Prejudice (29/30)

14 2 0
                                    

29

Saat aku masih kelelahan setelah keluar dari dunia virtual, kulihat Lucas sudah sadar dan kembali kedunia nyata. Pak Regan menghampirnya, dan mengucapkan selamat pada Lucas karena menyelasaikan kasus dalam waktu kurang dari lima hari dunia virtual. Kulihat ada ekspresi tidak puas pada wajah Lucas saat melihat kearahku yang sudah menyelesaikan kasus lebih awal.

"Wah-wah, ternyata dua orang detektif sudah selesai menyelesaikan kasus." Ucap pak Dimas yang tak kusadari ada di ruangan ini.

"Sejak kapan anda masuk, pak Dimas?" Tanya pak Regan yang sepertinya juga tidak menyadarinya datang.

"Saya baru saja masuk pak Regan. Saya mengetahui bahwa ujian kelulusan kriminologi di lakukan hari ini, jadi saya datang untuk sekadar melihat-lihat dan ingin mengetahui siapa yang menyelesaian ujian ini paling cepat." Pak Dimas berjalan menghampiriku. "Dan sepertinya saya terlambat melihat orang yang pertama tiba." Tambahnya yang sadar bahwa aku yang pertama kembali. Aku hanya tersenyum mendengar ucapan pak Dimas yang ditujukan untukku.

"Tidak pak Dimas, anda tidak terlalu terlambat. Sheen dan Lucas baru saja kembali." Ucap pak Regan.

"Kerja bagus, Sheen." Pak Dimas mengajaku tos yang langsung kubalas. "Berapa lama kau menghabiskan waktu disana?" Tanyanya.

"Empat hari." Ucapku.

"Cepat juga, kenapa kau bisa secepat itu?"

"Mungkin karena aku bermimpi menjadi detektif, jadi aku sangat semangat menyelesaikan kasus ini." Jawabku.

"Mmm, detektif ya?" Pak Dimas terlihat sedikit berpikir. "Mungkin kau bisa pilih semua Universitas saat kau lulus nanti. Tapi untuk impian menjadi detektif, Bapak rasa Universitas Nottingham cukup sesuai dengan impian itu." Ucapnya. "Ya, bapak rasa kau pasti bisa memilih Universitas dengan bijaksana saat kau lulus nanti." Tambahnya.

"Terimakasih sarannya, pak. Akan kupikirkan dari sekarang." Jawabku santai.

Aku menyandarkan kepalaku di kursi empuk ini. Aku sedikit melirik kearah Lucas, dan kulihat dari tatapannya pada kami, sepertinya dia mendengarkan semua obrolan kami dengan sangat serius. Entah apa yang membuat Lucas mendengarkan kami dengan serius, padahal percakapan kami sangatalah tidak bermakna. Ya, mungkin Lucas heran karena aku mengobrol dengan pak dimas dengan begitu santai yang mungkin terlihat aneh dimatanya.

"Baiklah, bapak juga ingin menyambut Lucas. Bapak bangga menjadi wali kelas kalian." Ucap pak Dimas senang, lalu pergi menghampiri kursi Lucas.

Aku sedikit beristirahat di kursi empuk ini. Kurasa, bersantai di kursi empuk ini sambil menuggu teman-teman yang lain kembali ke dunia nyata bukanlah hal yang buruk. Anehnya, tubuhku tiba-tiba lemas saat membayangkan tubuh mayat dalam simulasi yang baru kuseselaikan, benar-benar mengerikan.

"Kenapa Sheen?" Tanya Pak Regan menghampiriku. "Wajahmu sedikit pucat." Tambahnya.

"Benarkah?" Aku menyentuh pipiku. "Tadi saya terbayang mayat gadis yang ada di simulasi. Entah kenapa wujudnya masih sangat jelas dikepala saya, benar-benar menggangu." Jawabku kesal.

"Astaga, Sheen." Pak Regan menghela nafas. "Karena melihat mayat kau sampai setakut ini? Padahal kau sangat berbakat dalam investigasi. Rasa takutmu dan bakatmu benar-benar bertolak belakang." Ucapnya heran.

Aku sedikit tertawa kecil dan menjawab. "Sudah saya bilang pak, saya akan terbiasa. Dalam simulasi saja, saya sudah bisa melihat mayat. Meskipun sekujur tubuh saya gemetar saat itu, tapi bukankah itu sebuah kemajuan." Banggaku.

"Ya, memang sebuah kemajuan. Sebaiknya kau harus terus berlatih, agar rasa takutmu benar-benar hilang. Cobalah ke rumah sakit, dan masuk ke kamar mayat disana." Saran pak Regan.

OBLIVIOUS (Dunia Ratusan Tahun Dari Sekarang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang