang membuat Aksa seketika menoleh.
"Mama!" raut wajahnya terlihat bingung, "mama ngapain disini?"
"Kamu yang ngapain di sini? Keluarga pada pengen liat kamu tapi kamu malah mojokin diri. Anak mama kenapa, huh?" tanya Cila sehalus mungkin.
"Aksa lagi pengen sendiri aja mah!" jawab Aksa apa adanya.
Cila mengerti perasaan Aksa sekarang. Cila menghela napas pelan lalu mengusap punggung anaknya itu. "Mama tau kok perasaan kamu. Tapi nggak sekarang, Aksa. Nggak baik kalo rumah lagi rame trus kamu mojokin diri di sini. Kamu kan baru pulang dari Amerika, kamu harus sapa keluarga dong. Memangnya kamu mau di sangka sombong pas udah sukses?"
"Tapi ma--"
"Aksa. Dengerin mama, apapun masalah kamu cukup kamu saja yang rasakan. Jangan lampiaskan ke orang lain. Gara-gara kamu lagi pengen sendiri trus kamu diemin keluarga yang datang jauh-jauh kayak gini. Ayo dong, sayang. Mana Aksa-nya mama yang ramah itu?" bujuk Cila.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [Biarkan Aku Memilih]
Teen FictionBagaimana sensasinya jika kamu dijodohkan oleh saudara tunanganmu? Kira-kira bagaimana caramu mengekspresikannya? Marahkah? Kesalkah? Atau malah biasa aja? Itulah yang dialami Aksatama Ferhandiola. Karena sebuah keputusan yang terburu-buru, dia haru...