Selamat membaca!! Semoga suka uwu. Gak bisa bikin ending akutuh)):
Ada Papah Alex di bawah.
*****
"Maaf ... maa-- ARTHUR!!"
Teriakan itu membuat Alex juga perawat yang sedang mengatur alat infusnya terkejut.
"Ssst ... Sayang, hey. It's me, Alex."
Alex langsung mengusap kepala Ara dengan lembut dan memberikan sebuah kecupan singkat pada keningnya.
"Akhirnya kamu sadar juga," ucap Alex dengan senyuman. "Hampir 2 jam kamu pingsan sayang,"
Ara terdiam dengan tatapannya yang kosong. "Sekarang jam be-berapa? U-udah subuh? Masih malam?"
"Jam 5 sore, kita ke rumah sakit siang tadi, kamu pingsan gak selama itu sampe bangun-bangun udah subuh sayang."
Tangisan Ara tiba-tiba saja pecah, ia baru tersadar bahwa semua hal buruk yang terjadi hanyalah bagian dari mimpi buruknya. "I-ini bukan malam kan? Anak-anak, mereka manaa?"
"Hey, clam down ... Anak-anak udah ada di ruang rawat inap, they're okay sayang," jawab Alex sembari mengecup tangan Ara berkali-kali.
Alex tahu sebesar apa kekhawatiran yang istrinya rasakan. "Kamu pasti mimpi buruk sayang, it's okay ... Semuanya sudah mulai membaik,"
"A-aku mau lihat anak-anak, aku mau mastiin mereka Lex!" Paksa Ara.
Alex menganggukan kepalanya, "Tenang dulu dong, bentar, aku bawa dulu kursi roda," katanya.
Ara berusaha untuk mengatur nafasnya, air matanya masih saja mengalir. Keringat dingin pun sudah membanjiri pelipisnya, mimpi yang dirinya alami selama dua jam itu tak sadarkan diri terasa sangat nyata. Bahkan rasa sskitnya pun masih berasa hingga sekarang. Tapi, melihat ketenangan yang Alex tunjukan membuat Ara sedikit yakin bahwa semua hal buruk itu memang hanya sekedar mimpi.
Alex pun kembali dengan sebuah kursi roda. "Come here," katanya sembari memangku tubuh Ara dan mendudukannya di sana.
Kemudian Alex menarik tiang infus yang masih tersambung pada tangan kiri istrinya itu.
"Alex, aku lagi mimpi?"
"No, kamu baru bangun."
"Arthur, is he okay?"
Alex mulai mendorong kursi rodanya keluar dari dalam ruangan dengan alat infus yang menempel di bagian belakang atas bantuan perawat.
"Arthur udah lebih baik, cuma gak lebih baik dari Arsen. Dia harus mendapatkan penanganan yang lebih detail," Jawab Alex.
Alex tidak menanyakan mimpi buruk seperti apa yang istrinya alami sampai harus menangis histeris dan berteriak begitu keras, karena ia pernah mendengar jika mimpi buruk tidak baik untuk diberitahukan kepada orang lain.
Lalu, sampailah mereka di depan sebuah ruangan.
Ceklek.
Alex membuka lebar pintunya, dari ambang pintu sana Ara dapat melihat dua ranjang yang saling bersebelahan. Kedua putranya terbaring di atas sana dengan alat infus tertancap sempurna, juga oksigen yang Arthur kenakan.
Hati Ara sakit melihatnya, namun ada rasa lega karena ia tidak kehilangan salah satu dari putranya.
"Mamah ..." Panggil Arsen pelan yang menyadari kehadiran sang Ibunda.
Ara langsung mengusap air matanya dan tersenyum. Kemudian Alex mendorong masuk kursi rodanya, menghampiri Arsen yang lebih cepat pulih dibandingkan dengan saudara kembarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Our Life
AcakKisah ini bukanlah kisah yang berdiri dengan sendiri, kisah ini sudah terjalin dengan kisah-kisah sebelumnya. Alexio Derald, ia bukan lagi orang yang mendominasi. Ia bukan lagi fokus satu-satunya bagi Ara dan bagi kalian semua. Kini Arsen dan Arthur...