Alex terlihat memijat kening, kemudian bersandar pada punggung sofa di ruang keluarga. Kemudian ia meraih map yang berada di samping latopnya, ia baca dan terdengar hembusan nafas kasar dari mulutnya.
"Mah!" Alex memanggil Ara, namun yang muncul malah Arthur, putra kecilnya.
"Mamah lagi masak buat makan siang, Pah..." Ucapnya.
"Papah boleh minta tolong gak?"
Arthur menyimpan mainan iron mannya di atas meja dan menatap Alex, "minta tolong apa?"
"Bilang ke Mamah, tolong buatin Papah coklat panas."
Arthur mengangguk paham. "Okay," ia pun berlalu menuju dapur.
"Makasih yah, Dek!" Ujar Alex.
"Iyaaa!" Sahut Arthur tanpa menghentikan langkahnya.
Alex tersenyum tenang, rasa penatnya sudah mulai sedikit berkurang hanya dengan melihat putra pandainya yang lucu itu.
Sesampainya di dapur, Arthur langsung berjalan mendekati Ara yang membantu Bi Dijah membuat makan siang yang diinginkan kedua putranya dan juga suaminya.
"Mah, Papah minta coklat panas!" Ujar Arthur yang kini duduk di kursi dapur.
"Iya," jawab Ara. Ia langsung meraih gelas dan membuatkan coklat panas untuk suaminya.
Arthur terlihat menunggu sembari memainkan tomat yang ada di atas meja dan mengamati sang Ibunda.
"Mah, kayaknya Papah kecapean deh." Ucapnya.
Ara tersenyum dan mengusap Arthur dengan gemas. "Oh ya?"
"Iya, kasihan Papah..." Lirihnya.
Ara meraih lengan putra kecilnya itu dan menuntun Arthur untuk menemui Alex dan memberikan coklat panasnya.
"Papaaah!" Seru Arsen yang baru saja pulang bermain dari rumah yang bersebrangan dengan kediaman mereka, rumah yang kacanya sempat pecah akibat kenalan si kembar.
Arsen langsung berhambur memeluk Alex dan duduk di pangkuan sang Ayah dengan es krim di tangannya.
"Arsen, gimana mainnya, seru? Itu es krim dari siapa?" Tanya Ara seraya menyimpan secangkir coklat panas di atas meja.
Arsen mengangguk sebagai jawaban. "Seru Mah, Jimy punya banyak mainan, jadi aku gak perlu bawa dari rumah. Ini dari Kakeknya Jimy, Arthur gak mau ikut sih, padahal seru!"
Arthur hanya diam dengan memainkan robot iron man miliknya. "Tadi kan abis minum obat, lemes lah badan aku... Ngantuk." Ucapnya.
Alex menurunkan Arsen dari pangkuannya, kemudian ia mulai meminum coklat panas yang tadi dimintanya.
"Pah, study tournya gimana?" Tanya Arsen yang kini duduk berdampingan dengan Arthur.
"Tanya Mamah aja, Papah bisa sesuain jadwal." Jawab Alex.
Ara terdiam, ia harus mempertimbangkan segalanya. Ia tidak mau kedua anaknya merasa sedih karena tidak bisa ikut, tapi Ara sendiri tidak bisa pergi atas usulan Dokter demi kebaikan persalinannya dua bulan yang akan datang.
"Kalau perginya sama nenek gimana?"
Alex langsung melirik Ara dan mengangkat sebelah alisnya. "Kasianlah Mamah, sering banget direpotin..." Ucapnya.
"Ya gimana dong, kasian juga kalau mereka gak ikut Lex..."
Alex beralih menatap kedua putranya, "gimana? Mau ikut? Tapi nanti perginya ditemenin Papah sama Nenek,"
Arsen mengangguk seraya merangkul saudara kembarnya. "Gak pa-pa, iya kan dek?"
"Kita cuma beda waktu sebentar yah, jangan manggil adek." Ujar Arthur. Kemudian Arthur menatap Alex dan Ara bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Our Life
RandomKisah ini bukanlah kisah yang berdiri dengan sendiri, kisah ini sudah terjalin dengan kisah-kisah sebelumnya. Alexio Derald, ia bukan lagi orang yang mendominasi. Ia bukan lagi fokus satu-satunya bagi Ara dan bagi kalian semua. Kini Arsen dan Arthur...