First Level (05/10)

22 3 0
                                    

05

Kesal, kecewa, malu, menyesal. Kukumpulkan kosa kata dalam pikiranku untuk menggambarkan kondisiku saat ini. Tempat tidur dan kamarku tak senyaman biasanya saat kepalaku berisi hal-hal tidak menyenangkan seperti sekarang. Sejak pulang sekolah aku hanya mengurung diri dikamar dengan masih berseragam sekolah. Tatapanku kosong menatap langit-langit. Rumah ini benar-benar sepi, Ibu mungkin sedang keluar rumah, entah ia kemana.

Saat ini mungkin sudah pukul enam sore dan aroma tubuhku benar-benar berhasil mengigatkanku bahwa aku belum mandi. Saat aku bangun dari tempat tidur, tiba-tiba Baran memberi tahu bahwa ada telepon masuk. Baran adalah temanku, teman yang akan selalu berada dipihakku, tentu karna aku memprogramnya begitu.

Baran adalah software yang bisa bicara buatanku. Awalnya ia kuciptakan hanya untuk memberitahu bila ada telepon ataupun pesan masuk, terkadang juga membantuku membacakan isi pesan yang malas kubaca karena panjang. Namun sekarang sistemnya sudah berkembang dan ia sudah seperti asisten pribadiku dan seperti anggota keluargaku meskipun tanpa wujud sama sekali.

"Tuan, ada telepon masuk dari tuan Axel, apakah anda mau menjawabnya?" Ucap Baran.

"Ya, boleh saja." Jawabku singkat.

"Mode normal atau Loud Speaker?" Tanya baran kembali.

"Loud." Ucapku malas.

"Hai, Sheen! Kau sudah lihat situs kelas kita?" Kudengar suara Axel muncul dan menyebar keseseluruh kamar. "Apa kau sudah dapat kelompok?" tambahnya lagi.

"Belum." Aku terkejut. "Baran, Tolong buka situs SkyBridge kelas sepuluh dan bacakan isinya." Ucapku dengan nada memerintah.

"Hei, Sheen." Axel kembali bicara. "Jangan selalu minta bantuan Baran, bacalah sendiri. Mungkin kalau aku jadi Baran, sekarang aku pasti sudah pindah ke-server lain."

Aku tertawa malu. "Apa aku sering menyusahkanmu Baran? Maaf ya." Ucapku.

"Tidak masalah tuan." Ucapnya datar. Mungkin aku harus mengatur lagi Suara Baran agar lebih memiliki emosi. "Info bagi seluruh siswa SkyBridge Kelas sepuluh, Esok hari akan dilaksanakan ujian simulasi virtual untuk mata pelajaran Biologi. Diharap semua siswa hadir serta sudah memiliki kelompok dengan jumlah 2 orang. Ujian akan dilaksanakan pukul 08.00 pagi di ruang simulasi virtual Skybridge, lantai dua, terima kasih." Baran membacakannya dengan lantang.

"Bagaimana Sheen? Kumohon jadi teman satu kelompokku. Aku tidak terlalu mahir dipelajaran ini." Mohon Axel.

Aku sadar Axel pasti sangat berharap lulus ujian ini, terutama dengan keadaan ayahnya yang selalu memaksa Axel untuk fokus dibidang pendidikan. Harus kuakui, Axel sangat kesulitan di bidang biologi terutama praktek langsung via simulasi virtual. "Pertanyaan macam apa itu?" Ucapku datar.

"Memang kenapa, Sheen?" Axel terdengar bingung. "Kau tidak mau satu kelompok denganku? Tolong bantu aku Sheen, sekali ini aja." Ucap Axel semakin memohon.

"Pertanyaan bodoh macam apa itu, Axel?" Aku diam sejenak. "Aku tidak perlu kalimat permohonan seperti itu dari sahabatku sendiri. Tanpa perlu memohon aku siap membantu. Pokoknya tidak hanya lulus ujian, tapi aku pastikan kita akan jadi peringkat pertama ujian simulasi itu." Ucapku ambisius dengan senyuman yang tentu tidak terlihat oleh Axel.

"Hebat!" Ucap Axel yang terdengar sangat senang. "Aku bersyukur kenal denganmu, Sheen. Terima kasih, entah bagaimana aku bisa membalasnya. Terima kasih juga, Baran!"

"Terima kasih kemabli Tuan Axel" Baran menjawabnya dengan nada yang masih datar lalu menutup sambungan teleponnya. "Tuan Axel terdengar sangat senang. Anda sangat baik pada pada tuan Axel."

OBLIVIOUS (Dunia Ratusan Tahun Dari Sekarang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang