18
Malam hari kami tiba di Mesir. Perjalan sangat lama, kami masih kelelahan keluar dari pesawat, akhirnya hanya bisa tergolek lemas masuk mobil hotel. Ayah bilang, kami harus menetap dulu di Kairo sekitar dua hari sebelum bertemu ibu di Luxor, didekat monumen 'kebohongan'. Kudengar Luxor di Helioposis memang terkenal dengan reruntuhan kuil dan makam kuno, sehingga sering ada pengalian artefak disana.
Akhirnya aku tiba di hotel tidak jauh dari bandara. Aku dan Clyde masuk dengan lemas, terhuyung bersandar di sofa ruang tunggu, membiarkan ayah sibuk di meja resepsionis. Saat ayah selesai, ia menghampiri kami dan memberi tahu nomor kamar kami. "Kalian di kamar nomor 407, kamar ayah ada disebelah kalian, di 406." Ucap.
"Iya, iya." Jawabku lemas.
Saat aku dan Clyde bangkit dari sofa nyaman itu. Petuga hotel menghampiri kami, membantu mengantar barang-barang bawaan kekamar. Kami sempoyongan menuju lift utama, naik menuju lantai sembilan, lalu mencari nomor pintu kamar kami. Saat didepan pintu kamarku, aku menempelkan Ibujariku ke pemindai sampai pintu terbuka. Kami masuk dan lampu menyala. Kamar ini besar dengan jendela yang juga besar. Pemandangan kota Kairo sangat indah terlihat dari jendela itu. Kamar ini didominasi warna coklat yang terkesan klasik. Dua buah ranjang disana, aku menganti pakaian lalu tidur di ranjang super empuk.
-----
Pagi ini aku berjalan menuju restoran hotel menyusul ayahku yang sudah disana. Setibanya, kami disuguhi makanan khas Mesir yang entah apa namanya, namun yang pasti semuanya enak."Ayo kita tentukan akan kemana?" Ajak ayah. Benar juga, kami belum punya rencana apapun.
"Kita mulai dari yang terdekat dahulu. Pertama, museum Kairo. Selanjutnya kita ke Giza." Ucapku santai, sambil mengunyah daging domba muda.
"Clyde?" Tanya ayah.
"Sharm el-Sheikh, sepertinya bagus. Katanya Pantai disana indah, dan strategis untuk mendapat pemandangan teluk Tiran dan Aqaba. Kita bisa Scuba dan main Golf disana." Jelas Clyde.
"Ide bagus." Ayah lalu menghabiskan sarapannya. "Sekarang percepat sarapan kalian, lalu kita kunjungi tempat-tempat itu!" Seru ayah.
Aku dan Clyde mempercepat sarapan kami. Setelah kembali ke kamar dan bersiap-siap, kami segera turun kelantai dasar menghampiri mobil hitam yang sudah menunggu kami. Supir mobil itu keluar, memberikan kuncinya pada ayah. Dengan ini kami resmi mendapat akses menggunakan mobil itu selama dua hari. Ayah memacunya dengan kecepatan sedang, dan sesekali menaikan kecepatan saat jalan lengang. Aku tak tahu pasti secepat apa, karna aku duduk dibelakang bersama Clyde, dan speedometer tidak terlihat dari sini.
"Sudah berapa kali kita liburan bersama?" aku coba mengobrol dengan Clyde.
"Jika maksudmu di luar negeri, tentu ini yang pertama." Jawabnya.
"Aku selalu berharap pergi ke Mesir, kupikir tempat ini romantis." Ucapku, membayangkan Debby berada disini. Aku lalu menghela nafas. "Tapi aku malah disini denganmu" keluhku saat yang kulihat cuma ada Clyde disini.
"Kau bisa saja kesini dengan wanita, asalkan kau cukup pintar meperlakukan mereka." Ucapnya begitu congkak. Seingatku pengalaman cintanya juga sama buruknya denganku. Kami sama-sama belum pernah berpacaran, meski kami tak yakin kenapa.
"Ya kau benar. Kudengar mantan pacaramu banyak. Jika barbel gym termasuk." sindirku.
"Lucu sekali" ia tersinggung. "Tapi dengar ini. Disekolah ada beberapa gadis yang kusuka, berujung malah menyukaimu. Tapi kuyakin kau tak akan sadar mereka menyukaimu. Iyakan? Sambungnya.
"Siapa? Seingatku tak ada." aku berusaha mengali ingatanku, dan seingatku memang tak ada satupun.
"Apa ku bilang. Kau tak bisa memperlakukan wanita dengan baik. Untuk sadar mereka suka padamu saja tak bisa." Dia begitu senang mengejekku.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBLIVIOUS (Dunia Ratusan Tahun Dari Sekarang)
غموض / إثارةOblivious adalah program pemerintah di masa-depan, dimana setiap tahun satu orang anak akan terpilih menjadi HOPE dan berhak atas beasiswa penuh di Universitas dunia yang bebas ia pilih pada malam penobatan. Menjadi HOPE adalah impian semua anak, na...