Setelah acara pernikahannya dengan Nara selesai, dia memutuskan untuk lekas kembali ke apartemennya bersama Nara.
Keduanya sudah ada di dalam kamar apartemen, tepatnya di kamar Jungkook. Ini semua adalah permintaan ibunya, bagaimanapun keduanya sudah terikat dalam ikatan suami-istri.
Jungkook membuka jaz dan dasinya. Ia merenggangkan kain yang menempel di lehernya. Membuka kancing pergelangan tangan dan menyingkapnya ke atas.
Jungkook mendudukkan dirinya di atas sofa balkon, berusaha menikmati udara malam yang sudah mulai dingin.
Pandangannya terarah pada bulan yang sudah bersinar penuh. Ada juga beberapa bintang yang menemani bulan itu.
Terdengar derap langkah dari arah belakangnya, ia sudah tahu itu siapa. Pasti Nara, istrinya.
Nara mendekatkan dirinya pada Jungkook, mendudukkan dirinya di samping suaminya.
Nara mengamati mimik wajah Jungkook sebentar lalu mulai mengamati keadaan di depannya. Ia tahu apa yang di rasakan suaminya kini, namun ia tidak akan dengan mudah melepaskan sesuatu yang susah payah dia dapatkan.
"Aku masih belum percaya" ujar Nara memecah keheningan. Dilihatnya Jungkook yang masih setia dengan posisinya semula.
"Kita sudah menjadi pasangan suami istri, padahal baru kemarin kita berteman. Ahh aku jadi teringat Yuri" imbuhnya seraya menghela napas.
"Jangan bicarakan dia"
"Memangnya kenapa?"
"Aku tidak suka"
"Kenapa?"
"Bisakah kau diam?" Kali ini Jungkook sedikit membentar Nara. Yang di bentak hanya mematung, berusaha menetralisir kekagetannya.
"Sudahlah, aku mau tidur" ucap Jungkook seraya berdiri dan berjalan meninggalkan Nara yang masih mematung.
Nara menyandarkan punggungnya ke sofa sebentar lalu berdiri dan berjalan berusaha untuk menggapai Jungkook.
"Jungkook-ah, maafkan aku" ujar Nara yang tepat berdiri di belakang Jungkook.
Jungkook menghela napasnya pasrah. Dia berbalik dan mendapati Nara yang menundukkan kepalanya.
Di raihnya tangan Nara gun menepis jarak di antara keduanya.
"Maafkan aku membentakmu" ujar Jungkook dengan semakin mempererat pelukannya.
Sementara di balik pintu apartemen terlihat dua orang yang sedang mengintip. Siapa lagi kalau bukan Taehyung dan Jimin.
Keduanya bahkan sampai jingkrak-jingkrak karena melihat Jungkook yang tiba tiba memeluk Nara.
Setelah merasa dengan aktifitas mereka, Taehyung dan Jimin pun menarik dirinya sendiri untuk pergi dari pintu kamar Jungkook.
Keduanya berlarian ke lantai bawah dan mulai membuka pintu apartemen. Tawa mereka tahan dengan sekuat tenaga, setelah keduanya berhasil keluar dari apartemen Jungkook. Mereka pun tertawa dengan kerasnya. Bahkan Taehyung sampai terjungkal.
"Aku tidak menyangka, ternyata Jungkook memang mencintai wanita itu" ujar Taehyung dengan memegang perutnya yang terasa sakit akibat tertawa.
"Biarkan saja, lagi pula dia memang tidak pantas dengan Yuri itu" balas Jimin.
Taehyung menatap Jimin sekilas lalu memutar bola matanya jengah.
