***Alex berdiri tepat di depan pintu, ia terdiam seraya menatap Ara yang tengah menemani kedua putranya yang telah terlelap. Sampai akhirnya Alex berjalan mendekat, kemudian duduk di tepi tempat tidur Arthur. Bukan hanya Arthur, karena Arsen memilih untuk tidur bersama Arthur sembari memeluk kembarannya itu.
Tangan Alex terulur mengusap kaki kedua putranya secara bergantian, sedangkan Ara, ia masih saja tidak mengindahkan kehadiran Alex di sana.
"Mereka udah tidur, kamu juga harus tidur..." Ucap Alex seraya mengelus puncak kepala Ara.
Ara mengusap air matanya, ia cium kening dari kedua putranya. Kemudian ia berlalu meninggalkan Alex yang memutuskan untuk berada di sana terlebih dahulu.
Selepas Ara berlalu, Alex beringsut mendekat pada Arthur yang tidur dengan dipeluk Arsen. Alex mengusap wajah polos Arthur dengan lembut, ia masih bisa merasakan sisa air mata pada wajah putranya itu. Alex sangat lelah hingga membuat kontrol emosinya lepas begitu saja. Tapi itu bukanlah alasan.
Alex meraih tangan kanan Arthur yang tadi sempat dirinya sakiti. Alex menghela nafas panjang, kemudian ia kecup lengan kecil itu.
"Maafin Papah, sayang..." Sesalnya.
Ia pun berlalu. Kini Alex harus memperbaiki semua itu di mata seorang ibu.
Ceklek.
Alex melihat Ara tengah menutup gorden kamar, kemudian mematikan lampu dan Ara pun membaringkan tubuhnya dengan membelakangi Alex.
Perlahan Alex menaiki tempat tidur, ia bersandar seraya menatap belakang tubuh Ara.
"Yaang,"
Diam.
"Jangan nangis terus dong,"
Diam.
"Aku bener-bener gak sengaja, yaang. Tadi aku, aku gak bisa kontrol emosi aku jadi---"
"Berisik." Sahut Ara pada akhirnya.
"Ya udah, kamu jangan nangis terus dong. Arthur juga udah berhenti nangis,"
Ara langsung bangun dan menatap Alex tak percaya.
"Enteng banget kamu ngomong,"
"Sayang dengerin aku,"
"Enggak. Kamu yang harus dengerin aku! Lex, kamu...kamu sadar kalo bentakan kamu itu kenceng banget?"
Alex terdiam. Ia sadar akan hal itu.
Air matanya mengalir begitu saja, bukan hanya Ara tapi juga Alex.
"Aku, hikss...aku gak rela kamu nyakitin anak aku, kamu narik tangan anak aku bahkan dia udah teriak sakit, Lex..."
"Anak kita, mereka anak kita." Ucap Alex.
"Lex, aku aja yang udah jadi ibu. Aku yang dari dulu keras kepala, tiap kali kamu bentak aku, natap tajam aku, aku nangis, aku takut. Dan Arthur? Dia masih kecil, Lex..."
Alex tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. Untuk saat ini Ara tidak akan bisa menerima apa yang dirinya ucapkan.
"Ini yang harus kita bicarain, aku bukan kamu. Kalo anak kita salah, aku akan kasih tahu dia apa yang benar. Aku gak akan---"
"Tapi cara kamu salah."
"Dan aku udah bilang kalo itu keluar gitu aja, i can't control it."
"Karena kamu manjain mereka, mereka jadi gak dengerin apa yang aku bilang. Aku udah minta mereka buat berhenti main, tapi mereka gak dengerin aku sama sekali." Lanjut Alex yang membuat Ara tertawa hambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Our Life
De TodoKisah ini bukanlah kisah yang berdiri dengan sendiri, kisah ini sudah terjalin dengan kisah-kisah sebelumnya. Alexio Derald, ia bukan lagi orang yang mendominasi. Ia bukan lagi fokus satu-satunya bagi Ara dan bagi kalian semua. Kini Arsen dan Arthur...