#27 • Pengakuan rasa

536 32 2
                                    

"Semua hal yang ada di dunia ini butuh waktu, Va. Sama halnya kayak perasaan."
-ELANOAAS

Sudah dua jam kedua sejoli itu duduk dan menikmati hidangan makanan bersama di sebuah kafe ternama di jakarta selatan. Tak ada satupun dari mereka yang membuka topik pembicaraan. Arganta hanya diam menatap ponselnya sedangkan Ava sudah melirik sahabatnya jengah.

"Katanya ada yang mau diomongin, tapi kayaknya handphone lo jauh lebih penting. Gue pulang aja kalo gitu ya, banyak kerjaan soalnya." Ketika gadis itu ingin beranjak dari bangkunya, Ganta justru menarik tangan Ava lembut. Memberinya aba-aba untuk berada di posisinya yang semula.

"Gue suka sama lo...,"

What the???

Ava tertawa miris. "Bercanda lo gak lucu, Gan!"

"Gue lagi gak ngelucu, Va. Kali ini gue serius." Ava menghentikan pergerakan nya. Tubuhnya mendadak lemas seraya menatap Arganta intens. Mencoba mencari kebohongan dan menganggap ini hanya rekayasa semata. Itu harapan nya. Tapi Ava tahu, jika sudah berurusan soal hati, Arganta-nya tak pernah main-main.

"Gan, please. Kita baru aja baikan, tolong jangan bahas ini. Lo tau kan gue bakalan jawab apa?" tuturnya.

Arganta menghela napasnya, mencoba menenangkan jantungnya yang terasa sesak melihat Ava menatapnya pilu seperti ini. "That's the reason why i never tell you about my feeling. Lo pasti gak bakalan percaya kalo gue suka sama lo."

"Gue gak punya banyak waktu, Va." Lanjutnya lirih.

"Gak punya banyak waktu apa maksud lo? Gue masih disini, gue punya banyak kesempatan buat denger semuanya, Gan." Yap! Itulah Ava. Arganta takkan pernah bisa mengelak darinya.

"Gue harus balik ke California besok." Tukas lelaki itu membuat Ava mengkerutkan dahinya binggung.

"Lo tinggal disini baru tiga bulan lebih, Arganta. Are you crazy?" gadis cantik itu terus memberontak tanda tak terima. Apa Arganta tega meninggalkan Ava untuk kedua kalinya?

"Gue gak bisa nolak permintaan dari Oma, Va. Semenjak Opa meninggal, Oma tinggal sendirian disana. Nayla gabisa kesana karena dia udah terlanjur nyaman sama sekolahnya yang sekarang, Mama juga harus ngurus kolega bisnis nya disini. Oma udah lanjut usia, Va. Gak tega hati gue kalo tinggalin beliau hidup sendiri disana." Demikian jawabnya.

Ava mendelik tajam. "Lo pergi bukan karena itu, kan? Lo pergi karena lo mau menghindar dari gue karena lo pasti tau kalo gue bakal nolak lo. Come on, Gan. I can see the lies in your eyes."

Arganta menghembuskan napas pelan. Apa yang dikatakan oleh Ava itu benar. "Waktu gue tau lo cinta sama Elano, gue berusaha buat ngerelain dia buat lo karena kalian emang saling suka dari dulu. Gue berhenti ngejar lo waktu itu. Karena gimana pun juga, cinta gak bisa dipaksa. Tapi, Va... Yang namanya cinta pertama itu susah buat dilupain. And till this second, i still fall in love with you." Arganta berkata yang sejujur-jujurnya. Ia menggegam tangan Ava yang berada diatas meja.

Menatap Arganta dengan wajah pedihnya, ia berkata, "Satu hal, Gan. Lo selalu punya tempat tersendiri di hidup gue. Gue nyaman selama kita sahabatan. Gue sayang banget sama lo. Sangking sayangnya, gue udah anggep lo kayak abang gue sendiri, gak lebih dari itu."

Arganta mengangguk, ia menarik Ava kedalam pelukannya. "I'm so sorry. Gue bodoh karena gak peka soal seberapa besar rasa sayang lo ke gue."

"Gue gak siap jauh dari lo buat yang kedua kalinya, Gan. Kalo lo pergi, siapa lagi yang bakalan buatin gue sarapan spesial. Siapa lagi orang yang bakal selalu ada di teritori gue. Gimana pun gue sama lo, lo gak pernah ninggalin gue. Siapa lagi orang yang bakalan kasih gue nasihat dan bahu buat bersandar waktu gue ada masalah. Gue---" Air matanya keluar deras dari mata indahnya. Satu orang paling berharga dalam hidupnya pergi, lagi.

Arganta mempererat pelukannya. Mengelus rambut hitam kecoklatan milik gadis itu. Ia benci jika setitik air mata jatuh membasahi pipi gadis itu. Tapi, ia tak bisa menahan semuanya, jiwanya bergejolak.

"Gue juga sayang banget sama lo, Va. Gue rasa ini jalan terbaik buat kita. So, please don't cry again. You make my heart hurts."

"Terus? Lo masih bertekad balik ke California dengan alasan absurd lo ini?" Ava melepas pelukannya.

Ganta rasa semuanya sudah cukup. Dia takkan meminta lebih lagi dari Ava. Dianggap sebagai saudara dan sahabat terbaik saja. Ganta sudah puas. Seraya berdoa, if oneday he will meet someone who'll takes his heart again. Dan Arganta percaya akan itu.

Ganta mengangguk mengiyakan. Helaan napas kasar dari gadis itulah yang mewakili segalanya.

🐋🐋🐋

Disanalah gadis itu sekarang, meringkukkan badannya di atas tempat tidur. Dengan matanya yang sembab karena tak henti-hentinya menangis. Ia mencoba menenangkan dirinya untuk tidak menangis, namun tetap saja gagal. Ia masih tak rela jauh dari sahabatnya.

Cklek!

Pintu kamar Ava terbuka. Mata lelaki itu sontak membulat melihat keadaan gadisnya. Elano mendapat kabar dari Bi Inem bahwa Ava terdengar sedang menangis dari dalam kamarnya, sudah berkali-kali ia mengetuk pintu namun tak digubris sedikitpun. Mau tidak mau, ia meminta Elano agar datang kerumah dan melihat keadaan Ava. Karena Bi Inem sendiri tahu, dalam keadaan seperti ini hanya Elano yang bisa menenangkan gadis itu.

"Hey, what's happen with you?" tanpa aba-aba ia langsung menarik Ava kedalam pelukannya. Ia binggung mengapa kekasihnya menangis.

"Tell me something, don't be like this babygirl." Ava tak menyahut, ia malah semakin mempererat pelukannya. Disaat seperti ini, hanya Elano yang bisa menghangatkan perasaan nya.

"He leaves me again, El. And then, he said he loves me..."

Elano menangkupkan kedua tangannya di pipi Ava. Menatap matanya yang berkaca-kaca, air matanya sudah tak mengalir lagi. Lelaki itu menghapus jejak air matanya di pipi Ava menggunakan jempol kanannya. Dari tatapan nya, Elano tahu siapa orang yang Ava maksud.

Ava membisu. Ia menemukan tatapan mata yang ia sukai kini menuntut penjelasan darinya.

"Aku bilang, aku gak bisa terima dia lebih dari sahabat. Aku ngerasa---" Ava menarik napas panjang. "Aku ngerasa udah nyakitin hati Ganta, El."

Mendengar pernyataan Ava, Elano langsung membawanya ke dalam pelukannya. Mengusap rambut panjang gadis itu penuh kasih sayang.

"Terus, kamu maunya gimana sekarang?" tanya Elano lembut.

Ava menggeleng. "Aku gak tau, El. Intinya, aku gak mau Ganta pergi."

"Semua yang ada di dunia ini butuh waktu, Va. Sama halnya kayak perasaan. He needs more time to delete his feelings for you. Arganta butuh waktu buat tenangin diri dan belajar terima kenyataan." Elano memberi saran sekaligus kekuatan agar Ava-nya dapat ceria lagi.

Ava melepaskan pelukannya lalu tersenyum pada kekasihnya. "Thankyou for giving me strength, i am so happy to know you in my life." Tukasnya yang membuat Elano terkekeh ringan.

Avalanna. Gadis satu ini selalu sukses membuatnya tertawa, sesulit apapun keadaannya. Elano ingin terus seperti ini bersama gadisnya. Ia hanya ingin membuat Ava-nya nyaman selama berada di atmosfirnya. Meskipun hanya diberi pelukan, semangat, kebahagiaan dan kecupan manis. Ava merasa cukup dan itu sudah sempurna.

✍✍✍

Hello guys!
Apa kabar nih kalian? Kangen aku ga xixi :)
Maaf yaa aku update nya kelamaan ngehe, soalnya tugas lagi banyak...

Btw, don't forget to give some votes and comments ya guys!

Happy Reading My Lovely Readers...

ELANOAVA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang