#29 • Kabar mengejutkan

508 26 5
                                    

Keesokan harinya...

"Enggak, gue gak mau. Gue tetap sama komitmen gue!" seru Elano, hanya bersuara dalam hatinya.

"Diam artinya setuju," cetus Opa Stanley.

Elano melenguh kesal di hadapan keluarganya. Ia tak bisa menimpali perkataannya, tidak berani membantahnya. Jangankan membantah, untuk menjelaskan saja sangat susah.

"Elano pasti mau lah menerima perjodohan ini." Ucap Oma Glory di hadapan orangtua Regina.

"Aku..."

"Hari ini kita akan berangkat ke German. Kita akan mempersiapkan acara pertunangan kalian disana," kata Papa Regina menyela perkataan Elano.

"Um... Tapi kita tanyakan dulu pada Elano nya. Apakah dia ingin bertunangan dengan Regina? Karena sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik." Yap, itu suara Gerald. Sejujurnya, ia tak setuju dengan keputusan yang orangtuanya lakukan untuk menjodohkan Elano dengan perempuan lain. Sedangkan Tania dan Laras hanya diam tak berkutik. Karena dalam situasi seperti ini, mereka harus pandai mengendalikan diri.

"Sudahlah, Ger... Elano dan Regina itu serasi kok. Mereka pasti bisa saling mencintai satu sama lain. Mama yakin kok."

"Iya, Ma. Aku setuju sama apa yang dibilang sama Gerald. Suatu hubungan tanpa dilandasi rasa cinta itu ga ada gunanya." Tania ikut memberi saran pada mantan Mama Mertua-nya itu.

"Kami sudah memiliki perjanjian dari dulu, Tan, Ger. Mama dan Papa ga mungkin membatalkan janji itu. Lagian kan, Orangtuanya Regina ini kan kerabat kerja kita. Kita sudah kenal dekat dengannya dari dulu. Lagipula ini semua kan demi kebaikan Elano juga, Mama hanya ingin memberikan pendamping yang terbaik buat cucu Mama."

Regina memandang Elano lembut, lalu menggegam tangannya. "Elano pasti mau ikut dong, Oma, Opa. Elano kan sayang banget sama aku."

Elano menggertak kesal. "Gue gak mau dan gak akan pernah mau!"

"Elano, Oma dan Opa tidak mau tau, hari ini kita akan langsung berangkat ke German! Siapkan barang-barangmu." Itu suara Oma-nya.

Elano kesal, karena daritadi pembicaraan nya dipotong terus. Elano tak suka itu. Ia hanya mendengus kasar lalu melangkah jauh dari orang-orang disana. Ia butuh waktu.

Kini, disinilah dia. Sendiri termanggu. Di ruang tengah yang berdinding warna putih. Elano tergugu. Padahal baru saja beberapa bulan ia menjalin hubungan dengan Ava, cinta mereka malah diuji.

Seseorang menepuk bahunya. "Lo pasti lagi binggung kan? Gue tau." Itu, Vano. Abang keduanya.

"Kita bakalan berangkat hari ini ke German, El. Lo ataupun gue sama Revo gak bakalan pernah bisa ngebantah perintah Opa sama Oma." Vano berucap.

"Gue gak bisa kesana, No. Cewek gue gimana kalo gitu?"

Revo menengok kearahnya, lalu duduk disamping adik bungsunya. "Ya, terus lo mau gimana, huh? Gue sama Vano juga gak tega ngeliat lo kayak gini. Intinya, semua keputusan ada di tangan lo."

"Lagian ya, si Regina cuma demen nya sama lo doang! Liat kemaren, dia nempel mulu kayak ulet bulu. Gue sampe risih ngeliatnya." Vano kesal sendiri.

Beberapa tahun yang lalu, Oma bercerita tentang masa lalunya. Oma memiliki perjanjian dengan sahabatnya, kalau sudah menikah dan punya anak, anak mereka akan dijodohkan. Tapi mendadak tidak jadi karena anak mereka sama-sama lelaki. Jadilah turun ke Elano dan cucu sahabat Oma yang dijodohkan.

Lagipula, si Regina udah terlanjur kepincut sama ketampanan seorang Elano. Makanya, itu orang ngebet banget sama Elano.

"Gue gak tau harus gimana. Kemarin gue sama Ava habis berantem karena ulah Regina. Gue bener-bener gak sanggup jelasin ini semua sama Ava. Gue gak tega liat dia nangis, Rev, No..." Kali ini pikiran Elano mulai kalut dan tak menentu.

Revo dan Vano sendiri jadi pusing memikirkan nya. "Yaudah, gini. Hari ini mending lo coba temuin Ava. Obrolin baik-baik sama dia, bawa ketempat yang tenang terus ceritain semuanya."

"Dia gak bakalan mau ketemu sama lo lagi, El. Dia udah kecewa berat sama lo. Ya, palingan ujung-ujungnya juga kalian putus. Lagian kan sebentar lagi lo resmi jadi tunangan gue, kita udah foto berdua buat undangan pertunangan kita lho." Ucapan seorang gadis menginstruksikan mereka untuk diam.

"Ck, mending lo cari cowok lain aja sono! Kasian Elano jadi tersudut gini karena lo. Masih punya hati nurani, kan?" ketus Vano padanya.

Regina mengangkat bahu acuh tak acuh. "Sayangnya, gue cuma mau Elano. Bukan cowok lain!"

Ia menoleh lagi kearah Elano. "Udahlah, El. Pasrah aja. Ikut ke German hari ini sama gue ya? Toh juga ga ada lagi yang perlu dipertahakan dari hubungan lo sama cewek itu kan? Dia udah muak banget sama lo. Percaya deh."

Elano tersenyum miring. "Gue gak bakalan pergi kemanapun, kecuali Ava sendiri yang minta. Paham lo?" Lalu Revo, Vano, dan Elano meninggalkan gadis itu disana, sendirian.

Regina tersenyum licik. Elano benar-benar membuatnya menggila. Ia yakin, setelah mereka bertemu nanti akan terjadi pertengkaran hebat. Disaat itu jugalah ia dapat menjalankan aksinya. Dengan cepat, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya lalu menghubungi seseorang kemudian berkata, "Lakuin perintah yang gue suruh sama lo tadi!"

Gue bakalan buat cewek itu jauh sejauh-jauhnya dari hidup lo, El!

Hellaw readers?
Gimana? Suka sama partnya ga?
Kalo suka vomments nya dulu dong hehe
Untuk episode berikutnya, tunggu aja ya!
I'll be back, guys.

ELANOAVA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang