"Bye Papah! See you..." Pamit Arsen seraya mencium tangan Alex.Alex memangku Arsen terlebih dahulu kemudian mengecup putra kecilnya itu dengan gemas. "Belajar yang pinter, nanti Papah jemput."
"Okay, dadaaah!" Arsen pun berlalu menghampiri sang Guru yang terlihat sudah menunggu di depan kelas, karena Alex mereka hampir saja kesiangan.
Setelah itu Alex memangku Arthur dan juga menciumnya dengan gemas, "jangan bandel yah, belajar yang pinter, kalo pinter nanti Papah kasih hadiah Okay?"
Arthur mengangguk dengan semangat, "siap Papah!" Sahutnya dan Alex pun menurunkan Arthur kembali, membiarkannya berjalan memasuki area sekolah bersama dengan temannya yang baru saja datang.
Melihat kedekatan suami dan kedua putranya, Ara benar-benar merasa bahagia. Menikah dan memiliki anak dalam usia muda bersama Alex ternyata tidak terlalu menakutkan, karena dari segi financial Alex sudah tidak perlu diragukan dan sejauh ini, Alex juga tidak pernah berbuat yang macam-macam.
"Yaang, di sekolah itu Arthur sama Arsen main apa aja dan sama siapa aja?" Tanya Alex seraya melepaskan kacamata yang sedari tadi di pakainya.
"Mereka main sama temen sekelasnya, Lex." Jawab Ara sejauh yang dirinya tahu.
Alex mengangguk paham. "Gini yah, kamu tahu kan yang tadi Arthur lakuin ke aku, ke Papahnya sendiri?"
Ara mengangguk ragu, "tapi Lex, Arthur masih kecil dan dia pasti gak ngerti apa yang udah dia lakuin. Palingan dia cuma liat dari orang lain,"
"Makannya aku tanya sama kamu, dia main sama siapa aja di sekolah." Ucap Alex.
Alex menyimpan kacamatanya ke dalam mobil terlebih dahulu.
"Ra, kalo Arthur ngelakuin itu ke orang lain gimana? Gak sopan kan, bisa aja mereka marah." Tambah Alex dan Ara hanya bisa diam seraya menyandarkan tubuhnya pada mobil.
"Ya aku juga gak tahu Lex, aku gak tahu Arthur tahu itu dari siapa. Masa iya aku yang ngajarin, kan gak mungkin."
Alex terkekeh pelan, "aku gak mikir ke sana, aku cuma takut kalo anak aku dapet pengaruh yang buruk dari temennya atau dari siapapun itu, Ra..."
Dengan menyipitkan mata, Ara menatap Alex mencoba menebak. "Kamu mau aku batasin pertemanan mereka?"
"Ya ampun Lex, itu gak baik buat pertumbuhan mereka. Lagian aku juga selalu mantau mereka pas lagi main kok," tambah Ara.
Alex mencium kening Ara singkat. "Ya udah iya, aku berangkat kerja dulu. Nanti kalo udah pulang, telphone aku."
Ara mencebikkan bibirnya lucu, hampir saja Alex tertawa melihat ekspresi itu.
"Kamu tuh ih,"
"Apa sih Ra, ya ampun..." Gemas Alex yang kembali mengecup kening Ara sekilas.
"Kamu jangan marahin Arthur nanti,"
Alex tertawa pelan, "enggaklah apaansih kamu. Dia anak aku, dia masih kecil dan gak tau apa-apakan. Udah jadi kewajiban kita mendidik mereka, pokoknya kamu harus jamin kalo temen-temen mereka gak ngasih pengaruh yang buruk."
"Mereka cuma anak-anak TK ya ampun,"
"Ya kan harus tetep hati-hati, nanti kamu cari tahu dari mana Arthur tahu ngacungin jari tengah kayak gitu." Ujar Alex.
"Atau aku aja yang tanya?"
Ara menggelengkan kepalanya cepat, "biar aku aja, kamu itu suka nakutin."
Mendengar itu Alex hanya terkekeh pelan, padahal Ara pun tahu jika Alex itu bukan tipe Ayah yang galak tapi, untuk beberapa kesempatan dirinya harus bersikap tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Our Life
RandomKisah ini bukanlah kisah yang berdiri dengan sendiri, kisah ini sudah terjalin dengan kisah-kisah sebelumnya. Alexio Derald, ia bukan lagi orang yang mendominasi. Ia bukan lagi fokus satu-satunya bagi Ara dan bagi kalian semua. Kini Arsen dan Arthur...