Sejak Ara menyetujui rencana perjodohan mereka, Aksa semakin dibuat uring-uringan sekarang. Bahkan pria itu sangat sulit untuk tertidur di malam hari. Jangankan tidur, makan saja rasanya tidak selera gara-gara perjodohan itu terus berputar di kepalanya. Ingin rasanya Aksa kabur dari sini dan kembali ke New York. Tapi itu hanya rencana bodoh, Aksa tidak akan bisa lari. Semua keperluan keberangkatannya di pegang oleh ayahnya. Entah, mengapa lelaki tua itu sampai berpikiran sampai sejauh itu, sampai-sampai tidak ada celah untuk Aksa bisa menghindar dari pernikahan ini.
Kini, dia hanya bisa pasrah menunggu hari itu tiba. Hari yang tidak terpikirkan oleh Aksa sebelumnya. Kesal? Iya. Marah? Tentu saja. Tidak terima? Oh, jelas. Ini diluar kemauannya.
"Aksa.." tiba-tiba pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok wanita setengah baya yang tersenyum padanya dan berjalan mendekat kearahnya.
"Ada apa, ma?"
"Kok kamu belum siap-siap sih? Hari ini kan kamu harus fitting baju, sayang. Ara udah nunggu disana lho!"
"Aku nggak mau. Mama aja yang kesana. Aksa capek!" ujarnya lalu berbaring diatas kasurnya.
"Nggak bisa dong. Yang mau nikah kan kamu, sayang. Kamu harus ke sana supaya pilih bajunya mudah." Ucap mamanya tiba-tiba membuat Aksa kesal.
Pria itu bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk, "mah, dari awal Aksa nggak pernah terima perjodohan ini. Aku nggak suka sama Ara!" ucapnya dengan suara agak meninggi.
"Apa yang tidak kamu suka dari Ara, Aksa? Dia itu baik. Dia sopan. Dia--"
"Dia nggak sebaik yang mama kira." selanya. "Dia itu licik mah. Dia udah hasut papa buat jodohin aku sama dia! Aksa nggak suka!"
"Kata siapa?" tanya Cila. "Kata siapa Ara udah hasut papa?"
"Pokoknya Aksa tau. Ara udah hasut kalian semua. Ara udah cuci otak kalian semua. Dia sengaja buat deketin kalian semua. Karena apa? Karena harta!" tuduh Aksa.
"Cukup, Aksa!" bentak Cila. "Cukup kamu nuduh orang seperti itu. Mama nggak suka. Mama nggak pernah ajarin kamu seperti ini, Aksa!" Aksa tidak berniat menjawab dan hanya memalingkan wajahnya kearah balkon kamar.
Cila menghirup napas panjang dan menghelanya dengan pelan. "Dengerin mama, sayang. Jangan terpaku sama masa lalu kamu. Mama tau, kamu belum bisa nerima semua ini karena kamu masih hidup di masa lalu. Aksa, kamu udah gede. Udah bukan anak kecil lagi. Apa salahnya mencoba? Lupain semua yang udah berlalu."
"Mah--"
"Aksa. Mama mohon sama kamu. Jangan biarkan masa lalu merenggut masa depanmu, sayang. Mama sayang sama kamu. Mama pengen liat kamu bahagia, bukan terus-terusan seperti ini!" ucap Cila lagi.
"Tapi Aksa nggak suka sama Ara, mah!" keluhnya. Cila tersenyum tipis lalu mengelus punggung anaknya itu.
"Kamu coba aja dulu. Bisa jadi hari ini kamu nggak suka tapi kita nggak tau kan kedepannya bagaimana?" Cila menasehati Aksa dengan lembut agar anaknya itu bisa mengerti. "Hati itu letaknya di dalam. Nggak ada yang tau isi hati itu. Bahkan kamu sendiri juga nggak tau. Semua bisa berubah. Waktu bisa merubah seseorang, termasuk perasaan." tambahnya.
"Mah, tapi aku nggak suk--"
"Ganti bajumu dan kita pergi ke butik sekarang yah. Mama tunggu dibawah!" sela Cila sambil tersenyum lalu akhirnya ia pergi begitu saja dari sana tanpa mendengarkan Aksa selesai berbicara. Jika sudah begini, Aksa tidak bisa menolak lagi. Urusan mamanya, Aksa tidak bisa menolak. Ia sangat menyayangi perempuan itu. Melebihi apapun di dunia ini. Sungguh.
****
"Ini kayaknya bagus, sayang. Menurut kamu gimana?" tanya Cila pada Ara.
"Hmm bagus tante!" timpalnya membuat Cila berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [Biarkan Aku Memilih]
Teen FictionBagaimana sensasinya jika kamu dijodohkan oleh saudara tunanganmu? Kira-kira bagaimana caramu mengekspresikannya? Marahkah? Kesalkah? Atau malah biasa aja? Itulah yang dialami Aksatama Ferhandiola. Karena sebuah keputusan yang terburu-buru, dia haru...