EXTRAPART 4

434 36 6
                                    

Lima tahun setelah kepergian Aveega, Jakarta Selatan.

Setelah mengantarkan ketiga anaknya itu pulang ke rumah, Elano pergi ke sebuah kafe di daerah Jakarta Selatan. Akhir-akhir ini ia sering kewalahan mengurus pekerjaan nya bahkan sampai lupa untuk merelaksasikan pikiran nya sejenak. Lima tahun setelah kepergian Aveega-nya merupakan satu hal terberat dalam dunianya. Tidak ada tawanya lagi terdengar, begitu sepi hidupnya tanpa wanita itu di sisi. Lihat keadaan nya sekarang, ia berubah menjadi lelaki yang ceroboh dan sulit menentukan sebuah pilihan. Menurutnya, jika kehilangan Aveega berarti sama saja ia kehilangan tonggak dirinya sendiri. Seburuk itu Elano tanpa istrinya.

Elano pun melangkah masuk ke kafe, tapi belum sempat membuka pintu, ia mendengar sosok wanita menyebut namanya. Langkahnya terhenti lalu dipandangnya lah wanita itu.

"E-Elano..." Katanya terbata-bata.

"Dera?" Elano tampak kebingungan. "Lo ngapain disini?" tanyanya.

"Gue pemilik kafe ini, El." Jawabnya sedikit salah tingkah. Elano semakin tampan dari yang sebelumnya.

"Ya udah, ayo masuk, El. Kita kayaknya udah lama banget nggak ngobrol." Melihat Elano langsung terlintas wajah Ava di pikiran nya. Dera rindu sahabat satunya itu, sudah belasan tahun ia menghilang. Ia yakin, banyak hal yang berubah dari Ava setelah menikah dengan Elano. Ia jadi tak sabar mendengar kabar dan berbincang soal Ava dengan Elano.

"Emm, oke!" ia mengangguk pelan menandakan persetujuan walaupun tampak sedikit meragu.

"El, gimana kabar lo?" Dera membuka pembicaraan dengan santai begitu sampai di sofa sudut kafe.

"Puji Tuhan baik, Der. Lo sendiri gimana? Terakhir kita ketemu pas acara nikahan gue sama Aveega, kan?"

"Iya, setelah itu gue pergi dan tinggal di Sydney. Sambil ngurusin restoran gue juga disana. Eh, mau pesen apa?" Dera buru-buru menawarkan menu sebelum Elano menanyakan hal lain.

Dera memanggil pelayan yang sedang berdiri di kasir dan sesaat kemudian daftar menu sudah ada di hadapan mereka berdua. Setelah selesai memesan minuman, Elano dan Dera kembali berbincang tentang banyak hal. Mereka berdua menjadi agak dekat dari sebelumnya, bahkan dulu untuk bertegur sapa saja mereka jarang. Tapi entahlah, Dera rasa kali ini berbeda.

"Oh iya. Udah ada berapa anak lo?"

Elano tersenyum. "Udah ada tiga. Dua laki-laki, satu perempuan."

Dera ikut senang mendengarnya, sahabatnya itu pasti sudah begitu bahagia. "Terus, terus. Kabar sahabat bawelnya gue itu gimana, El?"

Elano terdiam ditempat. Ia pun tersenyum kecut padanya. Menghirup napas dalam-dalam dan membuangnya pelan, mencoba untuk menenangkan segala kesedihan kala mengingat istrinya itu. Pertanyaan Dera soal istrinya itu langsung membuyarkan konsentrasinya. Elano yakin, Dera tak tahu bahwa Ava sudah meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.

Melihat perubahan gerak-gerik tubuh lelaki itu, Dera mulai bertanya-tanya. "Lo kenapa, El? Kok diem begitu gue tanyain soal Ava? Dia baik-baik aja, kan?"

"Aveega udah meninggal, Der. Kanker otak stadium akhir tepat lima tahun yang lalu." Sebulir air mata membasahi pipi kiri Elano. Ia rindu istrinya, masih begitu besar rasa cintanya untuk Aveega-nya itu. Itu satu fakta yang tidak dapat ia tutupi.

Minuman yang dipesan nya tadi hampir tersembur ke luar dari mulut. Ia tersentak, jantungnya mau copot begitu mendengar pernyataan itu. Elano tak sedang berbohong, ia tahu bahwa lelaki itu sangat mencintai sahabatnya dan takkan mungkin juga ia berbohong soal nyawa istrinya sendiri. Elano tidak sedang bercanda, ia tahu.

ELANOAVA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang