OS.5

2.8K 306 11
                                    

Happy readers



🍃🍃🍃🍃




Entah ini kebetulan atau keberuntungan seorang Jennie Kim hadir di sekolah tepat lima menit sebelum bell berdering. Dia memarkirkan motornya dengan apik di sana.


"Ada angin apa dia dateng pagi"


"Keajaiban dunia"


"Harus di abaikan"



Banyak yang berbisik pelan saat melihat Jennie berjalan melalui koridor kelas. Sebetulnya dia mendengar dengan jelas namun dia tidak dalam mood yang baik meladeni para siswa yang berbisik itu.

"Weiiisss, ada angin apa lo dateng pagi gini Jen" Seulgi tiba tiba merangkul leher Jennie dari belakang membuat dirinya sedikit terkejut. "Sialan. Gausah bikin kaget juga bisa kan?" sinisnya dia melepaskan rangkulan Seulgi dengan sedikit di hentak. Manusia beruang itu terkekeh pelan dan berjalan disamping Jennie menuju kelas.

"Lisa mana?" tanya Jennie saat mereka telah sampai di bangkunya masing masing. Seulgi mengedikkan bahunya. "Gak tau, telat lagi kayaknya dia"

Jennie melirik ke bangku yang berada di depannya, disana belum terdapat tas yang biasa di bawa orang itu. Jennie melirik jam dinding di atas Whiteboard lalu segera dia keluar dari kelas.

"Jen!! Woy!! Mau kemana, bodoh bentar lagi masuk juga" Seulgi berteriak memanggil Jennie yang tidak menghiraukan panggilannya. Saat dia akan menyusul Jennie Bell berdering dan dia mengurungkan niatnya menyusul Jennie. Dia tidak ingin mencari masalah dengan guru yang satu ini.

"Bodo amat ah" Ringisnya.








Jennie saat ini sedang berdiri di rooftop dia mengedarkan pandangan ke arah gerbang masuk yang sudah ramai dengan para siswa dan siswi yang terlambat. Di ujung sana terlihat Lisa yang berdiri dengan lesu. Sepertinya dia sedikit menggerutu, lalu pandangannya teralih pada gadis berambut hitam panjang itu yang memakai syal berwarna  merah bertuliskan ketua. Smirknya muncul saat melihat gadis itu berdiri disana dengan rambut yang terurai bergelombang di terpa angin.

"Rosie..." desisnya pelan. "Hanya seminggu dan menghilang." Jennie berdecih.


"Ini masih jam pelajaran, apa yang kau lakukan disini? " Jennie berbalik melihat orang yang mengganggu kesendiriannya disini. Di tatap datar orang itu dan kembali mengalihkan pandangan kepada suasana gerbang sekolah yang mulai sepi.

Orang itu mengerti pertanyaan apapun yang dia lontarkan tidak akan dijawab oleh gadis bermata kucing ini. Dia menempatkan diri di samping Jennie, menyamakan arah pandangnya ke gerbang sekolah.

"Jennie" hening, Jennie masih setia menatap ke bawah namun  pandangannya kosong, dengan otak yang terus menerus memikirkan pertanyaan pertanyaan  yang membuatnya tidak mengerti karena tidak akan ada jawaban disana jika tidak bertanya langsung.

"Seperti sajak rima, kau harus bisa membuat bunyi yang sama di akhir kalimat, walau kadang kalimat itu menjelaskan suatu kepedihan atau kebahagiaan." Jennie kembali pada fokusnya menyimak kalimat yang selalu terdengar puitis  dikeluarkan pria tua berkacamata ini.

"Tidak usah banyak bicara paman, katakan apa urusanmu dan tinggalkan aku sendiri disini" orang itu terkekeh dia mengusap pucuk kepala gadis yang usianya setengah tahun darinya. "Seperti pecundang ya, mempertahankan asumsi yang belum tentu benar adanya"

Orang itu merangkul bahunya, dengan kasar dia menyingkirkan rangkulan pria tua ini. "Jangan mengejek ku pak tua, dan satu lagi jangan mencoba membaca pikiranku, anda tidak sopan" Jennie berdesis si akhir kalimatnya. Pria itu terkekeh pelan saat melihat Jennie pergi dari rooftop. Saat akan melangkahkan kakinya turun tangga orang tua itu berbicara kembali.

"Faktanya kehidupan hanya sebuah lelucon, kau harus mengetahui yang sebenarnya sebelum berasumsi." Jennie berdecak dia tidak menghiraukan ucapan pria tua itu. "Dasar orang gila" desisnya di sela sela pijakan kakinya menuruni tangga.



Jennie melangkahkan kakinya menuju ruang kelas, masih ada 20 menit sebelum pelajaran pertama berakhir. Saat akan menuju pintu kelas disana ada Rose dan Jisoo yang sepertinya baru menyelesaikan tugasnya. Tatapan mata mereka beradu, Rose menatap datar Jennie lalu sedetik kemudian dia memutuskan kontak mata dan melangkah masuk lebih dulu.

"Permisi sonsengnim" Rose dan Jisoo membungkuk hormat pada guru itu. Guru itu menghentikan kegiatan menerangkan materi kepada siswa dan mengangguk pada Rose dan Jisoo seolah memberi izin untuk masuk dan dengan segera mereka duduk di bangku milik mereka. Jennie ikut melangkahkan kakinya menuju bangkunya tetapi di tahan oleh guru itu.

"Tidak untuk mu Nona Kim" Jennie menatap datar guru sastranya ini. "Angkat lututmu di lapangan hingga pelajaran berakhir" ucapnya tegas, terdengar jelas nada tidak ingin terbantahkan.

"Maaf Mr. Yang saya rasa tidak adil jika hanya saya yang berlari di lapangan, sedangkan yang terlambat masuk ke kelas anda tidak hanya saya" Jennie menatap pada Rose disana yang ternyata sedang memperhatikannya dengan wajah datar.

"Jika kau membicarakan Jisoo dan Rose, mereka mendapat dispensasi karena mengatur murid yang terlambat. Sed-"

"Lalu saya tidak mendapat dispensasi? Bagaimana jika alasan saya terlambat masuk kedalam kelas anda karena saya harus menuju ruang kesehatan, apakah saya tetap di perintahkan untuk berlari?. Bahkan anda tidak bertanya alasan saya terlambat Mr. Yang." semua siswa yang berada di dalam kelas ini menatap pada Mr. Yang untuk mendengar jawaban dari gurunya. Tetapi bagaimana pun, Jennie akan selalu menang dalam perdebatan baik itu dengan orang seusianya atau yang lebih tua darinya. Mereka mengetahui itu, tidak heran jika Mr. Yang saat ini menghela nafas gusar.

"kembali ke tempatmu sebelum saya berubah pikiran." ucapnya pasrah, Jennie menuju bangkunya di belakang dia melewati bangku milik Rose dan Jisoo, Rose terlihat acuh padanya membuat Jennie menatapnya tajam. Dia duduk di bangkunya lalu Mr. Yang melanjutkan pengajaran. Selama kelas berjalan Jennie menatap tajam ke arah gadis bersurai hitam itu, bahkan penjelasan dari Mr. Yang hanya di anggap angin lalu. Hingga dering bergantinya pelajaran terdengar membuatnya tersadar. Semua siswa mulai menyiapkan buku pelajaran selanjutnya dan menunggu ketua murid memanggil guru kedalam kelas.

"Biasa aja natapnya. Heran deh gue udah hampir satu tahun kayaknya lo benci sama Rose. Tatapan mata lo selalu tajem tau ga kayak anak panah yang abis di asah. Tinggal di kasih racun terus lepas yang bakalan bikin musuh mati seketika. Gue gak paham sama jalan pikiran lo Jen. " Jennie mengalihkan tatapannya keluar jendela, enggan mendengar ocehan Lisa. Tapi bukan Lisa namanya berhenti karena di acuhkan.

"Gue gak tau ya, apa hubungan lo sama dia. Tapi lo tuh harus tau batesan juga kalau cuma sekedar bales dendam karena lo ketauan cabut, atau telat ke sekolah. Untung aja kelakuan lo kemaren gak ketahuan guru BP runyam bisa bisa. Terus lo ngajak gue ikut bersihin WC, parahnya lagi-" Jennie berdesis mendengar ocehan Lisa refleks dia menggebrak meja, membuat seluruh perhatian berpusat padanya.

Lisa langsung terdiam seketika dia meringgis kecil karena terkejut dengan gebrakan di meja oleh Jennie membuat lidahnya sedikit tergigit.







"Asshh.. lidah gue" Ringisnya.












Tbc.

Hola senoritas, and happy satnight or sadnight. Kkkk~

Seharusnya update tadi malem sih cuma ketikan w ilang setengah dan parahnya lagi lupa w nulis apaan kemaren, susah ya kalau ingatan ga jangka panjang haha:) but I can fixed it.

See you soon ❤️💙🐿️

See you soon ❤️💙🐿️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Opposite Side Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang