Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Ara belum juga menujukkan tanda-tanda ingin tidur meskipun ia sudah mencoba memejamkan matanya. Ara bangkit dari tidurnya dan duduk sambil bersandar di kepala tempat tidur.
"Kok belum tidur?" Tanya Aksa yang tengah berkutat dengan laptopnya.
"Nggak bisa tidur." Ara memandang kearah Aksa dan memutuskan untuk berjalan ke luar kamar.
"Mau kemana?"
"Ke dapur ambil minum dulu. Aku haus." Aksa menoleh sebentar lalu mengangguk mengerti.
Ara mengambil gelas kosong dan mengisinya dengan air putih. Ia meneguknya sampai tersisa setengah. Ara membawa gelas itu menuju kamarnya dan meletakkannya di atas nakas. Ara lalu menarik laci nakas itu dengan pelan. Begitu laci itu dibuka, terlihat sebuah kotak kecil berisi pil berwarna putih tergeletak sendirian di sana. Obat itu adalah obat tidur. Ara memang sangat ketergantungan dengan pil itu. Tanpanya, ia tidak akan pernah tidur sampai pagi tiba.
Ara meraihnya dan membuka kotaknya. Ia memasukkan pil obat itu ke dalam mulutnya lalu kemudian meneguk air yang ia bawa sampai tandas. Setelah itu Ara bergegas kembali ke kamar Aksa.
"Pekerjaannya belum selesai?" Tanya Ara saat ia baru saja masuk ke dalam. Gadis itu kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan memperbaiki letak selimutnya.
"Udah selesai kok." Aksa kemudian menutup laptopnya. Dia sudah selesai. Aksa naik ke tempat tidur dan membuka bajunya.
"Aksa! Kamu ngapain?!" Ara panik lantas menutup kepalanya dengan selimut.
"Ngapain apanya? Gue mau tidurlah!"
"Iy..iya tau. Tapi kenapa bajunya di lepas sih?!"
"Gue nggak bisa tidur kalo nggak buka baju. Gerah." Ucapnya santai lalu membaringkan tubuhnya. "Bagi selimut dong!" Aksa menarik-narik selimut yang Ara pakai.
"Katanya gerah. Kok minta selimut?" Sahut Ara dari balik selimut. Dia membentengi diri agar Aksa tidak masuk ke dalam selimut yang ia pakai.
"Udah nggak gerah. Kan bajunya udah di lepas."
"Nggak usah pake yang ini. Kamu masih punya di lemari, kan? Pake itu aja."
"Tapi gue mau yang ini. Gimana dong?" Aksa berusaha untuk mengambil alih selimutnya namun Ara tetap kekeh untuk bertahan di dalam selimut itu.
"Pake baju dulu baru aku kasih selimutnya!"
"Emang napa sih, Ra? Gue suami lo. Telanjang juga nggak apa-apa. Udah muhrim kok."
"Aksaaa. Pake nggak!" Teriak Ara.
"Iya. Iya. Gue pake!" Dengan gemas Aksa kembali memakai baju kaosnya. "Udah."
"Boong!"
"Ih gue udah pake baju, Ra. Nggak percayaan amat sih!"
Ara mencoba mengintip dan benar saja, pria itu sudah memakai bajunya kembali.
"Huaaa.." Ara menghela napas. Berada di dalam selimut tebal itu rasanya gerah sekali. Ara menjauhkan selimut itu dan memberikannya pada Aksa, "Nih ambil!"
"Lho? Lo nggak mau pake juga?"
"Nggak ah. Gerah!"
"Mau gue bantuin buka baju?"
"Aksaaa!!!" Teriak Ara lagi membuat Aksa tertawa terbahak-bahak.
" Hahaha.. It's oke. It's oke. Lo boleh tidur!"
"Yaudah! Jangan aneh-aneh lagi. Jangan macem-macem. Awas!" Sahutnya memperingatkan Aksa.
"Kalo sekarang mah enggak. Gue jamin. Tapi nanti yah nggak tau. Siapa tau gue---" Aksa menggantungkan kata-katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [Biarkan Aku Memilih]
Teen FictionBagaimana sensasinya jika kamu dijodohkan oleh saudara tunanganmu? Kira-kira bagaimana caramu mengekspresikannya? Marahkah? Kesalkah? Atau malah biasa aja? Itulah yang dialami Aksatama Ferhandiola. Karena sebuah keputusan yang terburu-buru, dia haru...