"Aksa!" sahut Johan saat Aksa tiba-tiba saja datang ke apartemennya. "Masuk-masuk!"
Aksa lalu berjalan masuk kedalam apartemen Johan lalu menghempaskan tubuhnya diatas sofa sambil memijit kepalanya.
"Kayaknya lo stres banget, Sa. Baru juga sehari nikah!" celetuknya.
"Ck. Lo nggak tau rasanya tinggal sama cewek yang lo benci!"
"Iya deh iya. Gue tau kok perasaan lo. Oh iya, gue punya wine. Lo mau?"
"Wine?" Aksa tampak berpikir sejenak, "boleh juga tuh!"
"Yaudah, gue ambilin dulu!"
Johan berjalan kearah dapur dan membuka lemari yang berisi beberapa botol wine. Diambilnya satu botol wine itu dan tidak lupa ia membawa dua gelas yang diperuntukkan untuk dirinya dan juga Aksa.
"Lo pagi-pagi kesini buat apa? Bukannya lo harusnya di apartemen lo yah. Kan pengantin baru!" sahut Johan menggoda sambil menuangkan wine kedalam gelas. Memang setelah acara makan tadi, Aksa segera melenggang pergi dari apartemen.
"Gue ngerasa hidup gue settingan tau nggak! Gue nikah dipilihin. Gue tinggal di mana juga di tentuin. Mereka semua ngerasa gue bahagia sama pilihan mereka. Padahal nggak, Jo. Pusing gue! Gue benci diginiin!" ucapnya dengan emosi yang tertahan.
Johan terkekeh pelan, "dramatis juga hidup lo. Udah lama nggak balik, eh sekali balik mah dijodohin!"
"Lo ngeledek gue?"
"Nggak. Gue nggak ngeledek lo!" ucap Johan. "Yah setidaknya lo udah nikah kan, jadi tinggal jalanin ajalah. Orang bilang mah pilihan orang tua mah yang terbaik!"
"Terbaik kata lo? Yang ada itu terbalik. Bahagia kagak, kesel iya!" Aksa mendengus sebal. "Sebenernya tuh gue kesini buat minta saran sama lo!"
"Saran apaan?"
"Saran gimana caranya si Ara minta cerai sama gue!"
Johan lalu menghentikan kegiatannya menuangkan minuman dan langsung menatap mata Aksa.
"Belum juga dua kali dua puluh empat jam lo nikah dan sekarang lo udah mikirin rencana gimana caranya lo bisa ceraiin dia? Gila lo ya!" protes Johan. Mau bagaimanapun, ia tidak pernah membenarkan apa yang ingin diperbuat sahabatnya itu. "Lo udah nikah, Sa. Jalanin ajalah. Ntar lu lama-lama bisa enjoy juga."
"Lo tau gue kan? Sekali gue nggak suka yah tetep nggak suka!"
"Tapi kasihan anak orang, Sa. Bukannya membela atau gimana nih ya, tapi gue kasihan aja gitu. Pas gue ke nikahan lo kemaren gue liat si Ara itu polos banget. Lo tega nyakitin anak orang?"
"Salah sendiri. Kenapa dia nerima perjodohan itu? Kayak nggak ada stok laki-laki lain yang ada di sini. Gue juga udah peringatin dia kalo sampe nerima perjodohan ini. Tapi apa? Dia nerima juga! Berarti dia siap dong nerima semuanya?!" Aksa meneguk Wine-nya sedikit demi sedikit.
"Susah banget ngomong sama lo, Sa. Lo masih keras kepala!"
"Gue emang masih kayak gini! Semua orang aja bilangin gue berubah lah. Ini lah. Itu lah. Bullshit!!"
Johan hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanpa berniat membalas ucapannya. Dia langsung meminum Wine-nya dengan satu kali tegukan saja. Lalu kembali mengisi gelas kosong itu dengan Wine lagi. Begitu seterusnya, sampai beberapa botol wine habis diminum oleh mereka berdua.
"Lo mau cerai nggak? Gue punya ide nih!" gumam Johan sudah setengah sadar. Antara mabuk dengan tidak.
"Ide apaan?" timpal Aksa yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan Johan.
Johan mendekatkan mulutnya ke telinga Aksa dan membisikkan sesuatu. Tampak Aksa tersenyum simpul saat mendengar apa yang Johan katakan.
"Ide lo bagus juga!" ucapnya.
"Iya dong! Johan gitu loh!" sahutnya cengengesan lalu kembali meneguk minumannya lagi.
****
Jam sudah menunjuk tepat pukul dua belas malam. Tampak Ara masih mondar mandir di depan pintu kamarnya sambil sesekali melirik kearah pintu apartemen yang tertutup rapat itu. Hembusan napasnya sesekali memanjang, menandakan perempuan itu sedang dilanda kekhawatiran saat ini.
"Non?" sahut Bi Niah tiba-tiba membuat Ara menoleh seketika.
"Bi Niah kok belum tidur? Ini udah tengah malam lho Bi!"
"Bibi nggak bisa tidur, non. Non Ara sendiri kenapa belum tidur? Nunggu tuan Aksa, ya?"
Ara mengangguk pelan, "iya bi. Udah tengah malam tapi Aksa belum pulang. Kira-kira dia kemana, ya?"
"Udah, Non. Non Ara tenang dulu, pasti tuan Aksa pulang kok. Atau mau bibi buatkan minuman?"
Ara menggeleng, menolak tawaran Bi Niah. "Nggak usah, Bi."
Tiba-tiba pintu apartemen terbuka membuat kedua wanita itu menoleh.
"Kemasi barang-barang lo sekarang juga dan ikut gue ke bandara!" titah Aksa membuat Ara sedikit terkejut sekaligus heran dengan apa yang Aksa perintahkan.
"Bandara? Untuk apa, Sa? Lagipula ini sudah malam. Memangnya kita mau kemana?"
"Nggak usah banyak protes. Lo kemasi barang-barang lo sekarang juga dan kita ke bandara sekarang!" titahnya sekali lagi membuat Ara tidak bisa berkutik.
Ara mengangguk patuh dan masuk kedalam kamarnya sembari mengemasi barang-barangnya. Dua koper berukuran besar ia tarik keluar dari kamarnya dengan perasaan bingung dan masih menerka-nerka apa yang Aksa akan lakukan.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang Ara lakukan, Aksa juga demikian. Ia menarik koper berukuran besar keluar dari kamarnya.
"Kita mau kemana, Sa?" tanya Ara.
"Amerika!" ucapnya enteng.
"Amerika? Kita mau ke Amerika? Malam ini?" tanya Ara lagi membuat Aksa menggeram.
"Lo diam atau gue plaster mulut lo?!" ancamnya membuat nyali Ara menciut. Aksa lalu menghampiri wanita paruh baya yang berdiri di samping meja makan. "Bi Niah urus apartemen ini. Kalo mau ngajak keluarga bibi tinggal di sini nggak masalah. Bibi bebas mau ngapain aja. Anggap aja ini rumah bibi, oke?"
"Tapi, tuan. Kalau nyonya besar datang dan cari tuan, saya harus bagaimana?"
"Kalo mama atau siapapun datang cari saya, bilangin sama mereka kalo saya pulang ke Amerika. Paham?"
Bi Niah mengangguk patuh, " iya tuan!"
"Yaudah, saya pergi dulu. Saya tidak punya waktu untuk pamit sama mereka jadi tolong sampaikan!"
Aksa pergi dari sana lalu berhenti di depan Ara yang masih sulit mencerna keadaan sekarang.
"Kita ke Amerika sekarang. Gue CEO, Gue bukan manusia pengangguran kayak lo yang bisa seenaknya numpang di rumah orang. Gue banyak kerjaan. Kalo gue nggak kerja trus lo nggak bisa morotin gue lagi. Nanti lo jatuh miskin lagi. Jadi stop nanya-nanya, karena ini juga demi niat busuk lo itu yang pengen jadi orang kaya, kan? " ucapnya lalu melenggang pergi dari sana.
Ara yang ingin menimpali perkataan Aksa menjadi di urungkan. Sebab tidak ada gunanya, berbicara dengan Aksa tidak akan membuahkan hasil.
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [Biarkan Aku Memilih]
Teen FictionBagaimana sensasinya jika kamu dijodohkan oleh saudara tunanganmu? Kira-kira bagaimana caramu mengekspresikannya? Marahkah? Kesalkah? Atau malah biasa aja? Itulah yang dialami Aksatama Ferhandiola. Karena sebuah keputusan yang terburu-buru, dia haru...