Bersedihlah sewajarnya, agar kaupun tak lupa caranya bahagia.
-Ara-~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Aksa kerap kali tertangkap basah tengah melirik kearah Ara yang sedang fokus mengamati jalanan di depannya. Pria itu berusaha mati-matian untuk menahan diri agar tidak memeluk gadis disampingnya itu. Rasa rindunya akan kehadiran Adel tiba-tiba tumbuh kembali. Seperti Aksa sedang melihat Adel yang menjelma menjadi sosok pendiam sekarang.
Dua puluh menit, akhirnya Aksa tiba di rumah Ara. Gadis itu tidak segera turun melainkan menoleh, menatap Aksa yang sedari tadi diam membisu.
"Hmm, makasih udah nganterin aku pulang." sahutnya membuka suara.
"Sama-sama!" balasnya singkat.
"Mampir dulu, yuk!" ajak Ara membuat Aksa nampak menimang-nimang ajakan itu. Setelah beberapa lama, akhirnya Aksa mengangguk setuju sebab ia juga sudah lama tidak masuk kedalam rumah itu.
"Ayo duduk dulu!" Ara mempersilahkan Aksa untuk duduk. Mata Aksa menelusuri setiap jengkal rumah itu, dan ternyata tidak ada perubahan sama sekali. Masih sama seperti bertahun-tahun sebelumnya.
"Mau minum apa? Kopi, teh, atau jus?" tawar Ara.
"Nggak usah, gue cuma sebentar kok." jawabnya, menolak secara halus membuat Ara mengangguk mengerti.
"Lo disini cuma berdua sama om Abar?" tanya Aksa mulai mencairkan suasana.
"Iya."
"Pembantu?"
"Papa nggak mau nyewa pembantu."
"Trus rumah segede ini yang bersihin siapa?"
" Aku!"
"Kamu?!" tanya Aksa tidak percaya. Ara hanya mengangguk memperjelas. "Lo nggak capek bersihin rumah segede ini sendirian?" tanya Aksa lagi membuat Ara menggelengkan kepalanya.
"Dulu, mama paling nggak suka kalo ngerepotin orang lain. Jadi aku diajar buat mandiri. Apa-apa harus dilakuin sendiri, selagi bisa. Kalo udah kepepet baru minta bantuan ke orang lain. Jadi semuanya udah biasa bagi aku."
"Trus, kalo misal om Abar ngantor sampe malem, lo sendiri dong disini? Lo nggak takut?"
"Papa nggak pernah pulang malem. Papa nggak mau biarin aku sendirian di sini."
"Lah, trus kalo om Abar tiba-tiba punya urusan mendadak kayak tadi, lo sendirian dong di sini?"
"Nggak, aku nggak sendirian kok. Kan ada kamu!"
"Eh?" Aksa menggaruk rambut belakangnya. "Iya juga yah!"
Ara tekekeh pelan menampilkan deretan gigi putihnya yang berbaris rapi. Aksa terpaku dan mengamati cara gadis itu tertawa.
"Oh, tuhan. Dia mirip sekali!"
"Ara!" panggil Aksa membuat Ara menoleh.
"Yah, ada a..."
Sebuah pelukan hangat berhasil membuat Ara tidak bisa melanjutkan perkataannya. Aksa memeluknya erat sekali. Ara tidak menolak dan tidak bergerak sedikitpun. Ia tahu, Aksa memeluknya karena Adel. Yah, benar sekali. Aksa menganggap Ara adalah Adel.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [Biarkan Aku Memilih]
Teen FictionBagaimana sensasinya jika kamu dijodohkan oleh saudara tunanganmu? Kira-kira bagaimana caramu mengekspresikannya? Marahkah? Kesalkah? Atau malah biasa aja? Itulah yang dialami Aksatama Ferhandiola. Karena sebuah keputusan yang terburu-buru, dia haru...