"Cih kau ini memang playboy ya, tidak bisa melihat wanita cantik"
"Apa kau bilang? Asal kau tahu saja ya aku ini ahlinya dalam bidang percintaan, dan tentu saja aku ini laki-laki jadi wajar jika suka melihat wanita cantik, lagi pula Jungkook itu tampan dan Nara itu cantik, mereka itu satu paket"
"Aku tetap saja tidak suka, aku kasihan dengan Yuri"
"Sudahlah Taehyung, kita jangan ikut campur urusan Jeon Jungkook yang labil itu. Biarkan saja dia menentukan pilihannya sendiri. Lebih baik kita pulang, kan ahjumma tadi sudah menyuruh kita untuk segera pulang setelah selesai mengantar barang-barangnya"
"Ciihh..padahal aku masih ingin melihat adegan.."
Plaakkk
"Aaaw..sakit" ujar Taehyung dengan ekspresi kesakitakannya setelah di jitak Jimin.
"Jangan seperti anak kecil, jika kau ingin tahu sana praktikkan dengan Wonyoung mu" imbuh Jimin. Dia menjauhkan dirinya dari Taehyung dan berjalan menuju mobilnya.
Taehyung masih memegang kepalanya yang terasa sedikit sakit.
"Dasar kau ini, mana mungkin aku melakukan itu dengan Wonyoung ku, dia itu wanita baik"
"Makanya jangan banyak bicara, ayo pulang" ucap Jimin.
Taehyung hanya pasrah dengan ucapan Jimin. Memang benar apa yang di katakan Jimin, tak sepatutnya dirinya ikut campur dalam urusan Jungkook.
Keduanya sudah memasuki mobil dan bergegas pulang ke rumah masing-masing.
Sementara itu di sebuah rumah sewa berdiri seorang Jo Yuri di depan kaca. Menatap wajah dan lekukan tubuhnya sendiri.
"Apa aku kurang cantik atau karena aku miskin sehingga Nyonya Jeon tak menyukaiku?" Monolognya kpd diri sendir. Di pegangnya pipi yang setia menempel di wajahnya dari dulu.
"Apa aku harus operasi?"
"Ah tidak tidak, apa apaan aku ini... Huftt pikiranmu sudah mulai kacau Yuri-ah, hanya karena cintamu hilang, kau sampai harus mempermak wajahmu. Dasar aneh" celoteh Yuri panjang.
Ia melepas jaketnya dan menanggalkannya di pengait pakaian. Kemudia ia berjalan menuju kasurnya dan merebahkan tubuh mungilnya sembarangan.
"Haahh..aku jadi rindu eomma"
Yuri berdiri dan meraih ponselnya juga menelpon ibunya.
Setelah beberapa detik, telepon itu tak kunjung di angkat.
"Aishhh..Kenapa tidak di angkat? Ya sudahlah"
Ia meletakkan kembali ponselnya di tempat semula."Lebih baik aku tidur, tapi...sekarang Jungkook dan Nara sedang berbuat apa ya?"
"Aaaaaaaaaaaah tidak, apa yang aku pikirkan" kini Yuri mulai menepuk-nepuk pipinya dengan kedua tangannya, berharap pikiran anehnya hilang. Dia segera menenggelamkan dirinya di antara kasur dan selimut tebalnya. Berusaha menghindari pikirannya dan menggapai kenyataan yang lebih baik esok hari.
Sementara Yuri berusaha melupakan seorang Jungkook. Jungkook sendiri masih terus berpikir tentang keadaan Yuri.
Ia merasa semua ini terjadi terlalu cepat.Kalian jangan berpikir jika Jungkook dan Nara melakukan hal 'itu'.
Tidak, karena Jungkook tidak mencintai Nara. Rasa sayangnya hanya lebih kepada kasihan karena Nara sudah tidak memiliki ibu dan kakaknya mengalami gangguan kejiwaan.
Jauh dalam hati Nara, dia sungguh sangat senang. Sebentar lagi impiannya akan terwujud. Yakni melepaskan jerat seorang laki-laki kejam dari ibu dan adiknya.
To be Continued......
Jangan lupa vote dan comment😍
KAMU SEDANG MEMBACA
(JK) MINE ✔
Fanfiction"Kalau saja Tuhan hanya menciptakan aku dan kamu, aku yakin kita tak akan sejauh ini"