Teramat mencintai kadang membuat kita harus siap merasakan kesakitan yang teramat pula, terlebih saat dia yang kita cintai tak merasakan apa yang kita rasakan. Rasa itu bernama cinta tak terbalas. Kata itulah yang setia bertengger dalam pikiran seorang Yuri.
Terhitung sudah satu bulan ia bekerja di cafe semenjak meninggalkan rumah Jungkook. Dia nampak baik-baik saja, namun itu tidaklah benar. Jauh dalam hati dan pikirannya ia masih belum mampu menghapus bayang bayang Jungkook, rasa sukanya sudah berubah menjadi cinta. Sebenarnya dia tak begitu yakin dengan rasanya, hatinya menyuruhnya yakin dan mengejar cinta itu, namun tidak dengan pikirannya yang seolah berkata 'kau tidak pantas'. Kata 'pantas'lah yang selalu membelenggu dirinya.
Ingin sekali Yuri berteriak jika mengingat kejadian satu bulan yang lalu. Ingin juga dia menjambak rambut wanita menyebalkan itu, siapa lagi kalau bukan Nara, namun iba nya mengalahkan segalanya.
Ia tentu tahu dengan keadaan Nara yang sudah tak memiliki ibu karena waktu itu dia mendengar percakapan Nara dan Jungkook tentang ibunya yang meninggal. Kakaknya yang juga mengalami gangguan kejiwaan menambah daftar rasa kasihan Yuri kepada wanita itu. Mungkin melepaskan Jungkook untuk membahagiakan wanita itu adalah jalan terbaik.
Terhitung sudah tujuh jam lamanya Yuri sibuk melayani beberapa pelanggan yang datang ke cafe tempat bekerjanya. Memang terkesan lama, namun memang cafe ini buka dari pukul sebelas sampai tujuh malam dan Yuri sama sekali tidak keberatan, yang terpenting dia bisa bekerja dan mengirimi uang tiap bulan kepada ayah dan ibunya di tempat asalnya.
Menyiapkan minuman, makanan, dan melayani beberapa orang yang hendak ber karaoke ria juga sudah Yuri lakukan. Dan kini adalah waktu yang dia tunggu, yakni pulang untuk mengisi lagi tenaga dan semangatnya.
"Annyeong Yuri-ssi" ujar salah satu pegawai di cafe itu bersamaan dengan lambaian dan senyuman Yuri kepadanya.
"Annyeong, hati-hati di jalan" balas Yuri yang hanya di balas anggukan oleh rekan kerjanya itu.
Yuri memijat bahunya yang sedikit sakit. Langkahnya tak terlalu cepat untuk sampai k tempat tujuannya karena jarak cafe dan rumahnya tidak begitu jauh.
Yuri berjalan menyusuri trotoar yang sudah ramai dengan pejalan kaki yang hendak pulang atau hanya untuk merasakan indahnya malam. Beberapa juga ada yang nampak menggandeng pasangannya dan hal itu sukses membuat Yuri iri. Dia berdecih seraya memegang sebelah bahunya.
"Eoh, bukankah itu Nara?" tanya Yuri pada dirinya sendiri setelah dia melihat Nara keluar dari salah satu taksi dan berjalan menuju sebuah restoran mewah. Yuri mengamati Nara dan berharap seseorang yang menjadi suami wanita itu juga bisa dia amati. Aishh tidak. Yuri sedang tidak mengharapkan suami orang lain bukan?
Yuri menggelengkan kepalanya dan kembali memijat bahunya setelah sebelumnya dia sudahi. Namun perasaannya menyuruhnya mengikuti Nara.
"Aish..apa apaan ini? Kenapa aku malah ingin mengikuti Nara? Apakah aku sudah berubah profesi sebagai penguntit? Sungguh ini bukan aku" ujar Yuri sendiri. Beberapa orang melihat Yuri yang bermonolog sendiri dengan bingung.
Yuri membungkuk setelah dia sadar dengan reaksi beberapa orang di sekitarnya. Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal seraya tersenyum malu.
Di lihatnya lagi Nara yang berjalan sembari melambaikan tangannya kearah seorang wanita. Wanita yang Nara sampa itu terlihat masih sangat muda dan cantik. Rambutnya terurai indah dan senyumnya manis.
Yuri semakin penasaran ia pun memutuskan untuk benar-benar menguntiti Nara.
Disinilah dia sekarang. Duduk di meja yang bersebelahan dengan Nara dan saat ini posisinya membelakangi Nara. Terdengar lucu dan sekaligus tidak masuk akal. Bagaimana bisa seorang penguntit menguntit dengan begitu dekat. Namun kalian jangan hawatir karena sebelum ia masuk kedalam restoran mewah ini di pintu masuk tadi dia sempat berkompromi dengan seorang laki-laki, tak lupa juga dia mengenakan kaca mata hitam sebagai pelengkap penyamarannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/170943114-288-k893244.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(JK) MINE ✔
Fiksi Penggemar"Kalau saja Tuhan hanya menciptakan aku dan kamu, aku yakin kita tak akan sejauh ini"