#37 • Delapan tahun kehilangan Elano.

648 34 8
                                    

"You have to think about your future." Celetuk Oma-nya mendadak.

"This is my future, Grandma!"

"No, i mean. Your future, is try to find someone and ... married."

Ia berhenti mengunyah, meletakkan garpu dan sendok di piring. "Oma,"
"Why?" ia tahu cucunya sedang memberi peringatan.
"I don't want to think about it!"
Sepupunya, Leo berkata, "Keep calm, Ava!"
"Usiamu sudah menginjak dua puluh enam tahun, Avalanna. Dan kau belum berpikir apapun tentang pernikahan? Ayolah, jangan bertumpu pada pikiranmu sendiri."
"Aku sedang malas berdebat."

"Tapi kau membutuhkan cinta dalam hidupmu, Va. Kau harus berani membuka diri untuk mencintai orang lain, jangan hanya berpatokan pada masa lalu. Umur akan bertambah dan waktu akan terus berjalan, kau pasti membutuhkan pendamping." Nasihat Sang Oma dengan lantang.

"Tapi hidup tidak selamanya tentang cinta. And i don't care about love anymore!" ia menggebrak meja lalu berlalu begitu saja.

Hatinya rapuh, jantungnya berdebar kencang. Segala yang berhubungan dengan cinta dan sayang selalu mengingatkan nya tentang dia. Kata cinta berhasil membuatnya mengulang memori saat pertama kali bertemu dia.

Tembok pertanahan nya runtuh saat mengingat masa-masa itu. Dimana pertama kali bertemu dia dan semua masih begitu manis. Ia benci tapi rindu.

Ia berdiri di taman Sang Opa seraya melingkarkan tangannya, tertunduk lesu.

"I know how it feels, Va!" Itu suara Sissy, sepupunya.

"Yang Oma tadi bilang itu benar. Kamu harus bisa pindah ke lain hati. Cinta tidak semenyeramkan itu, jadi untuk apa takut? Kami menyayangimu, Va. Kami tidak tega jika membiarkanmu hidup sendirian bertahun-tahun."

"Saya tidak pernah minta dikasihani. Saya bisa menghadapi dunia ini sendirian!"

"Kalo kamu ngerasa sendirian, kamu boleh cerita sama kita. Supaya hati kamu bisa sedikit lega. Disaat kayak gini, aku cuma berharap kamu bisa bangkit dari semuanya. Aku tahu kamu wanita yang kuat. Be brave, Va!" sambung Max lembut.

"Sudahlah, Max, Sy. Give her a little bit time. Kita ke ruang tamu saja, Opa menunggu kita." Lalu, mereka pun mengangguk kemudian berbalik menuju ruang tamu. Hanya ada Alka disana, menatap punggung sepupunya pilu.

"Kita hidup sama-sama belasan tahun, Va. Gue tau apa yang lo rasain sekarang. Lo hancur, kecewa, dan sedih. Tapi bener apa yang dibilang sama Oma tadi kalo lo harus mikirin masa depan dan seorang pendamping, Va." Ujarnya lagi.

"Kalo lo dateng dan cuma pengen ceramahin gue, lebih baik lo pergi. Karena gue gak perlu itu,"

"Selama ini lo gak bener-bener ngelupain dia kan, Va? Lo masih punya harapan baik buat dia, lo selalu berdoa supaya dia bisa kembali dan jelasin semuanya, kan? Am i right?"

Matanya memanas, kepalanya pusing. "Just go!"

"I know that, Va. He still be your favourite person in this earth."

"Just go, Alka. Don't make me angry!" Alka menggelengkan kepalanya pasrah, lalu bergegas pergi.

Setelah itu Avalanna duduk di kursi panjang taman. Memandangi taman yang dulu menjadi tempatnya berkumpul bersama keluarga besarnya. Jujur, ia kesal saat Oma sudah mulai mengungkit soal pernikahan. Ava belum bahkan tidak sama sekali memikirkan tentang hal itu. Dia masih enggan membuka hati, hatinya belum pulih benar. Wanita itu mengeluarkan powerbank lantas menyambungkannya ke ponsel.

ELANOAVA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang