Malam ini, setelah menidurkan kedua putranya, Ara dan Alex terlihat duduk berdua tepat di balkon kamar mereka.
Alex meraih Ara ke dalam pelukannya, dinginnya angin malam mulai berkurang karena rangkulan yang Alex lakukan."I love you," bisik Alex yang kemudian mengecup pelipis Ara cukup lama.
"Lex,"
"Hn?"
"Kamu gak mau gitu punya anak perempuan?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut seorang ibu dengan dua anak.
Alex melepaskan rangkulannya dari tubuh Ara. Ia mengangguk paham.
"Aku mau. Jujur aja yaang aku mau punya anak perempuan ataupun laku-laki lagi, apapun itu. Aku mau, sangat mau." Jawab Alex dengan menggenggam lengan mungil Ara.
Ara tersenyum hambar, tangan kanannya terangkat mengusap rahang tegas Alex.
"Ra, aku mau. Tapi aku gak bisa, aku--aku..."
"Aku ngerti kok, sangat rawan buat aku hamil lagi, dokter udah ngasih tahu semuanya." Ucap Ara.
Alex mengernyitkan dahinya, "kapan dokter ngasih tahu kamu?"
"Bulan lalu, pas aku check up Arthur." Jawab Ara.
"Kamu kok gak ngasih tahu aku, terus keadaan Arthur tetep stabil kan?"
Ara mengangguk dengan tersenyum, "sejak dia berumur 6 bulan pun kata dokter udah gak pa-pa, kitanya aja katanya yang panikan."
Alex menghela nafas lega, "kamu tahu sendiri kan, pengobatan kanker aku dulu aja bener-bener abis-abisan yaang dan itu butuh waktu lama. Aku, aku cuma takut aja."
Lengan Ara kini memeluk tubuh Alex yang kian hari semakin terbentuk, "udah dong Lex, ck."
"Dan tentang kandungan aku, kamu pun udah tahu dari aku ngandung Arsen sama Arthur kan..." Lanjut Ara.
Alex memeluk erat tubuh mungil istrinya itu, "aku mohon jangan kayak dulu, kalo aku bilang gak usah punya anak lagi ya kamu jangan diem-diem eh udah hamil aja..."
"Dih, kalo gak gitu, kita gak bakalan punya Arsen sama Arthur dong." Alex hanya terkekeh pelan mendengar protesan yang istrinya lontarkan.
Jujur saja, semenjak memiliki dua putra, Alex sudah mulai menunjukkan sifat kebapak-annya dan dari lubuk hati yang paling dalam, Alex sangat menginginkan seorang putri. Sangat. Tapi ketakutannya akan keselamatan Ara dan ibu dari kedua anaknya, keinginan kembali tenggelam setiap ia mengingat moment di mana Ara tengah berusaha mempertahankan putra kembar mereka dengan berbagai macam obat-obatan dan kendala saat melahirkan. Sangat mengerikan melihat orang yang dicintai tengah kesakitan dengan kita yang saat itu tidak bisa melakukan apapun.
"Ra, maaf. Mungkin, mungkin kamu berpikiran bahwa aku itu egois. Aku, aku ngerti, aku paham. Aku seorang Ayah, dan aku paham sangat apa yang seorang ibu rasakan di saat ada seseorang yang berusaha untuk mengubur mimpinya untuk memiliki seorang anak." Ucap Alex.
Ara mengangguk paham, "aku ngerti kok."
"Aku mohon jangan sakit hati,"
Ara menggeleng pelan. "No, i'm not."
"Aku cuma takut, aku terlalu lemah buat ngadepin itu."
Ara kembali menggelengkan kepalanya. "Aku ngerti,"
"Dari tadi aku ngerti mulu balesnya,"
"Aku paham kok,"
"Ish, sama aja."
Ara tertawa pelan mendengar nada kesal yang Alex ucapkan.
"Iya sih udah, gak pa-pa." Ucap Ara walau di lubuk hatinya yang paling dalam tercetak sedikit kekecewaan dan banyak sekali kesedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Our Life
RandomKisah ini bukanlah kisah yang berdiri dengan sendiri, kisah ini sudah terjalin dengan kisah-kisah sebelumnya. Alexio Derald, ia bukan lagi orang yang mendominasi. Ia bukan lagi fokus satu-satunya bagi Ara dan bagi kalian semua. Kini Arsen dan Arthur...