Ara berlari menerobos derasnya hujan. Tidak peduli dinginnya menusuk kulit. Tidak peduli dampaknya membawa penyakit. Ara tidak peduli. Ara hanya ingin menangis dibawah hujan. Mengatakan pada dunia bahwa dia kembali sendirian. Ara menangis, membiarkan air matanya larut bersama derasnya hujan kali ini.
"Kenapa hidup aku menyedihkan seperti ini?" Gumamnya.
"Aku salah apa sampai tuhan menghukum aku kayak gini?!"
"Kamu tau aku takut kesepian. Lalu? kenapa kamu selalu membiarkan aku sendirian?"
Ara kembali menangis sejadi-jadinya. Dia tidak malu menunjukkan kesedihannya pada semesta. Hujan akan meredam suara tangisnya, sehingga dia tidak perlu malu untuk di dengar banyak orang. Orang-orang hanya menanggap jika Ara adalah gadis lugu. Tapi tidak. Ara tidak sepolos itu.
Ara butuh seseorang. Tapi ketika Ara mendapatkannya, mengapa tuhan kembali merebut dia darinya?
Ara menenggelamkan kepalanya diantara lututnya. Hujan sudah mulai berhenti, ditengah terpaan angin Ara terus saja merutuki dirinya. Dia terus memaki dirinya dan menyalahkan dirinya sendiri.
Tapi ditengah kesedihannya, tiba-tiba seseorang datang padanya. Ara mendongak dan menatap orang itu.
"Ngapain lo hujan-hujanan di sini? Ayo!" Sahutnya tapi Ara hanya menggeleng dan kembali menenggelamkan kepalanya diantara lututnya.
"Lo gila apa?! Ini udah jam tiga pagi dan lo masih mau disini? Lo pengen mati kedinginan?!"
"Biarin. Aku ada atau enggak juga nggak ada bedanya. Nggak bakal ngerubah apa-apa, kan?"
Pria itu menarik napas panjang, "Emang nggak bakal ngerubah apa-apa. Tapi setidaknya kehadiran lo bisa jadi alasan seseorang buat hidup!"
Ara terkekeh pelan. Suara tawanya terdengar sangat miris, "Aku cuma bisa jadi alasan seseorang buat pergi."
"Jangan salahin diri lo mulu. Itu bukan salah lo. Sama sekali bukan salah lo!" Ucapnya.
"Tapi--"
"Aksa kembali!"
Ara seketika mendongak. Dia menatap dua manik mata pria itu dengan tatapan sayu, "Maksud kamu?"
"Emang terdengar mustahil sih tapi gue harus bilang kalo tiba-tiba aja jantung Aksa berdetak lagi."
Ara berdiri lantas menghapus sisa-sisa air matanya. "Serius? Kamu nggak bohong kan?"
"Gue nggak bohong."
Setitik masalahnya seakan hilang. Ara kembali tersenyum penuh harap. "Trus Aksa dimana? Aku pengen liat dia!" Ara baru saja ingin pergi tapi Johan menahannya.
"Aksa di ICU. Lo bisa kesana besok!"
"Tapi aku pengen liat Aksa. Bentar doang kok!"
"Plis, Ra! Lo jangan keras kepala deh. Liat penampilan lo udah acak-acakan kayak gitu. Lo kesini besok aja. Lo pulang sekarang trus istirahat. Gue anter!"
"Tapi.."
"Ra.."
"Oke. Oke. Aku bakal kesini besok!"
"Nah gitu. Jangan keras kepala!" Ucapnya. "Ayo, gue anter lo pulang!" Kata Johan lalu Ara mengangguk patuh.
****
Keesokan harinya, Ara kembali datang ke rumah sakit itu. Kondisinya tidak terlalu sehat, mungkin karena hujan-hujanan semalam. Tapi itu tidak mengurungkan niatnya untuk melihat Aksa hari ini.
Ara membuka pintu ruangan itu dengan pelan dan berjalan mendekat kearah Aksa. Meskipun beberapa alat bantu masih melekat di tubuhnya tapi setidaknya Ara merasa lega pasalnya ia masih bisa melihat Aksa bernapas sekarang. Ara menarik kursi dan duduk di samping brankar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [Biarkan Aku Memilih]
Teen FictionBagaimana sensasinya jika kamu dijodohkan oleh saudara tunanganmu? Kira-kira bagaimana caramu mengekspresikannya? Marahkah? Kesalkah? Atau malah biasa aja? Itulah yang dialami Aksatama Ferhandiola. Karena sebuah keputusan yang terburu-buru, dia haru...