Ara membuang pandangannya keluar jendela mobil. Terlihat jelas dari raut wajahnya jika perempuan itu tengah cemas. Ara menekan-nekan ponselnya dan menempelkannya di telinga.
"Halo!"
"..."
"Kamu di mana?"
"..."
"Kamu jangan kemana-mana. Aku kesana sekarang!"
"..."
"Plis. Dengerin aku sekali ini aja. Kamu jangan kemana-mana dan tunggu aku di sana."
"..."
"Aku mau ngomong sesuatu. Sebentar lagi aku nyampe!"
Ara menutup telfonnya sepihak, "Pak ke Cafe Amanda, cepetan!" titahnya pada supir taksi.
"Baik mbak!"
Kurang lebih lima belas menit akhirnya Ara tiba di tempat tujuannya. Setelah membayar ongkos taksi, ia segera melenggang masuk. Matanya mengedar mencari sosok laki-laki itu. Dan benar saja, dia masih ada di sana. Duduk di kursi yang ada di pojok ruangan.
"Aksa.." panggil Ara membuat laki-laki itu mendongak sejenak.
"Duduk!" titahnya. Ara segera duduk di seberang kursi. "Mau ngomong apa? Kayaknya serius banget!"
"Hari ini kamu ketemu sama siapa?" tanya Ara pelan.
"Ketemu sama siapa harus lapor sama lo, ya?"
"Nggak, bukan gitu. Aku cuma pengen tau aja!"
"Lo kelewat kepo sama urusan orang!" ketusnya lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Aksa.." panggilnya lagi.
"Apa?!"
"Kamu ketemu papa, ya?"
"Iya gue ketemu. Emang napa?"
"Nggak kok. Cuma pengen tau aja." timpalnya.
Aksa ber-oh ria lalu meneguk secangkir kopi hangat yang sudah tinggal setengah.
"Aksa.." panggil Ara dengan suara lirih.
"Hmm."
"Kok kamu nggak jadi berangkat sih?"
"Terserah gue!"
"Oh, trus semalem kamu nginap di mana? Di rumah mama?"
"Bukan urusan lo!"
Ara menghela napas panjang. Balasan menohok itu harus siap ia terima selama masih berhubungan dengan Aksa. Itu diluar kehendak Ara. Mau tidak mau, ia harus bisa menerima itu.
"Aksa.."
"Hmm."
"Masalah ke Amerika, aku masih bisa ikut, kan?"
"Eh?" Aksa menoleh dan menatap wajah Ara dengan sedikit terkejut dengan keputusan yang di buat perempuan itu. Benar-benar sangat mudah baginya untuk mengubah keputusan sesuai keinginannya. "Kesambet apaan lo?"
"Nggak. Aku nggak lagi kesambet."
Aksa menaikkan sebelah alisnya.
"Trus kenapa tiba-tiba lo pengen ikut?"
"Emang salah, ya? Aku kan istri kamu!"
"Eh!" Aksa menggaruk rambutnya yang tidak gatal itu. "Itu terserah lo sih, mau ikut atau enggak!"
"Jadi aku bisa ikut, kan?"
"Hmm" jawabnya mengiyakan membuat Ara tersenyum simpul.
"Makasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [Biarkan Aku Memilih]
TienerfictieBagaimana sensasinya jika kamu dijodohkan oleh saudara tunanganmu? Kira-kira bagaimana caramu mengekspresikannya? Marahkah? Kesalkah? Atau malah biasa aja? Itulah yang dialami Aksatama Ferhandiola. Karena sebuah keputusan yang terburu-buru, dia haru...