Beberapa jam setelah Arthur sadar dan merasa lebih baik, tak menunggu waktu lama lagi, Alex dan Ara pun membawa putra kecilnya itu pulang. Ara ingin baik anak maupun suaminya bisa istirahat dengan lebih nyaman lagi dan mulai saat ini Ara akan berusaha sebaik mungkin agar keadaan Arthur tidak semakin memburuk.
"Mah..." Panggil Arthur pada Ara yang tengah menyelimutinya.
"Kenapa, dek?"
"Alsen mana?" Tanyanya.
"Arsen lagi di rumah kakek, katanya nanti malam baru bisa pulang. Sekarang kamu istirahat dulu yah, biar bisa cepet main lagi sama Arsen."
Arthur mengangguk paham dan, "Mah, tadi dada Althul sakit. Kepala Althul jadi pusing dan akhilnya gelap..."
Ara mengusap lembut punggung tangan Arthur yang masih terdapat perban yang menutupi bekas infusan, dan mengecupnya dengan lembut.
"You'll be fine, trust me." Ucap Ara dan Arthur mengangguk yakin. "Ya udah, Mamah liat Papah dulu yah, kamu istirahat ya sayang ..."
"Iya Mah... Love you,"
"Love you too." Balas Ara yang kemudian berlalu menuju kamarnya dengan membiarkan pintu kamar Arthur terbuka agar ia mudah untuk keluar masuk jika Arthur memerlukan sesuatu.
Ceklek.
Ia berjalan menghampiri Alex yang tengah meringkuk di bawah balutan selimut tebal. Alex sakit, benar-benar sakit hingga wajahnya terlihat sangat pucat. Ingin sekali Ara mengeluh, tapi untuk apa, Alex, Arthur dan Arsen adalah miliknya, kesayangannya, jika bukan Ara yang menjaga, lalu siapa lagi.
"Lex, masih pusing?" Tanya Ara seraya mengusap wajah Alex dengan lembut.
"Sedikit,"
"Ya udah, istirahat lagi yah." Ara pun mengecup kening hangat Alex dengan lembut.
Ara memutuskan untuk duduk di sofa yang menghadap ke arah tempat tidur mereka. Kemudian ia meraih tas yang berada di atas meja, Ara meraih ponselnya dan terdapat pembaruan status whatsapp dari Ayah mertuanya.
Ia pun mengkliknya. Kedua sudut bibirnya terangkat begitu saja saat melihat Arsen yang tertawa lepas di sebuah time zone.
"Eh tunggu," Ara kembali memutar videonya kembali. Ara tetap tersenyum, namun tidak selebar tadi.
"Ternyata Papah ngajak Rose juga, sebegitu niatnya Papah sampe dia berusaha deketin Arsen sama dia..." Gumam Ara yang tidak mau terlalu ambil pusing.
Ia kembali menatap Alex yang masih memejamkan mata di atas tempat tidur sana. "I trust him, his love." Ucapnya.
Kemudian Ara membuka tasnya kembali dan meraih sebuah amplop berwarna putih. Dan ia kembali tersenyum. Perlahan, ia mengusap perutnya yang terlihat datar.
"Kita akan jadi orang tua lagi, Lex..." Gumamnya. "Semoga kehamilan ini gak rewel," harapnya.
Ia menyimpan amplop putih tersebut ke dalam tas kembali, Ara memutuskan untuk memberitahu Alex nanti malam saja. Untuk saat ini, Alex membutuhkan istirahat. Sebelum nanti malam, Ara terus berharap bahwa Alex akan bahagia bahkan sangat bahagia mendengar kabar kehamilannya. Karena ia tahu, Alex sangat mengkhawatirkan keadaan dirinya. Tapi Dokter pun telah memberitahu, bahwa rahim Ara sudah sangat siap dan sudah baik-baik saja semenjak kelahiran kedua putra kembar mereka.
"Uhuk...uhuk..."
"Lex? Are you okay?" Paniknya yang langsung saja beringsut naik ke atas tempat tidur.
Ara meraih air minum di meja kecil samping tempat tidur dan memberikannya pada Alex.
"Ini, minum dulu."Alex pun meminumnya. "Udah, Ra..." Lirihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Our Life
RandomKisah ini bukanlah kisah yang berdiri dengan sendiri, kisah ini sudah terjalin dengan kisah-kisah sebelumnya. Alexio Derald, ia bukan lagi orang yang mendominasi. Ia bukan lagi fokus satu-satunya bagi Ara dan bagi kalian semua. Kini Arsen dan Arthur...